webnovel

Pertempuran di Hermes ( Bagian II )

Editor: Atlas Studios

Tetapi pertempuran terakhir yang Alicia harapkan tidak terjadi.

Seseorang telah berjalan ke arah Alicia dan orang itu menurunkan pedang yang sedang digenggam oleh Alicia.

"Mundurlah," pria itu berbicara dengan nada suara yang lembut dan jelas. Alicia memperhatikan bahwa pria ini adalah salah satu prajurit yang tetap berada dalam formasi. Di lengannya, pria ini mengenakan tanda Komandan Resimen1. "Pasukan Penghukuman Tuhan telah datang."

Alicia memalingkan kepalanya dan melihat satu pleton pasukan yang terdiri dari prajurit-prajurit bertubuh tinggi, berjalan satu per satu, mereka semua mengenakan baju zirah yang mengkilap dari kepala hingga ke kaki yang memantulkan warna keperakan dalam air hujan dan mereka berjalan melewati Gerbang Utara. Mereka semua mengenakan jubah berwarna merah di punggung dan membawa berbagai macam senjata di tangan mereka. Beberapa prajurit ada yang memegang pedang dan perisai, dan prajurit yang lain ada yang memegang tongkat berbendera kerajaan, tombak atau kapak besi. Mereka tidak melanjutkan formasi setelah melewati jembatan gantung tetapi langsung bergabung dan bertarung melawan binatang Iblis secara langsung.

[Strategi macam apa itu! Ini sungguh kekanakan! Ketika berhadapan dengan binatang hibrida iblis yang kekuatan dan kecepatannya jauh melampaui manusia, satu-satunya cara untuk mengalahkan mereka adalah dengan tetap berada dalam formasi dan melawan mereka secara kolaboratif. Apakah mereka ingin melawan binatang hibrida iblis secara individual dengan cara seperti ini? Haruskah aku hanya menunggu dan tidak melakukan apa-apa sementara Pasukan Penghukuman Tuhan bertempur melawan para monster itu?] pikir Alicia.

"Kita harus membantu mereka!"

"Tidak akan ada gunanya." Pria itu menggelengkan kepalanya. Wajahnya tampak suram. "Kita hanya bisa melihat saja. Jika kita ikut masuk tergesa-gesa, kita hanya akan memperburuk keadaan."

"Memperburuk keadaan?" Alicia menatap pria itu dengan kesal. "Apakah aku telah salah menilai tentang pria ini? Apakah pria ini hanya seorang pengecut?" Alicia memegang pedangnya dengan erat dan berjalan melewati pria itu, dan Alicia siap untuk bergabung ke dalam pertempuran. Meskipun Alicia juga tidak merasa yakin mengenai nasib Kota Suci yang Baru di masa yang akan datang, yang dapat ia lakukan saat ini adalah melawan musuh sampai akhir hayatnya.

Sebelum Alicia melangkah lagi, ia melihat sebuah pemandangan yang luar biasa.

Seekor binatang hibrida iblis terbang menukik dari langit. Dengan sayap raksasa berwarna abu-abu yang membentang hampir selebar empat meter, binatang itu tampaknya berasal dari neraka. Binatang itu memiliki kepala burung dengan tanduk domba di atas kepalanya dan dua cakar berduri yang bisa menembus lapisan baju zirah prajurit mana pun.

Binatang hibrida iblis ini biasa menyerang secara vertikal, yang membuat pertahanan barisan menjadi sangat sulit. Perisai yang berat tidak akan banyak berguna dalam menghadapi kekuatan terkaman dari binatang ini. Kekuatan benturan yang kuat akan menekan lengan serta tulang dada prajurit yang sedang memegang perisai. Tidak mungkin bisa bertahan hidup dengan kondisi itu. Satu-satunya cara untuk menghadapi serangan fatal tersebut adalah menghindari serangan vertikal dengan cara berguling ke samping sebelum binatang itu mendarat.

Tapi tidak seorang pun dari Pasukan Penghukuman Tuhan yang bisa mengelak dari serangan binatang itu. Seorang prajurit berbaju zirah mengulurkan kedua tangannya satu menit sebelum binatang hibrida itu menerkamnya, prajurit itu memukul cakar binatang itu dengan tangannya sendiri. Kekuatan pukulan itu begitu hebat sehingga terdengar suara seperti sebuah petasan yang meledak. Debu beterbangan di sekeliling prajurit dan monster itu. Baju zirahnya juga berdecit karena serangan binatang itu.

Prajurit itu menurunkan tubuhnya dengan menekuk kaki kanannya dan menjaga agar punggungnya tetap lurus. Binatang hibrida itu tidak dapat menyerangnya pada saat itu. Prajurit lainnya segera mengarahkan tombaknya pada binatang hibrida ini dan cahaya berwarna perak melesat di depan mata Alicia, lalu Alicia melihat kepala monster itu menjadi hancur terkena lemparan tombak prajurit.

Prajurit itu melemparkan bangkai binatang hibrida itu ke tanah. Lengan prajurit itu tampak patah. Sepertinya tangannya telah patah karena serangan yang sebelumnya. Tetapi meskipun lengannya patah, prajurit itu mengambil sebuah kapak dari ikat pinggangnya dan bergerak menuju ke arah binatang iblis lainnya.

Alicia tidak bisa mempercayai apa yang ia lihat ketika dirinya melihat bagaimana manusia telah berhasil melawan monster-monster ini. Ratusan prajurit dari Pasukan Penghukuman Tuhan telah menyebar ke arah kawanan binatang iblis. Mantel merah mereka tampak seperti sebuah sungai darah yang bisa mencegah musuh bergerak maju. Alicia sekarang mengerti apa yang dimaksud oleh Komandan Resimen dengan "membuat keadaan menjadi lebih buruk". Setiap prajurit ini memiliki kemampuan untuk melawan sepuluh binatang iblis, karena kekuatan, kelincahan dan kecepatan mereka sebanding dengan binatang hibrida iblis itu. Tidak, bahkan kekuatan para prajurit ini lebih baik dari para binatang Iblis. Binatang Iblis biasa bukanlah tandingan mereka.

"Mereka sangat luar biasa!" Alicia berseru dengan senang. Dengan para prajurit yang kuat ini, Katedral Hermes tidak mungkin jatuh ke tangan musuh. "Ah. Aku belum tahu siapa namamu. Namaku Alicia Quinn, aku seorang Kapten di Pasukan Penghakiman. Kamu sepertinya banyak mengetahui tentang kekuatan dan kemampuan dari Pasukan Penghukuman Tuhan?"

Pria itu menatapnya dengan pandangan dingin sedingin hujan es. Ia tidak menyebutkan namanya, tetapi hanya berkata, "Saudaraku adalah seorang prajurit dalam Pasukan Penghukuman Tuhan."

*******************

"Kelihatannya kita akan menang," kata Uskup Agung Mayne, dari atas kubah katedral dengan teleskop yang berada di tangannya. Disinilah titik terpenting di Kota Suci yang Baru. Seseorang dapat dengan mudah melihat lebih dari setengah medan peperangan dari sini melalui teropong berbahan kaca dari fjord. "Hentikan alat pelontar batu itu. Pasukan Penghukuman Tuhan akan segera tiba di atas tembok kota."

"Bukankah kemenangan itu sudah bisa dipastikan?" terdengar suara yang lainnya menjawab. Pria itu mengenakan jubah uskup berwarna emas yang sama seperti Mayne. Namun suaranya terdengar seperti orang tua. "Yang terpenting adalah pasukan dari keempat kerajaan hancur semua."

"Benar. Dengan cara ini, kekuatan pertahanan mereka di wilayah perbatasan akan sangat lemah," kata seseorang di antara mereka. Wanita ini adalah yang anggota yang termuda di antara mereka, usianya tidak lebih dari tiga puluh tahun, dan merupakan satu-satunya perempuan di antara ketiga Uskup Agung. "Sebuah pasukan yang berdiri terdiri dari lima ribu orang yang dipersenjatai dengan baik dan terlatih ditambah hampir seribu orang kesatria. Bahkan jika seseorang mulai membentuk pasukan dari sekarang, hal itu masih akan memakan waktu empat sampai lima tahun lamanya. Hm…." Wanita itu berseru, "Sungguh sebuah rencana yang indah dan sangat jahat!"

"Tetapi untuk mencapai tujuan ini, kita telah kehilangan banyak prajurit dari Pasukan Penghakiman. Mereka semua adalah kekuatan utama milik Gereja." Mayne mendesah. "Jika ada rencana lain yang bisa berjalan secepat ini, aku tidak akan mengorbankan mereka ke dalam pertempuran ini."

Orang tua itu memegang janggutnya dan berkata, "Kita tidak punya pilihan lain. Seperti yang sudah dikatakan oleh Kitab Suci kita, Binatang Buas dari Hutan Rimba telah muncul. Hanya ada sedikit waktu yang tersisa. Jika kita tidak dapat menyatukan seluruh benua dan mengumpulkan semua kekuatan, malapetaka sudah menanti kita."

"Malapetaka bukanlah hal yang buruk." Wanita itu tersenyum licik. "Manusia adalah makhluk yang serakah, jahat, dan bodoh. Manusia melakukan hal-hal yang lebih mengerikan dari apa yang telah dilakukan binatang Iblis. Iblis di neraka pun masih lebih baik dari kita."

"Heather!" Orang tua itu berseru dengan nada marah. "Apa yang kamu katakan sungguh biadab! Apakah kamu mencoba untuk melanggar perintah Tuhan?"

"Anda tidak perlu merasa khawatir tentang itu, Tuan Tayfun." Heather mengangkat bahunya sebagai tanda tidak setuju. "Akulah yang bertanggung jawab atas Pengadilan, bukan Anda! Lagi pula, apakah Tuhan memerintahkan kita untuk tetap bertahan hidup? Bagaimana Anda tahu apakah Tuhan lebih peduli pada kita daripada terhadap iblis?"

"Kamu….!"

"Sudah cukup! Tayfun! Heather!" Mayne berkata dengan kasar, "Cukup untuk hari ini. Nanti, aku akan melaporkan seluruh situasinya kepada Paus. Sekarang kalian harus menyelesaikan urusan kalian masing-masing."

Ketika kedua orang itu telah pergi, Mayne berdiri di depan jendela bergaya Perancis dan melihat ke arah utara. Di belakang Pegunungan Tak Terjangkau, terbentang dataran Everwinter yang tertutup salju dan di sebelah baratnya adalah wilayah Tanah Barbar, tempat semua kejadian ini bermula.

Mayne mengetahui bahwa ucapan Uskup Agung Tayfun memang benar. Prajurit Pasukan Penghukuman Tuhan memang sangat istimewa dan langka. Mereka adalah orang-orang yang dipilih dan dilatih dari orang-orang yang paling setia kepada Gereja dan memiliki pengabdian yang paling kuat. Dengan hampir seratus tahun usaha pembangunan yang dilakukan Gereja, masih ada tidak lebih dari seribu orang di dalam pasukan ini, yang jumlahnya jauh dari cukup untuk melawan para iblis.

Tetapi ini semua yang bisa disediakan oleh pihak negara bagian utara. Jika mereka menginginkan lebih banyak kekuatan, tidak ada alternatif lain untuk menyatukan seluruh benua.

Tentu saja, apa yang dikatakan Uskup Agung Heather juga benar. Heather telah menyeret sepuluh ribu para penjahat dan penyihir ke pengadilan. Tapi semua pengadilan yang telah dilalui oleh para penjahat dan penyihir itu tidak lebih kejam dari sebuah Kemenangan Pyrrhic2 hari ini.

Semakin tinggi status seseorang di dalam Gereja, semakin besar pula orang dapat merasakan bahwa Tuhan itu tidak baik atau jahat.

"Bagaimana Anda tahu kalau Tuhan lebih peduli kepada iblis?" Memikirkan kata-kata Heather, Mayne tidak bisa menahan tawanya. Hanya Heather yang bisa membuat Tuan Tayfun meradang dan tak bisa berkata-kata. "Hanya itu saja", pikir Mayne dalam hati, "Tuhan tidak peduli pada orang-orang yang ada di bumi, sama seperti Tuhan tidak peduli juga pada iblis."

"Tuhan hanya peduli pada orang-orang yang keluar sebagai pemenang."

Bab berikutnya