Malam itu sangat sunyi diiringi oleh nyanyian para jangkrik. Tiba-tiba saja terdengar suara seruling yang sangat indah namun menyakitkan telinga.
Tiba-tiba seorang lelaki tua datang dari atas. Lelaki itu bagaikan penyelamat yang telah ditunggu-tunggu Yue Yin.
"Tidak disangka aku dapat melihat pemilik Dao Hua Tao sekaligus pendekar hebat (Wu Ling gao shou) dengan mataku sendiri." ucap wanita itu.
"Aku dengar kamu telah membunuh banyak nyawa yang tidak bersalah." ucap lelaki tua itu.
"Tidak bersalah!? Hahah... Lucu sekali. Mereka semua bersalah karena mereka telah menghalangiku. Tapi Pendekar Dao Hua Tao bisa datang kesini hanya untuk bertemu denganku, itu merupakan suatu kehormatan bagiku." ucap wanita itu.
"Aku kebetulan lewat, dan aku tidak tahan mendengar teriakan anak kecil." ujar lelaki tua itu.
Kedua belah pihak saling menatap tajam dengan hawa pembunuh di sekeliling mereka. Pertarungan hebat pun terjadi.
"Xiao gu niang (gadis kecil), tutup telingamu rapat-rapat." ucap lelaki tua itu.
Lelaki tua itu tampak tenang. Dia hanya meniupkan serulingnya. Awalnya suara seruling itu enak didengar tapi lama kelamaan membuat telinga sakit. Orang yang tidak mempunyai tenaga dalam yang besar akan sulit menahan suara seruling itu.
Kobaran daun-daun mengelilingi tubuh wanita itu. Kelihatan jelas bahwa wanita itu kesakitan sekali. Meskipun ia menutup telinganya, tapi suara seruling dari lelaki tua itu tetap bisa terdengar.
Wanita itu sudah tidak tahan dengan suara seruling yang mematikan itu. Ia lekas pergi sambil membawa gadis yang masih terikat di cambuknya itu.
"Mi Er...!!!" ucap anak laki-laki itu.
"Kakak tolong aku!" teriak gadis kecil itu.
Sang kakak tidak dapat menolong adiknya. Ia hanya bisa berteriak-teriak dan menangis atas kepergian adiknya.
Seketika langit pun tampak gelap dan berawan. Hujan lebat pun menguyuri dan membasahi tubuh mereka. Anak lelaki itu lemah, ia tahu ia tidak sanggup menolong adiknya. Ia hanya bisa meminta pertolongan kepada lelaki tua itu.
"Kakek...! Izinkan aku menjadi muridmu!" ucap anak laki-laki itu sambil berlutut.
"Aku tidak menerima murid lagi." ucap lelaki tua itu.
"Aku.. aku... Ingin menjadi kuat! Aku ingin menolong adik ku! Aku... aku sangat lemah. Adikku dalam bahaya. Tapi aku... aku bahkan tidak bisa menyelamatkannya." ucap anak laki-laki itu sambil menahan tangisannya.
"Aku bisa memahami rasa sakit dari anak laki-laki itu. Aku juga lemah sama sepertinya. Sama-sama tidak mempunyai orang tua lagi. Sama-sama merupakan anak yatim piatu. Dia sebatang kara dan hanya memiliki adiknya. Tapi sekarang adiknya... " Gumam YueYin dalam hati sambil menatap kesedihan anak laki-laki itu.
Yue Yin pun berpikir bagaimana cara agar anak laki-laki itu bisa diterima sebagai murid kakek itu. Lalu YueYin yang cerdik pun mendapatkan sebuah ide.
"Hei! Kakek tua!" kata Yue Yin.
Lelaki tua itu menatap ke arah gadis kecil itu.
"Jika kamu tidak mau menerimanya sebagai murid, kamu tidak boleh membiarkannya berlutut kepadamu seperti itu!"
Mendengar ucapan gadis kecil itu, lelaki tua segera mengangkat bahu anak laki-laki itu dan menyuruhnya berdiri.
"Kuai ji lai (cepat berdiri)!" ucap lelaki tua itu.
"Anak kecil jangan bersedih lagi. Kakek tua itu sudah menerimamu menjadi murid. Buktinya dia sudah mempersilakanmu untuk berdiri." Ucap YueYin sambil tersenyum.
"Zhen de ma (Benarkah)?" tanya anak laki-laki itu dengan semangat.
Secepatnya anak laki-laki itu berlutut dan berkata "Guru, terima kasih!"
Lelaki tua itu merasa dibodohi oleh seorang gadis kecil. Ia menatap kearah gadis kecil itu dengan tatapan yang tajam. Tapi, Yue Yin hanya membalas tatapan itu dengan tersenyum.
Lelaki tua itu menghela nafasnya dan berkata "Baiklah, aku akan menerimamu menjadi muridku. Aku akan mengajarimu bela diri supaya kamu bisa menyelamatkan adikmu. Siapa namamu?"
Mendengar perkataan itu anak laki-laki itu senang dan segera menjawab "Di zi jiao Shen Yang, pai jian shifu (Murid bernama Shen Yang. Memberikan hormat kepada guru)."
"Kuai ji lai (cepat berdiri)." ucap lelaki tua itu.
"Xie shifu (terima kasih guru). Jawab anak laki-laki itu."
Melihat kebahagian kecil itu, YueYin merasa sangat senang.
"Hujan ini sangat lebat. Sebaiknya, kita mencari tempat untuk berteduh dulu." kata lelaki tua itu.
"Didepan sana ada gubuk tua yang tidak ada penghuninya. Itu bisa jadi tempat peristirahatan kita untuk sementara." ucap YueYin.
Mereka pun berjalan ke arah gubuk tua itu. Meskipun gubuk itu tua dan memiliki banyak sarang laba-laba tapi itu bisa menjadi gubuk yang hangat saat berteduh di bawah hujan.
Sesampainya di dalam gubuk...
Yue Yin membantu anak laki-laki itu menyalakan api mengunakan percikan kayu sedangkan lelaki tua itu duduk sambil memainkan serulingnya.
"Namamu siapa?" tanya anak laki-laki itu.
"Namaku Jiang Yue Yin. Panggil saja YueYin." jawab YueYin.
"Nama yang indah. Terima kasih sudah membantuku." ucap anak laki-laki itu.
"Tidak perlu berterima kasih. Aku sukarela untuk membantumu." ucap Yue Yin.
"Kamu bahkan rela mambahayakan nyawamu demi kami. Jika adikku kembali, dia pasti akan sangat menyukaimu." ucap anak laki-laki itu lagi.
"Namamu ShenYang, kan? Lain kali jangan lah menangis lagi. Kamu seorang anak laki-laki." ucap YueYin.
ShenYang menundukkan kepala nya kerena ia merasa malu. Ia lemah dan hanya bisa menangis dihadapan anak perempuan.
"Sudah lah jangan menundukkan kepala seperti itu! Bukankah sekarang kamu sudah menjadi murid kakek tua itu. Kelak tunjukkanlah kepadaku bahwa kamu bukan anak yang lemah dan mudah ditindas!" ucap YueYin tegas.
"Hmm.. Ngomong-ngomong, YueYin. Apa rencanamu selanjutnya?" tanya Shen Yang.
"Aku tidak tahu. Aku sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Sebelum ibuku meninggal dia hanya menitipkan kalung ini dan menyuruhku untuk mencari paman dan bibiku." Jawab YueYin sambil memperlihatkan kalungnya.
"Kalau begitu aku akan menemanimu mencari paman dan bibimu." ucap Shen Yang.
"Tidak bisa! Kamu sudah mempunyai guru! Kamu mempunyai kewajiban untuk melayani dan berguru kepadanya! Setelah itu kamu baru bisa menyelamatkan adik mu dari wanita jahat itu!" bentak YueYin.
Shen Yang terdiam sesaat. Ia tidak berani memandang kearah YueYin.
YueYin pun merasa bersalah karena ucapannya itu. Ia pun berkata "Maaf, Shen Yang. Ucapanku kasar sekali."
"Eh, seharusnya aku yang bilang begitu. Kamu benar aku ini lemah. Seharusnya aku berterima kasih karena sudah memiliki seorang guru. Tapi aku malah... malah merasa bersalah. Kamu tidak memiliki siapapun. Dan akan pergi ke kota besar untuk menemukan paman dan bibimu. Bagaimana... bagaimana jika kamu bertemu orang jahat seperti wanita tadi?" ucap Shen Yang.
"Tenang saja, aku kan gadis yang kuat hehehe.." jawab YueYin sambil tersenyum.
Shen Yang tahu bahwa senyuman yang di tunjukkan YueYin itu pura-pura. Ia tidak mau membuat Shen Yang merasa panik sehingga ia menunjukkan ekspresi seperti itu. Shen Yang pun terdiam dan tidak bisa berkata apa pun lagi. Didalam hatinya hanya rasa bersalah bercampur dengan kepedihan karena kehilangan sang adik.
"Shen yang? Kamu melamun apa?" tanya YueYin.
"Ah.. Itu. Tidak ada kok." jawab Shen Yang.
"Ini untuk mu." ucap YueYin sambil memberikan katapel itu kepada Shen Yang.
"Eh, katapel? Tapi ini kan punyamu. Kenapa kamu berikan kepada mu?" tanya Shen Yang heran.
"Ku berikan karena aku merasa katapel itu akan berguna untukmu." jawab YueYin.
"Terima kasih, YueYin." ucap Shen Yang.
Api ungun telah dinyalakan. Mereka beristirahat didalam gubuk tua itu sambil menunggu hari esok.
***