"Aku kewalahan. Kau adalah hidupku, tetapi hidup jauh dari kata adil."
_______
Dilematik sekali, karena adik kakak berbeda ibu ini menyukai satu perempuan yang sama tetapi Melody tak pernah merestui mereka untuk dekat dengan Irina. Tidak, hanya Kanneth, Marcus tidak pernah mendengarkan peringatan ibunya tentang perempuan yang akan dia kencani selama ini.
Bahkan oleh Liam sendiri, ayahnya, hidup Marcus itu bebas dan juga tidak terkekang sepertinya.
Itulah sebabnya, Kanneth nekat mengajak Irina menikah muda. Tanpa sepengetahuan orangtua mereka, menikah atas keinginan dan pilihan yang akan di pertanggung jawabkan akhirnya.
Keduanya sampai di parkiran dan melihat jika marcus tengah berbicara dengan seseorang, Irina melihat itu segera berteriak. "Marcus! Cecil!!" kemudian dia melambai senang.
Kanneth merasa seperti angin, tak dianggap kehadirannya meski mengganggu. Tapi tetap, dia mengikuti langkah sang istri meninggalkan Olivia dan teman-temannya di kantin dengan segudang pertanyaan.
"Bukannya mereka backstreet ya?" Tanya Sintia lebih dulu kepada ketiga temannya.
Olivia sendiri memiliki wajah yang paling buruk, beberapa orang bahkan terang-terangan bertanya pada mereka tentang hubungan Kanneth dan Irina yang baru saja di tonton oleh banyak orang.
"Entah, tapi gue lebih ngedukung sih kalau begitu." Timpal Rio sambil menatap layar ponsel miliknya.
Diki yang mendengar itu menyenggol lengan Rio untuk diam, karena melihat wajah Olivia yang semakin berang.
"Jangan bahas disini deh, kan Kanneth minta kita jangan sampe ada yang tau!" Kata Diki pada ketiga temannya. Rio mengangkat bahunya tak peduli, dia hanya tidak suka karena Kanneth berselingkuh dengan sahabatnya sendiri dan Olivia juga menikmati perselingkuhan itu tanpa memikirkan perasaan Irina.
Sedangkan di parkiran, Irina mendekat kearah Marcus bersama Kanneth yang tak melepaskan pegangan tangannya pada sang istri. Tak membiarkan perempuan itu menjauh, meski Irina mencoba melepaskan tangannya sekalipun.
"Oh, Irina!! Kok kamu bisa sih kenal sama kakak ganteng sih, mana gak dikenalin ke aku pula!!" Ujar Cecil pertama kali membuat Irina tersenyum karenanya.
"Loh, emang buat apa toh."
"Ya, aku kan pengen kenalan. Siapa tau kita jodoh!"
"Halah, kepengen kamu doang itu mah!" Irina terkekeh mendengar jawaban dari Cecil.
Sedangkan Kanneth mendekati Marcus yang menyapanya, dia sendiri malah merasa canggung dengan suasana ini. Ingin bertanya, tapi mulutnya terkunci. Ada rasa sungkan saat berhadapan dengan Marcus, meski mereka kakak beradik. Kedua tak begitu dekat sejak Melody banyak mengatur kehidupannya sampai ke hubungan dengan perempuan sekalipun, Melody entah kenapa selalu merasa terancam jika Kanneth berada di dekat Marcus.
"Ah, sudah dulu ngobrolnya Irina. Temen-temen aku udah gak sabar sama nomor kak Marcus, makasih banyak kak. Aku pergi dulu kalau gitu, dah... Irina." Ujar Cecil bahkan ikut mengabaikan Kanneth yang tepat berada di sisi Marcus.
"Kanneth, kok kamu masih disini. Aku pikir kamu udah pergi, aku mau ngobrol sama Marcus sebelum jam kerja aku. Sampai jumpa." Ucapnya sambil memberikan ciuman di kedua pipi Kanneth, padahal dia tau sedari tadi tangannya di pegangi suaminya.
Hal yang tak pernah Irina lakukan selama ini di depan publik, Kanneth sangat senang dan reflek membukakan pintu penumpang di sisi kemudi. Tak membiarkan Marcus membukakan pintu untuk istrinya, dia menunduk dan berkata pada Marcus.
"Kak, aku titip pacarku." Kemudian dia beralih menatap kearah Irina."Tolong kabarin aku kalau kamu udah ada di tempat kerja, aku mau ajak kamu makan malam setelahnya."
"Oke."
....
Setelah mobil meninggalkan pelataran kampus, wajah Irina yang tersenyum setelah memberi salam perpisahan pada suaminya langsung hilang saat itu juga. Mengeluarkan tenaga untuk menyenangkan hati Kanneth dan membuat pria itu lengah adalah apa yang Irina lakukan kali ini, dia akan membuat sebuah perkara besar.
Menarik ular yang biasanya bersembunyi menunggu mangsa mendekat, sekarang dia yang akan mendekat ke sarangnya agar mereka memakan umpan.
"Kamu ada masalah dengan Kanneth?"
"Yeah... seperti biasa, tapi itu gak masalah kok. Kita kemana nih?"
Marcus mengerti saat Irina mengalihkan topik, perempuan itu memberikan lampu berhenti agar tak lagi bertanya perihal masalah yang terjadi dengannya dan Kanneth.
"Kita ke cafe aku yang minggu lalu baru buka, aku traktir kali ini."
"Oke."
....
Keduanya sampai di cafe milik Marcus, pria itu segera turun dan memutar mobil untuk membukakan pintu untuk Irina. Perempuan itu berterima kasih dan berdiri menunggu Marcus masuk bersamanya, masih menggunakan pakaian sederhana dan juga tas kuliah.
Sebenarnya pertemuan ini hanya Irina terima karena ingin melarikan diri dari hadapan Kanneth, beberapa hari setelah mengetahui suaminya berselingkuh dan tidur bersama sahabatnya itu. Irina tak mampu menatap wajah Kanneth dan berakting baik, bahkan saat ini Irina merasa mual jika mengingat dia baru saja mencium suaminya.
Dimana wajah Kanneth juga pernah dicium oleh perempuan itu, sungguh Irina harus menahan diri agar tak terlihat terganggu. Melelahkan bukan?
Itulah sebabnya, kesempatan datang untuknya melarikan diri tak akan disia-siakan. Dia menatap layar ponselnya, pesan masuk dari Kanneth hanya dibaca tanpa dibalas. Bahkan wajahnya tak lagi menampilkan ekspresi pasti, semuanya mendingin dan beku didalam hatinya.
[Bilang aku kalau udah selesai, nanti aku jemput. Aku pulang kerumah malam ini, karena mamah curiga aku gak pulang selama sebulan kerumah.]
"Ayo kita masuk." Ajak Marcus menarik lengannya.
Saat sampai, Irina melihat jika kafe milik kakak iparnya ini sudah begitu ramai dan mulai dikenal banyak orang. Apalagi sering sekali cafe milik Marcus ini direservasi oleh kalangan konglomerat untuk melakukan acara kecil sampai besar, karena Marcus juga memang memfasilitasi hal tersebut.
"Aku mau kekamar mandi dulu, mau bedakan dikit." Ujarnya Mencari alasan untuk menuntaskan mual yang terasa .sudah memutar isi perutnya.
....
Irina mengangkat wajahnya, melihat rupanya yang mengurus. Cekungan di bawah matanya terlihat, dia jadi sangat pucat. Segera mengambil bedak dan juga lipstik di dalam tas, dia sadar jika wajahnya tak secantik Olivia. Bahkan postur tubuhnya tak seindah Olivia, perempuan itu dikatakan sangat sempurna dan cocok dengan suaminya.
Tetapi dia, orang menilai dari cara berpakaian dan juga latar belakang. Irina yang miskin dan juga memakai baju seadanya, selalu dinilai tak pantas menjadi selingkuhan Kanneth. Tidak, dia istri sahnya, Olivia adalah orang ketiga dalam rumah tangganya.
Orang lain hanya tau dia dan Kanneth berpacaran, nyatanya mereka sudah menikah. Naif memang, menikah karena cinta, padahal cinta akan hilang dimakan waktu tanpa komitmen dan kepercayaan.
Irina berjalan keluar dari kamar mandi setelah memoles wajahnya agar lebih berwarna, tetapi beberapa orang melihat ke arahnya dengan pandangan aneh. Beberapa bahkan menegur Irina, namun di abaikan olehnya.
"Mbak, lipstiknya terlalu cerah."
"Abis makan darah ayam, mbak?!"
"Aneh dia, tadi pas dateng gak begitu deh."
"Biarin ajalah, urusan dia, toh gak ganggu juga."
"Ganggu pandangan sih, iya!!"
Lalu kenapa? Irina sudah biasa menjadi kuman yang mengiritasi mata banyak orang, teman-teman kampus seangkatannya berkata begitu. Kebanyakan memandangnya tak berharga, dan juga tak patut dihormati sebagai sesama manusia.