webnovel

Gunung Suci (Bagian III)

Editor: Atlas Studios

Daun merasa seluruh tubuhnya membeku.

Di sebelah kirinya, dua sosok bayangan keluar dari balik kegelapan malam, sosok itu besar dan ganjil, berbeda dari muka binatang iblis yang biasa ditemui. Kemudian, Daun melihat ada dua sosok yang menunggangi punggung binatang Iblis berjenis binatang campuran. Mereka tinggi, dua kali ukuran tubuh orang normal. Mereka tidak mengenakan baju zirah tetapi mengenakan pakaian dari bahan yang tidak diketahui. Tidak, orang tidak akan menyebut itu sebagai pakaian. Seolah-olah mereka terbungkus dari kepala hingga ujung kaki dengan kulit binatang yang membengkak, menggembung di seluruh tubuh mereka.

Namun hal yang paling mencolok dari kedua sosok itu adalah topeng yang mereka kenakan — mereka benar-benar telah mengubah kepala binatang iblis, menjadi lebih bengis dan mengerikan. Mata mereka terlihat seperti kristal berwarna coklat kemerahan di dalam tengkorak mereka. Sepotong kulit di kepala mereka tampak terkelupas, menjuntai ke punggung mereka. Satu orang dilengkapi dengan beberapa tombak yang terletak di binatang yang ia tunggangi, sosok yang lainnya dilengkapi dengan sarung tangan besi berbentuk aneh. Dari tampilannya, sarung tangan besi itu hanya memiliki tiga buah jari.

Hanya ada satu kata yang terpikir di benak Daun, "Iblis".

"Musuh!"

Teriakan Cara menarik semua perhatian kembali kepada musuh. Penyihir yang bernama Batu meletakkan tangannya di tanah, mengubah tanah bersalju di depan mereka menjadi sebuah rawa yang besar. Ini adalah sebuah tindakan yang tepat. Tunggangan iblis itu adalah seekor serigala hibrida yang bersayap. Mereka tidak hanya cepat tetapi juga bisa terbang untuk jarak pendek. Namun, kedua binatang ini jelas tidak bisa terbang, kedua sayap mereka telah dipotong, sebuah tali diikat ke tubuh mereka, yang dipegang oleh iblis-iblis yang mengendarai mereka. Karena itulah serigala itu tidak bisa terbang di atas rawa tetapi mereka harus menyeberanginya. Ini akan memberi waktu bagi para penyihir untuk melarikan diri.

Namun, musuh tidak bertindak seperti yang diharapkan. Sebaliknya, mereka mengendarai tunggangan mereka ke depan, dan memasuki rawa itu. Kemudian, dengan semacam dorongan, binatang iblis itu melompat ke udara, melintasi jarak yang tersisa, dan berada tepat di mana para penyihir yang tidak bisa bertempur itu berkumpul.

"Menyebar, cepat!!" Suara Daun yang berteriak belum juga selesai ketika iblis bertangan besi yang mengenakan sarung tangan besi tiga jari membunuh para penyihir yang berada di kerumunan. Tingkat ketangkasan iblis ini tidak sesuai dengan tubuhnya sama sekali. Penyihir yang berada dekat dengannya tidak punya waktu untuk bereaksi dan mereka langsung dihantam di bagian kepala. Lalu ada dua saudari lagi yang dicekik di leher oleh iblis itu. Yang lainnya berlarian dengan panik. Hanya Shino yang berdiri dengan diam. Meskipun kemampuannya tidak cocok untuk bertarung, ia tidak berbalik, tetapi ia menarik panah dari punggungnya dan membidik makhluk itu. Iblis bertangan besi menghindar ke samping, ia mengangkat kakinya dan menendang Shino hingga terpental. Begitu kerasnya tendangan itu sehingga terdengar suara berdebum. Gadis kecil itu tergeletak di tanah dan darah mengalir keluar dari mulutnya.

Iblis yang memegang tombak berbalik, ia menuju kepada penyihir yang bernama Batu yang terlihat ketakutan. Tepat ketika iblis itu hendak menikam Batu di dadanya, sebuah api meledak di depannya. Si Sinar Merah berguling di antara kedua kakinya, meraih tangan Batu dan melarikan diri. Musuh mereka berusaha mengejar tetapi terhenti oleh dinding gas berwarna hitam.

Daun mengerahkan semua kekuatannya ke dalam bumi dan menyebabkan semua jenis tanaman muncul dari dalam tanah.Tanaman rambat berduri melilit dan menjerat iblis itu. Cara memanggil ular sihirnya yang bernama "Kesakitan" yang menggigit lengan iblis itu. Ketika iblis itu mengibaskan tangannya untuk menyingkirkan ularnya, tanaman rambat menjalar dan mencengkeram kakinya, menarik iblis itu ke belakang dan membuatnya jatuh ke tanah.

"Lari, saudariku, lari!" Jerit Daun, suaranya bergetar karena ketakutan. "Selamatkan diri kalian, cepat! Cepatlah lari dari monster mengerikan ini! Mereka ada di dalam naskah kuno sebagai sumber kejahatan, iblis yang muncul dari Gerbang Neraka!"

Racun dari ular sihir milik Cara tampaknya tidak berpengaruh apa-apa terhadap iblis itu. Iblis yang bertangan besi jatuh ke tanah, sepertinya ia ingin meraih tanaman rambat yang telah menjeratnya. Iblis yang memegang tombak melihat kesulitan yang dialami rekannya dan segera fokus pada Daun, yang mengendalikan tanaman rambat itu. Iblis itu mengangkat tombaknya, mengambil posisi untuk melemparkan tombaknya, lengannya dengan cepat berubah menjadi lebih besar. Kulitnya merenggang sampai Daun bisa melihat pembuluh darah dan tulang-tulang yang berwarna gelap.

"Daun, awas!!" Penyihir bernama Batu sekali lagi mengubah tanah menjadi sebuah rawa, kali ini ia langsung menyodorkan dirinya ke depan musuhnya. Iblis yang memegang tombak langsung tenggelam, dan tombak yang ia lempar langsung berubah arah, terbang secara diagonal ke tanah tepat di depan Daun. Bagian tombak setinggi manusia normal menancap ke tanah. Daun langsung berkeringat dingin.

Setelah melemparkan tombaknya, lengan iblis yang bengkak itu menyusut dengan cepat, menjadi sesuatu yang mirip sepotong kayu kering.

Iblis yang memegang tombak itu tidak bisa melempar tombaknya lagi sekarang! Daun segera menyadari bahwa ini adalah saat yang tepat untuk melarikan diri. Ia tidak sendirian dalam hal ini. Si Batu, Si Sinar Merah, dan Si Pencari Angin, yang telah berjuang bersama melawan iblis bertangan besi itu, mereka segera berlari ke arah Cara. Mereka ingin membawa Cara pergi bersama mereka. Hanya Daun yang sempat melihat iblis yang dijeratnya itu menarik dan memutuskan tanaman rambatnya untuk menangkap ketiga wanita itu.

"Apa yang sedang iblis ini lakukan? Tunggu!"

"Tidak …" Daun terlambat untuk memperingatkan mereka, selagi cahaya berwarna biru muncul dari tangan iblis itu. Cahayanya seperti kilat yang turun dari langit dan melesat mengenai ketiga saudari itu. Kilat berwarna biru itu melompat di antara ketiga wanita itu, dan berderak. Tubuh mereka naik ke dalam asap berwarna putih, dan mereka jatuh ke tanah, dan jubah mereka terbakar di belakang tubuh mereka.

Serangan itu sepertinya menghabiskan energi yang besar dari iblis itu, dan dengan nafas yang tersengal-sengal, iblis itu berhenti bergerak. Pada saat ini, kekuatan sihir Daun telah mencapai batasnya. Tanaman rambatnya mulai hancur dan berubah, berubah menjadi ilalang yang layu.

"Semuanya sudah berakhir," pikir Daun. Teriakan putus asa Cara terdengar memudar seolah Daun telah pergi jauh karena kekuatan di tubuhnya memudar seperti air pasang. Daun jatuh ke tanah tanpa daya.

Setelah beristirahat sejenak, iblis bertangan besi perlahan bangkit berdiri. Tidak ada yang bisa menghentikannya saat ini ketika ia berdiri di depan Cara yang ketakutan. Iblis itu mengulurkan tangannya dan mencekik tenggorokan Cara, yang mati-matian berusaha untuk membebaskan diri dari jari-jari monster itu, tetapi usahanya sia-sia dalam keadaan seperti ini. Sambil berjuang, Cara memanggil ular sihir keluar dan ular itu menggigit lengan dan leher musuhnya, tetapi monster itu tidak bergeming malah mencengkeram leher Cara lebih kencang.

Selagi ini terjadi, salah satu ular sihir milik Cara menggigit kulit monster itu di kepalanya. Darah berwarna merah muncrat dari kulitnya, memperlihatkan otot-otot dan tulang-tulang. Iblis bertangan besi itu mengeluarkan suara teriakan yang mengerikan, kulitnya dengan cepat membusuk di dalam selubungan kabut merah. Meskipun monster itu melepaskan tangan besinya setelah digigit ular dan mencoba untuk menahan racunnya dengan panik, kabut merah itu menghilang dengan cepat dan tubuhnya mulai gemetaran. Monster itu roboh ke tanah, dan tak bergerak.

Iblis yang memegang tombak dengan separuh tubuhnya yang masih berada di dalam rawa itu berteriak. Daun belum pernah mendengar suara seperti itu. Suaranya terdengar seperti jeritan melengking dan raungan yang rendah secara bersamaan, dan suara itu membuat telinganya sakit.

Tapi raungan musuh tidak membuat Daun melarikan diri, melainkan memberinya hasrat untuk memenangkan pertempuran ini.

Sambil menggigit bibirnya, Daun berjuang untuk bangkit berdiri dan mengambil panah yang dijatuhkan Shino. Setelah mengisi anak panahnya kembali, Daun berdiri di depan iblis yang memegang tombak itu. Iblis yang memegang tombak itu jelas mengerti apa yang ingin Daun lakukan, kedua lengannya melambai-lambai dengan putus asa. Namun di rawa, semakin kita menggeliat, semakin cepat kita tenggelam. Iblis itu mencoba agar air tidak masuk ke paru-parunya, tetapi tenggorokannya terbuka.

"Ini untuk saudari-saudariku," pikir Daun, sambil membidik ke arah monster itu, lalu ia menarik busurnya.

Panah itu mengenai monster itu, dan percikan merah menyembur keluar di bagian yang terkena panah. Ketika darah merahnya menyembur, kepala musuh terkulai.

Daun telah membunuh iblis itu.

Sambil meninggalkan panah itu, Daun melihat ada lebih dari dua belas orang saudarinya yang telah kehilangan nyawa mereka. Daun jatuh terduduk ke tanah dan tangisnya meledak.

Bab berikutnya