PHILLIP pun tertegun sesaat. Dia tetap dalam posisi siaga, tapi mata ditundukkan sebagai penghormatan kepada sang raja. Tak peduli dipunggungi atau dihadapi, lelaki itu menjaga posisi sebagai bawahan. Jangan sampai menatap langsung ke Raja Millerius, kecuali diizinkan. "Kalau soal itu asal Natta mau saya pun tidak masalah, Yang Mulia," katanya. "Lagipula, saya dan istri sudah janji akan memberikan yang terbaik untuk dia. Entah berupa barang, atau hal-hal yang dia inginkan. Toh kami tak punya fokus lain kecuali Natta. Ya, walau dia kadang melihatnya berbeda."
Raja Millerius hanya tertawa.
"Soalnya diakui tak diakui Natta memang terlalu manja, sih. Dia sering merengek jika tak suka, atau menangis saat bersedih. Namun, kami tetap menyayanginya. Justru lebih baik daripada kami tidak tahu apa yang terjadi kepadanya," imbuh Phillip. "Natta membuat saya paham, bahwa kebanggaan tak harus dominan, walau angan-angan saya dulu ingin mendidiknya sebagai jenderal, atau minimal tentara dan prajurit."
Kali ini sang raja terkekeh-kekeh. "Benar, Phillip. Puteramu sungguh ajaib," pujinya.
".... maaf?" kaget Phillip.
"Ha ha, bukan apa-apa." Raja Millerius mengibaskan tangan. "Daripada itu, bisa kau panggil Natta sekarang? Aku ingin mengatakan yang barusan selagi sempat."
"Ah, baik."
Phillip pun mengangguk dan segera pamit. Dia cari Apo di ruang makan khusus para calon istri raja. Beberapa baru duduk, beberapa menikmati hidangan sedari tadi. Rupanya si bayi merupakan satu-satunya yang masih memilih menu karena hendak mencoba yang belum pernah. Dia cengar-cengir membayangkan rasa setiap pesanan. Namun, refleks membenahi duduk saat sang ayah tercinta datang.
"Sayang ... ayo."
"Eh? Kemana, Yah?"
"Ayo dulu." Phillip memberikan gestur agar Apo mengikuti tanpa bertanya. Jangan sampai player lain tahu Apo dapat perhatian lebih karena bisa menimbulkan kabar jelek susulan di masyarakat. Si manis pun beranjak, meskipun begitu lapar. Dia celingak-celinguk kala diajak naik ke lantai 3. Ekspresinya bengong begitu dipertemukan dengan Raja Millerius. Phillip rasa bayinya belum log-in ke mode bersaing 100%. "Sudah, ya. Jaga sikap, Natta. Jangan lupa beliau adalah raja kita semua."
"Hah?"
Phillip meninggalkan Apo yang berkedip-kedip penasaran. Raja Millerius sendiri hanya menatap di ujung sana, tapi senyum tipisnya begitu mengganggu mata.
Kenapa sih?
Hei ... ngapain coba memanggil-manggil begini!! Keroncongan tahu!!
"Natta, sini."
Tiba-tiba sang dominan menyentakkan dagu. Apo tolah-toleh sebelum menjawab. "Saya nih?"
Dia tampak tolol untuk beberapa detik.
"Ya, siapa lagi?"
Meski menatap curiga, Apo tetap mendekat sesuai instruksi. Dia kira akan diajak debat kusir dan cek-cok seperti dulu, tapi tangannya justru ditarik begitu kencang. Raja Millerius mendekap dia di dada. Perlahan namun pasti pinggangnya dilingkari posesif.
Apo menjerit, "Ehhh! Ehhhh! Cok! Tunggu dulu--!" tapi ubun-ubunnya dihirup sayang. Raja Millerius mengaku kemarin sempat terbangun tengah malam hanya karena kepikiran Apo hingga hatinya terasa sakit. Tak tahu kenapa si carrier favorit muncul di otaknya dua hari belakangan. Bahkan saat "kencan" dengan Gavin dalam lingkup reward. Sang raja merasa terganggu tidak karuan. Inginnya bertemu Apo, tapi baru terlaksana sekarang.
Dih! Gawat ... jangan bilang kalau aku rewel dia ikut ngerasain. Sok iye banget kita? Romeo & Juliet bahkan sampai lewat!!
"Sebentar!"
Apo mendorong Raja Millerius kencang. Sang dominan kaget karena mengira akan ditolak lagi. Namun Apo malah melakukan hal tak terduga. Dia turunkan satu pot bunga terdekat, agar ambalnya bisa dipakai tumpuan berdiri. Sebagai carrier Apo jelas lebih pendek 7 senti. Dia tampak senang bisa memeluk balik Raja Millerius ke dadanya.
"Nah begini baru benar, he he ...." cengir Apo. "Puk, puk, puk, puk, Sayang. Yang Mulia kalau kangen bisa lucu juga. Lumayan ...."
Raja Millerius pun ingin terbahak, tapi ditahan demi nama agungnya sebagai raja. Dia mendongak sedikit untuk menatap kecantikan yang tersaji indah. Apo rupanya belum lupa dengan impian menjadi suami keren untuk pasangannya. "Boleh kucium sekali lagi?" Dia coba bernegosiasi.
Eh?
"Tidak--maksud saya--iya, tapi kenapa tiba-tiba banget?!" kaget Apo.
"Kau kan belum menjadi istriku, Natta. Memang agak susah ya. Mau janjian pun prosesnya sedikit rumit."
Si manis syok berat merasakan bokongnya diraba-raba. Berhubung posisi mereka potensial sehingga Raja Millerius malah mudah meremasnya sesekali. Apo merona dengan napas yang sedikit kacau. Meski begitu dia mau berciuman, asal bukan Raja Millerius yang memulai saja.
"Weiishhh, stop dulu."
"!!!"
Apo menyingkirkan bekapannya di bibir Raja Millerius. Barulah meremas rambut di tengkuk itu untuk menautkan mulut mereka berdua. Pertama hanya saling melumat dengan bibir yang sedikit kering. Lama-lama Apo bersedia diajak bergulat lidah sambil terpejam menikmati kebersamaan yang diidamkan. Geraman Apo keluar kala rongga mulutnya mulai diterobos. Dia yang tak terima langsung menjambak dan balas masuk ke dalam. Tubuh ramping Apo sempat terhuyung ke kanan kiri beberapa kali. Untung Raja Millerius memegangi lekukan curam pinggangnya. Apo dipegangi agar kukuh dan stabil berdiri. Tahu-tahu sang raja sudah tak sabar membopongnya seperti pengantin.
Eh--anjing!
Apo tak sempat berontak karena kedua kakinya lemas. Dia bertahan dalam ciuman selagi tubuhnya dibawa pergi. Hidung, kening, dan bibirnya masih dikecup sepanjang jalan. Raja Millerius baru berhenti setelah menghadapi tangga sempit untuk satu orang. Dia memperbaiki gendongan agar Apo muat dibawa ke atas. Berhubung masih kena euforia nikmat si manis pun diam dan terus menyadarkan diri. Dia mengalungkan lengan di leher kokoh Raja Millerius. Kaki mengayun-ayun dengan sepatu longgar yang terjatuh di atas keset kamar. Dia terhenyak mendengar tawaran pada hari ulang tahun. Serasa tak nyata saja, Raja Millerius seserius ini dalam memperhatikannya.
"Bagaimana, mau?"
Apo kesulitan berpikir akibat sangking dekat wajah tampan itu dengan miliknya. Lebih aneh lagi, meski pertama direbahkan di ranjang asing, entah kenapa Apo tak ketakutan seperti dulu. "So, Anda barusan mengajak nge-date ? Wow ...." katanya heran. "Boleh saja sih. Oke. Tapi bukankah kurang sesuai dengan peraturan kerajaan? Lagipula habis ini masih ada bonus level. Saya harus dapat tiket dulu untuk kencan dengan Anda."
Raja Millerius pun menggeleng pelan. "Hhh, tidak perlu untuk hari terpentingmu nanti. Itu spesial."
Pipi ranum Apo dibelai lembut.
"Ahhh, seriusan?"
Raja Millerius tersenyum tipis.
"Mm-hm."
Coy, gak kuat!! Pingsan saja bisa gak sih kalau lagi beginian? Romantis banget berasa dihujani jajan!
"Mau tidak ikut denganku terus, Natta?" pinta Raja Millerius. "Aku sangat ingin menguncimu biar tak bisa kemana-mana."
Plak!
Sebuah geplakan nyaris saja melayang impulsif, tapi mahkota berhiaskan berlian Cullinan milik raja segera terlindung lengan. Apo kesal merasakan bibirnya dilumat lagi. Sisi baiknya dia suka menatap keindahan benda di kepala Raja Millerius. Ada potongan ruby dan safir biru yang melingkar di tepian beludru. Dia terbius total, tapi senang karena boleh menyentuh dengan jemari yang polos. Apo pikir itu bayaran setimpal dimana Raja Millerius tengah sibuk menandai lehernya dengan gigitan. Apo merasakan perih, tapi bangga mengingat di luar sana takkan ada yang diizinkan melakukan hal serupa.
Ajudan khusus yang mengurus mahkota saja wajib menggunakan sarung tangan. Jika dalam proses menyimpan maka dimasukkan dalam lemari kaca yang ber-password rahasia. Apo tahu jenis mahkota raja tidak hanya satu, namun jika memiliki Raja Millerius, apa artinya Apo sudah menundukkan segalanya?
Hmm ... tidak buruk sih. Setelah Elizabeth II aku jadi ingin memecahkan rekor sebagai ratu termuda Inggris.

"Eugnngghh ... Yang Mulia," desah Apo lama-lama tidak tahan. "Sakit, yang barusan. Asli. Hhh ...." Dia meremas bahu sang dominan kencang. Jejak kissmark yang terakhir pun dijilat agar luka si manis menjadi hangat. Ekspresi Apo begitu erotis, sampai-sampai nyaris meluluh lantakkan pikiran waras sang raja.
"Kau benar-benar cantik sekali," puji Raja Millerius tanpa melepaskan pandangan. "Natta ... coba lihat kemari?"
Apo pun membalas kala dagunya diangkat jari. Awalnya memang cemas, sedetik kemudian lelaki carrier itu justru menyeringai nakal. "Terus kenapa, Yang Mulia?" tantangnya. "Jangan bilang Anda sekarang ingin memperkosa saya? Wah ... kacau. Ish, ish, ish ... padahal siapa yang kemarin bilang takkan pilih kasih?
"...."
Mampus! Ha ha ha! Dia diam dong kalau diancam begini? Bagus, Apo. Kau harus semakin di depan!
"Memang betul sebenarnya, tapi aku tak bisa melepaskanmu begitu saja."
Raja Millerius tiba-tiba mendekat. Membuat senyum Apo tak bisa bertahan terlalu lama.
"EHHHHH!! EHHHHH!! EHHHH!! WOY! MAU NGAPAIN?!" Lelaki carrier itu pun refleks meringkuk. Dia menampik tangan sang dominan yang hendak memasuki bajunya tanpa permisi. "TIDAAAAAK DULUUUUUUUUUU!! NOOOOOOOOOOOOOOOO!" teriaknya memenuhi ruangan.
Saat itu, gantian Raja Millerius lah yang menyeringai. Suaranya makin rendah begitu berbisik di telinga Apo. "Maksudku, bagaimana dengan simulasi dulu, hm?" tawarnya. "Aku hanya ingin membuatmu tak menangis seperti dulu."