webnovel

17. SISWI BERPITA BIRU

Ke esokan harinya, Vero sudah berada di lobi sekolahannya menunggu Claire datang. Dia melupakan kata terima kasih karena sudah menyelamatkannya kemarin. Namun sepertinya Claire belum juga terlihat dari arah gerbang. Iris Vero mendapati kedua temannya yang saling menebarkan senyum ke arahnya.

"Hai, Ver. Lo ngapain di lobi? Biasanya langsung ke kelas." sahut Doni saat jarak mereka sudah dekat.

"Gue nunggu, Claire."

Bagas dan Doni saling melirik menyungging senyuman, cowok itu batuk yang di sengajakan. "Kangen, nih?"

"Paan, sih." Vero mendecak. "Pikiran lo berdua kejauhan terus, cuci sekali – kali." ucapnya mencibir.

Bagas tertawa terpingkal. Vero masih saja menutupi rasa sukanya. "Greget gue sama lo, Ver. Padahal udah jelas kekhawatiran lo kemaren jadi bukti."

Doni mengangguk. "Apa lagi yang harus lo tutupi dari kita, Ver?"

Vero mendelik. "Heh, lo berdua bisa positif thingking kaga, sih?"

"Soalnya lo kayak ga bisa sehari aja tanpa bahas cewek itu." hardik Doni memicingkan kedua matanya menatap Vero.

Vero mendecak kecil. "Ini soal kemaren. Selain kita ga tahu kalau dia di celakai sama, Lidia. Gue juga ga sempet bilang makasih ke dia."

"Lah, iya." Bagas baru menyadari. "Kita juga ga ada bilang apa-apa padahal udah nunjukkin keberadaan lo."

"Maka dari itu gue niatan mau ngucapin." balas Vero, kepalanya menoleh. "Jangan dulu nuduh gue langsung, deh. Belum tentu khawatir itu rasa suka atau cinta."

Doni menarik napas panjang. "Iya, deh. Maaf kalau gue nyangka gitu."

"Tapi gue setuju-setuju aja lo sama dia, asal jangan ada bahaya yang ngejar lo kayak kemaren." timpal Bagas sambil menyilangkan kedua lengannya di depan perut.

Kalau mengingat hal kemarin, sih … pastinya Vero masih belum bisa menolong. Namun apa jika Vero terus berusaha mendekati Claire, Lidia akan melakukan hal yang lebih nekad lagi dari sekapan kemarin? Mungkin di sini Vero sendiri yang akan di celakai oleh Lidia.

Sedangkan Claire memiliki kemampuan di luar nalar manusia. Vero bisa apa lagi? Melawan dan menghindar dari serangan saja Vero kalah, bagaimana bisa dia melindungi Claire?

"Jadi lo belum tahu juga soal luka dia, Ver?" tanya Doni penasaran.

Vero menarik napas sebelum menggelengkan kepalanya pelan. "Dari tadi malem gue ga bisa tidur terus mikirin lukanya."

Bagas mendeham. "Kenapa kita ga sekalian aja sergap dia dan gengnya?" kekesalannya terhadap Lidia kembali menyeruak. Bagas semakin geram dengan tingkah laku Lidia yang semena mena seperti itu terhadap orang lain, Lidia adalah si biang kerok seluruh penghuni sekolah.

"Jangan langsung gitu aja kali, Gas. Gue yakin kalau mereka denger sekarang kita bakal kena apes."

"Bener, tuh. Tetep aja kita bakal kalah karena pasukan dia semua murid di sini, lo tahu sendiri mereka semua patuh banget sama suruhan si cewek bengis itu." ujar Doni di buat kesal.

Bagas mengangguk anggukkan kepalanya. "Iya, sih. Cara apa buat bikin itu cewek ga macem-macem sama kita?"

"Ada."

Tiga cowok itu menolehkan kepalanya bersamaan melihat cewek yang berada di belakang Vero.

"Kelemahan dia cuma satu aja, kok."

"Eh, lo siapa?" tanya Bagas yang baru pertama kali melihat ada siswi yang memakai pita berwarna biru di atas kepalanya.

"Dia takut dengan rahasia keluarganya yang akan terbongkar." ujarnya yang di jeda sejenak. "Karena jika itu semua terjadi maka dia akan menahan malu dan poin utamanya … keluar dari sekolahan ini."

>>>>>>>>>>

Claire memulai misinya untuk mencari adik Ryan yang bahkan dia sendiri tidak tahu bentuk wajahnya seperti apa. Claire berusaha sabar menghadapi hantu menyebalkan itu. Sekuat tenaganya Claire harus bisa mendapatkan informasi tentang Sonia. Mungkinkah Claire bertanya pada tetangga Ryan? Setidaknya Claire bisa mendapatkan clue dari ciri-ciri adik hantu lelaki itu.

"Hantu itu nyusahin aku aja." dengus Claire yang masih melangkah menelusuri jalanan. Walau begitu Claire tetap pada niatnya tanpa lengah.

"Tapi kenapa di sini ga ada orang, ya?" Claire melirik ke berbagai tempat di sekitarnya. Hanya ada berbagai gedung yang menjulang selain rumah-rumah mewah. Bahkan mungkin dia hanya sendirian di jalanan itu tanpa ada kendaraan yang berlalu lalang.

Harus mencari kemana lagi orang yang akan Claire tanyai? Sedangkan di sana sangat sepi dan sunyi seperti rumah tak berpenghuni.

Claire kian bingung harus dengan cara apa agar bisa mendapatkan info tentang adik Ryan. Sudah berkekeling tiga kali pun tetap saja tidak ada orang yang dapat di lihatnya.

Cewek itu menarik napas panjang, menghembuskannya ketika mendapati sebuah mobil sedan yang akan melewatinya, mungkin kah orang yang mengendarainya adalah penghuni salah satu gedung dari perumahan di sana? Jika begitu Claire harus bergerak cepat untuk bisa bertanya mengenai Sonia.

Saat mobil itu berbelok pada rumah mewah di depannya Claire segera berlari dan menghentikan langkah kaki sosok itu saat akan pergi menuju pintu utama.

"Permisi." ucap Claire membuat sosok itu menoleh ke belakang. "Maaf, saya ingin tanya."

"Kamu siapa?"

"Kenapa bisa masuk dalam perumahan ini?"

Claire harus menjawab apa?

"Eum, saya ada teman di sini." alibi Claire yang mengelak maksud dari tujuannya tersebut.

"Lalu? Kamu ingin bertanya apa?"

Claire menelan ludah. Sepertinya ada sedikit penyesalan dengan tuturannya tadi pada sosok lelaki yang sekiranya lebih tua darinya.

"Apa benar kalau … di sini pernah terjadi kebakaran rumah hingga menewaskan satu keluarga?" tanya Claire dengan jelas.

Sosok itu menautkan alis. "Apa kamu wartawan?"

Claire menggeleng pelan sambil berkedip. "Saya hanya ingin kejelasan."

Sosok itu menghela napas. Claire dapat melihat jika seorang lelaki yang seumuran dengan Kakak nya itu seperti malas untuk cerita yang sebenarnya. Mungkin memang akan memakan waktu, namun di sini Claire ingin menguji sedikit apakah lelaki itu berkata jujur atau akan berbohong.

"Bukan di sini." sahutnya singkat.

"Tapi di sekitar perumahan ini, kan?" gelagat dari sosok lelaki itu sangat mencurigakan sekali. Claire sepertinya mulai merasakan hawa yang tidak enak di sekitarnya. Mungkin kah sosok itu ada sangkut paut mengenai tujuannya ini?

"Kalau kamu hanya ingin membuang waktu berharga saya, lebih baik pergi dari sini!" lelaki itu pergi ke dalam rumahnya sedangkan Claire tersenyum tipis, sangat tipis.

"Padahal di dalem ada sesuatu yang bakal buat dia celaka."

Claire menggeleng perlahan dan pergi menjauh dari halaman depan rumah mewah tersebut. Kalau begitu percuma saja Claire membuang tenaga suaranya yang sudah keluar untuk bertanya. Datang dengan baik tetapi di anggap sebagai pembuang waktu. Claire hanya merasa heran saja. Apa mungkin semua pekerja kantoran juga bersikap sama seperti itu?

Menganggap hal yang menurutnya tidak penting itu adalah hama. Tidak bisa secuil saja meluangkan pada orang yang sedang membutuhkannya.

Kedua pupil mata Claire mengecil ketika mendegar sesuatu, irisnya melirik tanpa menolehkan kepala saat ada yang berteriak keras di belakangnya.

"TOLONG SAYA, DEK!"

Creation is hard, cheer me up!

Carrellandeouscreators' thoughts