webnovel

UNFORGIVEN BOY

Bertemu dengannya adalah anugerah, karena dia menunjukkan ku sisi lain dunia yang tak pernah ku lihat. Mengenalnya adalah kebahagiaan, karena dia memberi ku warna lain dalam hidup yang tak pernah ku tahu.... Bersamanya adalah mimpi, karena dia membuatku seolah menjadi gadis sempurna di balik semua kekurangan yang aku punya. Aku, bukanlah gadis cantik yang sempurna. Aku adalah gadis buruk rupa yang sering disebut sebagai anak singa. Namun begitu, andai takdir bisa diulang kembali, maka aku tak ingin bertemu dengannya, aku tak ingin mengenalnya, dan aku tak ingin bersamanya. Karena, terlalu banyak hal yang hilang tak bersisa, semenjak ada dia. Dia, adalah seorang lelaki, yang sampai kapanpun tak akan pernah ku lupa. Dia, adalah seorang lelaki yang sampai kapanpun tak akan pernah ku maafkan, dia, ya dia.

PrincesAuntum · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
160 Chs

Complicated -B

"Ada anak tikus masuk kandang harimau, nih!" seru seseorang yang berhasil menghentikan langkahku juga Sekar. Aku tidak tahu, siapa yang dimaksud tikus. Apakah itu aku?

Ku toleh ke belakang, rupanya ada cowok bertubuh besar itu. Cowok yang membentakku beberapa hari yang lalu. Ya, cowok itu. Ketua geng dari SMA Harapan Bangsa, cowok yang ditinju Ricky sampai berdarah saat kejadian tawuran dulu.

"Katanya, anak Pelita Mulya cantik-cantik. Mana? Kok yang ada itik buruk rupa kayak gini!" seru cowok lainnya. Cowok dengan tubuh cungkring dan rambut yang aku tidak tahu, jenis rambut model apa itu.

Kurutuki diriku sendiri. Seharusnya, aku berlari. Padahal, gerbang sudah sebentar lagi. Tapi, kenapa nasib sial selalu menghampiriku? Terlebih, sekarang Sekar sudah gemetaran. Memegangi lenganku takut-takut.

"Gue kasihan sama kalian, ya. Rela banget kayaknya jadi tumbal anak Pelita Mulya. Apa kalian bodoh sampai nggak tahu, arti dari SMA musuh masuk ke tempat kami?"

"Kami hanya menjalankan tugas, kok." jelasku. Mereka terbahak seolah jawabanku itu lucu. Tapi, aku tidak tahu, letak lucunya di mana.

"Udah jelek, bego lagi! Susah banget sih hidup lo. Dasar, rambut mie rebus setengah mateng!"

Sedih? Tidak. Memang sudah seharusnya mereka berlaku seperti itu. Bahkan, aku sudah terbiasa dengan hal itu. Yang tidak membuatku biasa malah sebuah pujian. Karena, aku tidak pernah mendapatkannya.

"Tapi, lumayan juga sih. Buat mainan." Alex, nama cowok bertubuh besar itu mendekat. Dan itu berhasil membuatku takut. Aku takut akan diperkosa, kemudian dibunuh seperti berita-berita di TV. Aku masih ingin hidup, aku masih ingin meneruskan studiku.

"Maaf, lepaskan kami." mohonku. Aku tidak mungkin mengharapkan Sekar. Karena dia hampir pingsan.

"Tidak akan pernah ada di dalam kamus, anak SMA Pelita Mulya akan keluar dengan utuh, ngerti?" ancamnya. Suaranya memang hanya berdesis. Bahkan, lebih tepat seperti bisikan. Namun begitu, bisikan kecil itu memiliki makna yang sangat besar. Sebuah ancaman yang mengatakan jika aku dalam bahaya. Aku, tidak dalam keadaan baik-baik saja.

"Nilam!" teriak Sekar. Saat tangannya dipegangi laki-laki cungkring yang bernama Andrew.

Ku coba meraih tubuh Sekar, tapi tanganku ditarik paksa oleh Alex. Tuhan, bisakah ada keajaiban? Meski sekali. Aku tidak butuh menjadi cantik dan sempurna. Aku tidak butuh hidupku dirubah menjadi bahagia. Tapi setidaknya, bisakah Tuhan melepaskanku dari orang-orang seperti mereka?

"Rambut kribo. Bisa diem nggak?!"

"Tapi, gue nggak mau disakitin kalian! Apa salah kami?"

"Salah kalian itu satu. Masuk ke SMA kami, ngerti?" katanya, sambil menarik rahangku kuat-kuat. Aku tidak tahu, bagaimana bisa mereka melakukan ini? Ini masih di halaman sekolah. Dan aku tahu, di depan halaman ini ruang guru berjajar rapi di sana. Lalu, di mana guru-guru yang ada di SMA ini? Dan di mana Pak Marto berada? Bukankah seharusnya dia ada di posnya sekarang?.

"Mati lo anak ja---"

"Hey cewek kemoceng!" lengkingan itu berhasil mengusik ketenangan Alex. Membuat darahku kembali berdesir dengan normal keluar masuk nadi-nadiku.

Dengan kasar, Alex mendorongku. Sampai aku hampir jatuh. Untung saja, sipemilik suara cempreng itu menangkap tubuhku. Aku bisa melihat dengan jelas, ekspresi tidak suka Alex yang ditampakkan secara nyata. Tapi, dia tidak berani berbuat apa-apa.

"Cewek kemoceng!" pekik cowok itu lagi. Ku iringkan wajahku, melihat siapa yang terus mengataikau 'cewek kemoceng' itu. Mataku terbelalak kaget. Rupanya, dia cowok yang kemarin. Cowok yang menubrukku waktu di dalam bus. Dan dia mengingatku? Apakah dia ketua geng yang sebenarnya?

Segera kutarik tubuhku darinya. Dia tersenyum lebar sambil melambai-lambaikan tanganku seperti anak kecil. Seolah, kami ini saling mengenal. Padahal, tidak sama sekali. Kurengkuh tubuh Sekar yang bergetar hebat. Kami saling peluk, seolah mencoba melindungi satu sama lain dari 3 manusia yang mungkin akan siap menerkam kami. Kami, tidak punya siapa-siapa. Selain, diri kami sendiri.

"Ada apa?" tanya cowok itu lagi. Ku picingkan mataku mencoba membaca namanya di tagname seragamnya. Rupanya, namanya adalah Arya, Arya Saputra. "Kalian jailin mereka?" kali ini, dia bertanya pada Alex dan Andrew. Keduanya diam membisu.

"Lo kenal mereka?" tanya Alex pada akhirnya. Arya menggeleng, tapi dia menarik tubuhku dan melingkarkan lengan kokohnya di leherku. Seolah-olah merengkuh dan menandakan kepemilikan. Padahal, kami tidak sedekat itu.

"Nggak, hanya dia..." katanya, sambil menunjukku, "Cewek kemoceng." jawabnya girang. Rupanya, dia fikir. Aku ini mainan.

"Nggak gu---"

"Dia gebetan gue." tambahnya. Menyela ucapanku. Dan berhasil, hal itu membuatku tersedak ludahku sendiri. Berhasil membuat Sekar memekik kaget pun kedua anak-anak badung itu.

"Elo bercanda, kan? Setelah semua cewek-cewek cantik lo tolak. Lo milih dia?" gelak tawa itu tidak ditutup-tutupi. Alex bertanya setelah tawanya mereda. Tapi, Arya diam. Tidak menjawab pertanyaan Alex. Dia hanya tersenyum miring. Senyuman yang mampu membuat tawa Alex dan Andrew terhenti. Senyum miring yang membuat kedua cowok itu pergi. Dan itu membuatku takut. Satu lagi, spesies manusia yang membuatku takut. Spesies manusia yang wajib aku hindari.

Ku coba untuk menarik diri darinya. Tapi, rengkuhan itu semakin kuat. Dia mendekatkan mulutnya di telingaku. Dan berhasil, interaksi yang menurutku intim ini berhasil membuat bulu kudukku meremang.

"Hari ini lo selamat, nggak tahu besok. Jika gue ketemu lo sekali lagi, gue nggak akan lepasin elo, Nilam." mataku melebar, saat dia membisikkan kata itu.

Segera, dia melepaskan rengkuhannya. Kemudian kembali memasang tampang dengan senyum mempesona menghiasi wajahnya. Melambaikan kedua tangannya padaku.

"Selamat sampai tujuan cewek kemoceng!" pekiknya. Pergi meninggalkanku juga Sekar. Jujur, aku sama sekali tidak tahu. Tapi, entah kenapa aku merasa tidak asing dengan suara itu. Tidak asing dengan perlakuan itu. Akan tetapi, aku yakin. Jika aku tidak pernah berinteraksi dengan Arya sebelum ini. Ya, tidak pernah....

@@@

"Dari mana aja lo?" ku toleh bangku belakang. Ricky duduk di sana dengan ogah-ogahan. Sementara Sekar menatapku dengan takut. Padahal, kami baru saja keluar dari 3 manusia jahat. Sekarang, kami harus berhadapan dengan manusia jahat lainnya.

"Dari mana? Elo nggak budek, kan?" tanyanya lagi.

"SMA Pelita Mulya."

"Ngapain?"

"Ngater surat."

"Surat apa? Disuruh siapa? Pergi sama siapa?" pertanyaan yang membuatku bingung.

"Surat undangan classmeeting antar sekolah, Kak Aldi, Sekar." jawabku sesuai pertanyaannya.

Dia berdiri, kemudian mendekat ke arahku. Membungkukkan tubuhnya sampai wajah jami berdekatan. Bahkan, bau mint Ricky mulai menggelitik indra penciumanku.

"Oh." katanya. kemudian menarik tubuhnya. Mata coklat sendunya seolah meneliti diriku. Ku lihat seragam putihku yang kotor. Aku yakin, dia melihat ini.

"Ini, itu, ini ----"

"Gue keluar dulu. Ntar, pulang bareng."

Bahkan, aku tidak bisa menjelaskan. Bahkan, hubungan kami sangat kaku. Apa ini yang disebut dengan pacaran? Ricky pergi, keluar dari kelas. Sementara Sekar, langsung menutup wajahnya. Menumpahkan air matanya yang dia berusaha pendam mati-matian tadi.

"Aaaaaaaaaaa! Tolong!" teriakkan itu membuatku kaget.

Semua anak berhamburan keluar dari kelas dan menuju satu titik. Sementara Genta dengan wajah merah padam menghampiriku. Aku yakin, dia berlari ke sini.

"Lam, gawat!" katanya, aku bingung dengan ucapannya yang ambigu.

"Ada apa, Gen?"

"Ricky mukulin anak-anak OSIS cowok! Sekarang dia mukulin Kak Aldi!".