webnovel

Qin Wentian dan Fan Le diantar kembali ke Perguruan Bintang Kekaisaran oleh Dewa Mabuk dan Francis. Sambil memegang tong anggur di tangannya, seulas senyum muncul di wajah Dewa Mabuk melihat langkah mereka berdua yang agak oleng, dengan seekor anak anjing putih mengikuti di belakang mereka.

"Jangan sampai kau kehilangan batu meteor Yuan yang baru saja kau dapatkan," Francis mengingatkan. Dewa Mabuk tahu bahwa alasan kunjungan Qin Wentian ke Graha Senjata Dewa adalah demi batu meteor Yuan. Karena itu, setelah mereka menyelesaikan acara minum-minum, ia mengantar mereka berdua lebih dulu ke Graha Senjata Dewa, di mana Francis menyerahkan hasilnya kepada Qin Wentian lalu ia setuju untuk mengantar mereka kembali ke perguruan bersama Dewa Mabuk.

"Jangan khawatir, dia tidak sepenuhnya mabuk." Dewa Mabuk tertawa. Dua orang ini benar-benar menarik, terutama si Gendut, Fan Le; setelah mabuk, ia terus memanggil gadis-gadis cantik.

Qin Wentian dan Fan Le memang mabuk. Mereka baru berusia 16 tahun, bagaimana mereka bisa bersaing dalam hal minum-minum melawan Dewa Mabuk yang terkenal.

Siapakah Dewa Mabuk? Karena nama panggilannya adalah Dewa mabuk — bagaimana mungkin ia mabuk semudah itu? Jadi akhirnya, yang mabuk tidak lain adalah Qin Wentian dan Fan Le.

"Saudaraku, apakah menurutmu pemabuk palsu itu kehilangan kita? Lihatlah betapa patuhnya dia, bahkan mengantar kita kembali." Fan Le memeluk Qin Wentian saat dia terkikik.

"Singkirkan." Qin Wentian, yang dipeluk, sangat kesal, ia mengangkat kakinya dan mengarahkan tendangan kepada Fan Le, "Sialan, apa kau memperlakukanku seperti gadis cantik?"

"Saudaraku, mengapa kau begitu jahat padaku? Si Gendut ini mencintai laki-laki juga." Fan Le menyeringai, membuat Qin Wentian merinding di seluruh tubuh. Kejutan dari pernyataan itu begitu besar sehingga bahkan membangunkan Qin Wentian dari keadaan mabuknya. Dia dengan cepat menjaga jarak dari si Gendut.

Murid-murid yang ada dekat situ menyaksikan, mulai tertawa. Seorang gadis tertawa paling keras. Di Perguruan Bintang Kekaisaran, bukankah mereka ini dua legenda? Kenapa mereka dalam keadaan seperti itu, dan si Gendut itu ... mengatakan bahwa dia sebenarnya berhasrat tertentu pada laki-laki?

"Ayo tertawa, tertawalah, sayangku. Apakah kau ingin aku menunjukkan padamu seperti apa kebahagiaan itu?" si Gendut mulai berjalan ke arah gadis itu dengan aroma alkohol yang kuat. Gadis itu menjerit melengking saat ia melesat lintang pukang.

"Gendut keparat, kau akan terkenal, haha." Qin Wentian mulai tertawa terbahak-bahak. Kata-katanya itu entah bagaimana terpaku di dalam kepalanya. Si Gendut memang 'terkenal' sekarang.

Mereka berdua tersandung dan sempoyongan sepanjang jalan menuju ke asrama mereka sebelum akhirnya jatuh tertidur dalam ketidaksadaran yang indah, terlelap sampai pagi berikutnya. Setelah bangun, tubuh si Gendut tanpa sadar bergetar. Dia berdiri di samping Qin Wentian dan bertanya, "Apa yang terjadi semalam?"

"Tidak ada." Qin Wentian menggelengkan kepalanya.

"Lalu mengapa aku bermimpi bahwa aku menghamburkan omong kosong?" si Gendut menepuk kepalanya dan meregangkan tubuhnya sebelum berjalan keluar. Saat ia melangkah keluar, seseorang yang melihat Fan Le berjalan keluar berseru, "Kakak Gendut, kau sudah bangun!"

Ekspresi si Gendut mengerjap. Mengapa dia begitu populer hari ini sehingga orang akan berinisiatif menyapanya?

"Kakak Gendut, lihatlah semua lelaki tampan di sini. Yang mana yang paling kau sukai?" seorang lainnya melemparkan candaan, membuat pipi Si Gendut memerah. Mungkinkah mimpi sebelumnya itu nyata?

"Pergi kalian, si Gendut ganteng ini hanya mencintai wanita, wanita cantik." si Gendut mengamuk, membuat siswa lain mengedipkan mata sambil tertawa keras, "Jangan khawatir, kami mengerti."

Qin Wentian mulai berjalan menuju kerumunan. Dia memutuskan untuk menjaga jarak yang jelas antara dirinya dan si Gendut.

"Bos," si Gendut dengan menyedihkan menyusul Qin Wentian, membuat Qin Wentian melangkah lebih cepat.

"Qin Wentian, Fan Le, ada kuliah umum hari ini, dan guru yang memberi kuliah adalah tetua tamu yang cantik. Apakah kalian ingin pergi bersama?" seorang siswa lain bertanya.

"Tetua yang cantik?" Mata Si Gendut tiba-tiba berkilau mendengar hal ini. "Tentu saja kami akan pergi."

"Mari kita semua pergi bersama." kerumunan itu tertawa. Mereka pun berangkat bersama, dan tiba di sebuah lapangan kosong yang luas. Di situ, sudah ada banyak alas yang terbuat dari batu biru serta panggung kehormatan. Tempat ini dikenal sebagai aula kuliah.

Tidak setiap siswa memiliki kesempatan untuk mendapat bimbingan di bawah seorang tetua, dan karenanya, perguruan biasanya akan mengatur agar para tetua tamu dapat memberikan kuliah secara bergiliran.

Hari ini, aula kuliah dibanjiri banyak siswa baru, membuat suasana hari ini dipenuhi dengan semangat.

"Tetua Rinai ada di sini." Seketika itu, tatapan para siswa terpaku pada suatu sosok. Rinai mengenakan gaun panjang hijau giok tanpa perhiasan lainnya. Bersih, rapi, murni, dan elegan. Dikombinasikan dengan tubuhnya yang sangat indah, hanya dengan menatapnya dapat memberi rasa sukacita. Ia benar-benar seorang tetua yang cantik. Suitan-suitan terdengar ketika ia mendekati panggung itu.

"Dewi kecantikan yang telah matang." Duduk di dekat alas batu, mata si Gendut hampir keluar dari kelopaknya saat berkilauan menatap Tetua Rinai.

Rinai duduk bersila di atas panggung, melemparkan pandangannya ke bawah kepada para siswa. Suara lembut dan jernih terdengar, "Bagi sebagian besar dari kalian, tingkat kultivasi kalian berada pada level 7, 8, 9 Penyempurnaan Tubuh, atau, pada tahap awal Peredaran Nadi. Hari ini, aku akan membagikan pengetahuanku mengenai kultivasi pada tingkat Peredaran Nadi kepada kalian semua."

"Baik, kami akan mendengarkan apa pun yang guru katakan," para siswa yang duduk di bawah menyahut serempak.

"Kalian semua harus tahu bahwa tubuh manusia dapat disamakan dengan sebuah kapal yang memiliki potensi tak terbatas. Kapal ini dapat berkembang tanpa henti, tanpa batas kapasitas. Tingkat pertama jalur bela diri adalah Penyempurnaan Tubuh. Para pendekar harus menempa tubuh mereka untuk mencapai tubuh yang sempurna sebelum benar-benar mulai berkultivasi. Penyempurnaan Tubuh adalah yang paling dasar dari semua bidang kultivasi, diikuti oleh tingkat Peredaran Nadi."

"Tapi apakah tubuh sempurna seperti yang disebut dalam Penyempurnaan Tubuh benar-benar sempurna? Ketika kalian tumbuh lebih kuat dan melangkah lebih jauh di jalur beladiri, tubuh kalian akan mengalami peningkatan dan penyempurnaan lebih lanjut, dan dengan demikian, tidak ada batasan untuk 'kesempurnaan'."

"Tingkat Peredaran Nadi, adalah pemurnian setelah penyempurnaan tubuh. Setelah jalur arteri melingkar terbentuk, keseluruhan tubuh bagian dalam dihubungkan oleh jalur arteri melingkar. Jalur arteri melingkar memiliki kaitan ke kepala kita, empat anggota badan, jantung, struktur tulang, dll. Selama kultivasi, energi astral yang kalian serap akan mengalir melalui jalur arteri melingkar, membanjiri seluruh tubuh kita dan memberi kita kekuatan yang lebih besar ketika kita bertarung."

"Meningkatkan indra — penglihatan dan pendengaran kita juga mengalami peningkatan besar; biasanya selama pertarungan, energi astral akan mengalir menuju anggota tubuh kita karena sebagian besar teknik alami yang kita praktikkan hanya dapat melepaskan kekuatan melalui keempat anggota tubuh. Tetapi bagaimana dengan jiwa astral yang tidak biasa itu, atau pendekar yang telah mencapai tingkat yang mengerikan? Hanya dengan tatapan mereka saja sudah cukup untuk membuat lawan mereka terpaku, dan udara yang mereka hirup akan cukup untuk membunuh."

"Jadi, jangan membatasi imajinasimu. Bukalah pikiran kalian untuk kemungkinan pengembangan diri. Serap dan alirkan lebih banyak energi astral ke seluruh tubuh kalian, tempa dan murnikan. Bersihkan titik akupunturmu untuk memperluas jumlah energi astral yang dapat disimpan, dan usahakan membentuk jalur arteri melingkar ke-2 atau ke-3 kalian. Dan tentu saja, kalian semua harus mempertimbangkan tipe jiwa astral apa yang akan kalian bentuk saat kalian berkultivasi, memilih seni beladiri, dan berlatih teknik alami .... "

Ketika suara lembut Tetua Rinai terdengar, seluruh aula kuliah terdiam. Semua orang memperhatikan, seolah suaranya mengandung kekuatan magis yang mampu menarik kerumunan ke dalam pengetahuan beladiri yang luas.

Karena Qin Wentian telah mendapat pengajaran dari Paman Keling, pengetahuannya tentang kultivasi dapat dianggap lebih mendalam daripada rekan-rekannya. Namun, ia masih terpesona oleh kuliah tersebut. Tidak ada jalur kultivasi yang sempurna, jadi akan selalu bermanfaat untuk mendengarkan orang lain yang lebih kuat dari dirinya, memberinya lebih banyak perspektif dan wawasan.

Kuliah berlanjut selama empat jam lagi, dan ketika Tetua Rinai hendak pergi, ada beberapa siswa yang tidak menginginkan ia pergi. Mereka ingin terus mendengarkan analisis dan penjelasannya.

"Aku ingin merayu dewi kecantikan itu." si Gendut melirik dengan usil pada sosok Tetua Rinai yang akan pergi.

"Kau lebih baik bangun dari khayalanmu. Satu tamparan dari Tetua Rinai sudah cukup untuk membunuhmu." Qin Wentian memelototi si Gendut, yang menunjukkan ekspresi tertekan di wajahnya. Dengan enggan ia menerima bahwa memang lebih baik untuk fokus pada kultivasinya.

"Masih ada sepuluh hari lagi. Apakah kalian siap?" Seketika itu terdengar sebuah suara. Qin Wentian dan Fan Le mengalihkan pandangan mereka, melihat Murong Feng dan Du Hao berdiri di sana dengan sedikit provokasi di mata mereka.

Setelah mendaratkan tatapan mereka pada Murong Feng dan Du Hao, para penonton menunjukkan rasa bersemangat. Mereka semua tahu bahwa dalam sepuluh hari, keempat orang ini akan bertarung dengan taruhan yang sangat tinggi. Ini adalah pertarungan yang banyak mereka harapkan!

"Untuk menghadapi orang-orang seperti kalian berdua, apakah kami masih perlu persiapan?" Fan Le menyeringai.

"Kata-kata yang sombong." Du Hao dengan dingin mendengus.

Murong Feng mengelus dagunya ketika ia berkata kepada Qin Wentian, "Aku mendengar bahwa kau mengolah teknik alami tingkat bumi. Kuharap kau tidak akan mengecewakanku nanti ketika saatnya tiba. Lagi pula, tidak ada gunanya menghadapi pertarungan yang berat sebelah."

Murong Feng dan Du Hao membalikkan tubuh mereka dan pergi, tetapi pada saat itu, ketika ia berbalik untuk pergi, tatapan dingin yang ekstrim menyorot di mata Murong Feng. Ia sudah mengambil keputusan untuk mengikuti rencana jahat Orchon untuk melumpuhkan Qin Wentian.

"Betapa sombongnya." Fan Le bergumam sambil menatap siluet mereka yang akan pergi.

"Gendut, kita harus bekerja keras; jika tidak, ketika saatnya tiba, kita hanya akan mempermalukan muka kita sendiri." Qin Wentian beranjak pergi. Senyum tipis bisa terlihat di wajahnya. Pertarungan ini adalah salah satu pertarungan yang mereka harus menangkan. Bagaimanapun, ini baru permulaan. Penyiksaan brutal yang dialami si Gendut di Belantara Mimpi adalah peristiwa mengerikan yang selalu diingat Qin Wentian di dalam hatinya.

Bab berikutnya