22 September 1274 AG - 11:00 Am
Pusat Perdagangan Kota Tigris.
—————
"Apa-apaan kota ini!!!?" Apesta semakin kalap dan menoleh kesal ke Ravioli. "Pemerataan ini pasti tidak adil bagi kaum bangsawan! Pasti bangsawan Tigris miskin-miskin! Iya kan?"
Logika Apesta bekerja. Bagi baron itu kekayaan kaum bangsawan selalu berbanding terbalik dengan kesejahteraan rakyat-rakyatnya. Semakin miskin para penduduk, semakin kaya bangsawan yang menguasai mereka. Itulah yang terjadi di Kerajaan Eldorad. Walaupun negeri itu berlimpah emas, tapi penduduknya sangat lah miskin. Kematian karena kelaparan sudah jadi pemandangan biasa di kerajaan baron itu.
Itu karena para bangsawan Eldorad hanya mementingkan pertambangan. Mereka tidak mengurusi pertanian karena bisa membeli hasil panen dari negeri lain. Berhubung bahan makanan serba import, mereka bisa memonopoli pendistribusiannya sehingga harganya melambung tinggi. Harga makanan itu lah yang para bangsawan Eldorad manfaatkan. Mereka menjadikan bahan makanan itu sebagai upah kepada para pekerja tambang yang tidak lain adalah penduduk mereka sendiri. Para buruh itu pun harus bekerja lebih keras agar mereka bisa makan.
Dengan hanya memberi upah makanan, para bangsawan bisa menghemat pengeluaran. Karena praktik yang terjadi di negerinya itulah Apesta menyangka bangsawan di Tigris pasti miskin-miskin.
Mana mungkin bangsawan bisa kaya kalau tidak memeras rakyat mereka, iya kan?
Tapi melihat gelagat Ravioli, Apesta jadi meragukan pemikirannya sendiri.
"Menurut Tuan Baron, berapa rata-rata penghasilan bangsawan?" Pemandu itu bertanya dengan senyum percaya dirinya.
Merasa kalah gengsi, dengan bangganya Apesta menjawab, "Seorang baron rata-rata digaji dua platinum perbulan. Kalau baron dari Kerajaan Eldorad sepertiku empat platinum perbulan. Itu dua kali lipat rata-rata."
Tapi jawaban berbau pamer itu justru mengukir senyum khas Ravioli, yang membuat baron itu tahu bahwa pemandunya juga mau pamer. Apesta bahkan siap tutup telinga jika Ravioli berdehem seperti biasanya.
"Karena tingginya pemasukan Kota dari berbagai sektor, ehem ehem ehem... Gaji baron di Tigris 6 platinum. Gaji knight saja 4 platinum. Itu belum ditambah hasil lahan—
"Mustahil!" Apesta menyela secepatnya karena terperanjat. "Bagaimana bisa penghasilan baron di sini lebih besar dari Kerajaan Eldorad!?" Dia guncang pundak Rafioli dengan tangan kirinya. "Jangan membohongiku!"
"Tuan Baron mau tahu?"
Melihat pemandu itu lagi-lagi memberi senyum menyebalkan, Apesta jadi tidak sabaran. Dia buang jauh-jauh gengsinya dan berteriak, "Bagaimana caranya? Katakan padaku!!! Cepat KatakaaAAANN!!!"
"Ehem. Nanti Tuan Baron bisa belajar di pelatihan."
***
Beberapa saat setelahnya di Balai Kota.
Aula tamu balai kota itu sudah dipenuhi bangsawan dari berbagai kerajaan. Seperti halnya Apesta yang ditaklukan iming-iming penghasilan, bangsawan lain juga tidak sabar belajar cara yang benar mengatur pemerintahan.
'Enam platinum?' benak Apesta masih belum percaya dengan nilai gaji untuk bangsawan seperti dirinya.
Karena gaji yang menggiurkan itu Apesta terpaksa balik arah dari lokasi pelacuran. Dia duduk manis di antara puluhan bangku menghadap papan tulis hitam, yang terlihat beberapa bekas coretan putih.
Mata Apesta terpaku pada coretan itu.
'Nampaknya coretan itu menggunakan alat tulis dari batangan kapur atau entahlah, tapi itu canggih sekali! Cocok aku tiru!'
Apesta juga mengamati sekitarnya. Dia terkagum dengan desain kursi kayu yang dia duduki, juga ornamen-ornamen di dinding ruang pelatihan itu.
Semuanya unik, semuanya serba canggih. Karena kekaguman itu Apesta jadi merasa kampung halamannya seperti dari jaman batu. Setelah puas mencontek sana-sini, Apesta mulai bersosialisasi. Dia menyapa bangsawan terdekat yang duduk di sampingnya.
"Hei, kamu juga tergiur gaji, kan? Aku masih belum percaya."
Bangsawan sebelah memberi senyum hormat. Dengan Bahasa Camelota⁴ dia menjawab pertanyaan Apesta.
"Saya tiga kali ikut pelatihan ini, Tuan. Enam bulan lalu yang melatih Duke Barlux sendiri. Memang benar penghasilan bangsawan kota ini cukup tinggi, Tuan."
Apesta mengendurkan pertahanannya karena lawan bicara kali ini bukan sejenis pemandu kurang ajar seperti Ravioli tadi. Tapi tetap saja Apesta merasa gengsi untuk membalas kesopanannya.
Dia mengangkat dagu dan sebelah alisnya saat bertanya, "Dulu kamu pelajari apa?"
"Dasar-dasar manajemen kota dan strategi perdagangan, Tuan."
"Ohh, bagus ... bagus," ujar Apesta mengangguk meski jawaban rumit itu seakan turun dari langit. Dia tersenyum senang karena bangsawan sebelah masih menjawab penuh hormat kepadanya.
Karena ada aturan di kelas yang melarang para peserta mengenakan pita kebangsawanan mereka, Apesta tidak tahu punya gelar apa teman bicaranya. 'Mungkin dia knight, mungkin juga baronet,' pikirnya. Apesta berinisiatif memperkenalkan dirinya untuk mendapat lebih banyak penghormatan.
"Aku Baron Apesta de Carmell dari Kerajaan Eldorad. Kamu siapa?"
Bangsawan sebelah tersenyum dan sejenak menundukan kepala. Dia juga menaruh satu tangan di dada sebagai tanda penghormatan.
"Saya Count Amicapoli d'Amount dari kerajaan Ysdeville. Senang berkenalan dengan anda, Baron Apesta."
KRAAKKK!
Seakan ada retakan, itulah yang Apesta rasakan. Dia tidak menyangka bangsawan rendah hati itu ternyata punya gelar dua tingkat lebih tinggi darinya.
'Memalukan sekalii!!!'