webnovel

Pulang ke Kampung Halaman – bagian 2

Editor: Wave Literature

Di dalam kediaman klan Baruch, Hogg sedang duduk bersandar di kursi dan dengan saksama membaca sebuah buku yang luar biasa tebalnya.

"Tuan Hogg, makan malam sudah siap." Seorang pelayan wanita berkata dengan sopan.

Sejak Hiri, si penjaga rumah, pergi mendampingi Wharton ke O'Brien Empire, tidak ada lagi pelayan yang bekerja untuk klan Baruch. Namun Hogg adalah pemimpin dari klan Dragonblood Warrior. Dia tidak mungkin melakukan semua pekerjaan sendiri, bukan? Karena itu, dia terpaksa memperkerjakan seorang pelayan wanita.

"Oh." Hogg menutup bukunya dan menoleh ke arah pelayan wanita itu. Dia mendesah dalam hati. "Untung saja para bangsawan itu tahu bahwa anakku adalah Mage yang jenius di Ernst Institute, jadi mereka mau memberi pinjaman uang lagi padaku. Kalau tidak, hidupku ini pasti semakin susah."

Karena bunga pajak di Wushan tergolong rendah, Hogg hanya bisa membayar gaji bodyguard secukupnya dan juga membayar pajak tahunan ke kerajaan. Memikirkannya saja Hogg sudah membuatnya merasa pusing. Saat klannya diturunkan kepadanya, semua harta berharga telah dijual.

Untung saja…

Dia, Hogg, memiliki dua anak laki-laki yang membanggakan.

"Linley sudah mencapai Mage tingkat 5. Dia akan segera lulus. Setelah itu, aku bisa mewariskan posisi pemimpin klan padanya dan aku akan punya waktu untuk melakukan hal-hal yang selama ini ingin kulakukan."

Hogg berdiri, bersiap menuju ruang makan, ketika tiba-tiba…

"Tuan Hogg, Tuan Hogg!" Terdengarlah suara Hillman dari kejauhan.

Hogg melihat dengan penasaran ke arah gerbang utama. Dalam waktu singkat, Hillman berlari masuk dengan seorang anak muda yang tinggi dan bertubuh tegap tepat di sampingnya.

Melihat anak muda itu, senyum merekah di wajah Hogg. Sambil tertawa keras, dia berjalan mendekat. "Linley, kau pulang. Ini kejutan yang luar biasa!"

"Agatha, tolong siapkan makan malam yang lebih mewah." Hogg menepuk pundak Linley dengan kasih. "Bagus, Nak. Kau kini sudah hampir setinggi aku. Oh, ya. Bukankah biasanya kau hanya boleh pulang sekali dalam setahun? Kali ini?"

Linley tersenyum penuh arti. "Ayah, akan kuceritakan nanti saat makan malam."

"Misterius sekali?" Hogg berpura-pura cemberut kepada Linley.

Hillman, yang berdiri di samping mereka, tertawa. "Tuan Hogg, Linley pun tidak mau mengatakannya padaku. Tapi dia sudah menyiapkan hadiah misterius untukmu. Aku sudah menanyakan apa hadiahnya, tapi dia tidak mau menjawab."

"Paman Hillman!" Linley merengut kepada Hillman.

"Baiklah, baiklah, aku akan diam." Hillman tertawa keras.

Hari mulai beranjak petang, kegelapan membayangi bumi. Namun ruang makan di kediaman klan Baruch terang benderang karena adanya banyak lentera. Setelah selesai makan, Agatha si pelayan wanita itu membersihkan meja dan meninggalkan Linley bersama Hogg di ruangan itu. Baru saat itulah Linley menaruh tasnya di hadapan ayahnya.

"Apa ini?" Hogg menatap Linley dengan curiaga.

"Cobalah buka sedikit." Linley berdiri dan menutup pintu ruangan itu. Hogg pun tertawa melihatnya. "Memangnya serahasia itu ya? Kau sampai harus menutup pintu."

Linley duduk kembali dengan yakin. "Ayah, kau bisa membuka tas itu sekarang."

"Hmmm, biar kulihat ada apa di dalam sini." Hogg membuka tas itu dengan penasaran, namun dia terkejut karena menemukan kantong lain di dalam tas itu. mulut kantong besar itu tertutup rapat, bagian dalamnya penuh dengan magicite core.

Hogg meraba kantong itu dan berkata dengan curiga. "Kantong ini besar sekali. Sepertinya isinya bukan emas. Apakah ini batu?" Hogg masih belum mengerti. Sambil bicara, dia membuka kantong itu.

Segera setelah kantong itu terbuka…

Tampaklah magicite core yang indah dan berkilau dengan berbagai macam warna, memancarkan cahaya seperti pelangi. Hogg pun terpana melihatnya. Kantong ini betul-betul penuh dengan magicite core. Selama hidupnya, Hogg belum pernah melihat yang sebanyak itu.

"Banyak sekali magicite core ini?" Mata Hogg terbelalak dan memandang Linley dengan kagum. Lalu dia menelan ludah perlahan. Hogg sudah pernah melihat magicite core sebelumnya, namun dia tidak pernah melihatnya dalam jumlah yang begitu banyak sekaligus. Magicite core dengan jumlah sebanyak itu dalam satu kantong tentulah mampu membuat siapapun yang melihatnya terpukau.

Linley mengangguk. "Betul. Tas ini isinya hampir seluruhnya adalah magicite core. Ada sedikit magestone juga di dalamnya. Dari yang pernah kubaca, megicite core sebanyak ini bernilai sekitar 70.000 koin emas.

"Tujuh puluh ribu koin emas?" Hogg merasakan jantungnya berdegub dengan liar.

Selama bertahun-tahun Hogg menderita karena kekurangan uang. Saat ini, meskipun Hogg bisa menghasilkan 500 koin emas, dia mungkin masih harus mencari pinjaman uang. Bisa dibayangkan betapa sulitnya kehidupan mereka.

Tujuh puluh ribu koin emas!

Harta macam apa ini? 70.000 koin emas tentunya cukup untuk memberi makan klan Baruch selama lebih dari 100 tahun.

"Tentu saja 70.000 itu hanya perkiraanku saja, dan harga itu adalah harga lama. Kurasa saat ini mungkin sudah bisa mencapai harga 80.000 koin emas." Linley berkata jujur.

Menatap magicite core yang berkilauan itu, Hogg merasa seperti bermimpi. Tubuhnya seakan melayang.

"Haaaaah. Haaaaah."

Hogg mengambil napas dalam-dalam dua kali sebelum akhirnya berhasil menenangkan dirinya.

"Linley, dari mana kau dapatkan magicite core ini?" Barulah hal ini terlintas di pikiran Hogg. Dia menatap Linley dengan pandangan mematikan. "Apa kau pergi ke Mountain Range of Magical Beasts?"

Linley mengangguk. "Ya, ayah. Aku mendapatkan semua ini di Mountain Range of Magical Beasts."

"Kau… kau…" Hogg tiba-tiba merasa marah. "Mountain Range of Magical Beasts adalah salah satu tempat paling berbahaya di seluruh benua ini. Untuk masuk ke sana butuh usaha yang luar biasa. Mengapa kau tidak merundingkannya dulu denganku sebelum masuk ke sana?"

Namun setelah selesai bicara, Hogg malah tertawa.

Lagipula, Linley sudah masuk ke sana. Dia pasti sudah tahu betapa berbahayanya.

Hogg menundukkan pandangannya dan terdiam. Dia melihat Linley dengan ekspresi "sedang mendengarkan ceramah" yang sungguh-sungguh di wajahnya, lalu menggelengkan kepala dan mendesah. "Linley, bukannya aku, ayahmu, mau membentakmu. Tapi kau harus tahu bahwa saat ini kau adalah seorang Mage jenius di Ernst Institute. Di masa depan, kau tidak akan menemui hambatan untuk mengembangkan potensimu. Ada beban berat untuk melayani klan Baruch yang akan ditimpakan di pundakmu. Lagipula, adikmu juga masih muda. Entah berapa lama dia akan bisa menjadi Dragonblood Warrior yang sesungguhnya. Harapanku seluruhnya tertumpu padamu sekarang, begitupun dengan harapan seluruh klan Baruch. Itulah mengapa kau tidak boleh bermain-main dengan hidupmu."

Linley tidak berani bicara.

"Buka bajumu. Biar kulihat apa kau mengalami luka-luka." Tiba-tiba Hogg berkata.

Membuka bajunya?

Linley meragu. Saat memakai baju, memang tidak ada yang tahu, selain Linley, betapa mengerikannya pemandangan bekas luka sayatan di tubuhnya.

Hogg merengut. "Bukalah."

Setelah berpikir sejenak, akhirnya, Linley membuka bajunya dan bertelanjang dada. Di dadanya yang tegap, terdapat bekas luka yang tak terhitung jumlahnya, dan bahkan ada beberapa luka yang tampak fatal.

Melihat luka-luka yang mengerikan di tubuh Linley, Hogg merasakan hatinya bergetar.

Hogg mengulurkan tangan ke arah dada Linley dengan gemetar. Hatinya pun muram. Berapa banyak rasa sakit yang harus ditahan oleh anaknya, berapa kali nyawa anaknya terancam? Hogg bahkan tidak ingin memikirkannya.

"Linley, kau…" Hogg tersedak.

"Ayah, lihatlah. Aku baik-baik saja." Linley akhirnya berkata, berusaha menenangkan ayahnya.

Hogg memandang tumpukan magicite core itu yang bernilai setara dengan banyak sekali uang, lalu sekali lagi memandang luka-luka yang mengerikan di tubuh Linley. Seluruh tubuh Hogg gemetar.

Dia merasa kebencian meliputi dirinya.

Dia membenci dirinya sendiri karena merasa tidak berguna, tidak berdaya!

Hogg menarik napas dalam, lalu terdiam, memandang langit-langit. Akhirnya dia berkata dengan suara pelan, "Linley, kau telah seharian menempuh perjalanan. Kau pasti lelah. Istirahatlah."

"Baik, ayah."

Linley pergi perlahan, meninggalkan Hogg sendirian, duduk kesunyian di ruang makan yang diterangi cahaya lilin itu.

Bab berikutnya