webnovel

10. MASALAH YANG BELUM USAI

Vero mendesis. Kedua temannya sudah sangat keterlaluan mengingat kejadian kemarin. Bagas dan Doni sudah menyesali dan meminta maaf ketika Vero sama sekali tidak menghiraukan jika kedua temannya mengajaknya mengobrol. Vero menjauh seakan begitu marah saat mereka berdua mengambil barang yang sangat tidak pernah orang lain sentuh secuil pun.

"Kita ga akan lagi ngulangin, deh." Bagas memohon, berharap agar Vero bisa untuk memaafkan kesalahannya kemarin.

Doni mengangguk di sampingnya. "Iya, Ver. Kita ga tahu kalau lo sampe marah begini karena buku itu."

Vero beberapa kali menghela napas halus. Sebenarnya tidak tega membiarkan kedua temannya di perlakukan seperti itu. Rasanya Vero terlalu keterlaluan dengan sikapnya. Lagi pula dua cowok itu tidak tahu selain hanya ingin berniat baik. Vero menarik napas dalam, walau bagaimana pun Bagas dan Doni sudah meminta maaf dengan bersungguh.

"Ver, kita ga lagi lakuin yang buat lo marah. Janji, dah." tutur Bagas bersungguh-sungguh.

Vero melirik dua temannya bergantian. "Gue cuma heran sama lo bedua. Kenapa bisa nemuin buku itu? Sedangkan gue simpen di tempat yang paling aman."

Bagas dan Doni saling melirik berkedip. "Sorry, kita pernah lihat lo masukin buku itu ke dalam kotak dan … jelasnya kita ikutin lo."

Vero menatap tidak menyangka. "Kenapa ada niatan begitu?"

"Kita penasaran, Ver. Barang apa sampe lo nyimpennya itu ga sembarang. Jadi mungkin itu juga hal yang bakal di terima sama cewek itu. Lagian jaman sekarang banyak cewek yang suka baca novel romance begitu mana ada melow nya lagi."

Vero mendengus. "Beda."

"Tapi kenapa dia nolak, ya?" Doni menimpal dengan raut bingung.

Vero diam tidak ingin berkata yang sebenarnya. Claire sudah terang-terangan menjelaskan, karena memang Vero sendiri pun tidak suka. Bahkan cewek itu pun tahu alasan paling mengesankan dari Vero tanpa menjelaskannya. Setidaknya Claire mengertikan situasi yang sedang Vero alami.

"Ver, lo yakin ga kalau dia suka sama lo?" tanya Bagas yang masih saja meragukan hal itu seolah dia sudah di maafkan dan mengalihkan waktu agar Vero bisa kembali dengan sikapnya yang asli.

Vero tetap bungkam seakan hanya menyimak ucapan dua cowok di dekatnya. Membiarkan mulut mereka beradu tanpa Vero tengahi. Urusannya bukanlah dengan mereka berdua, apalagi jika di tanya mengenai hati ke hati. Vero juga tidak berhak untuk menghakimi perasaan orang lain.

"Ver. Plis lah lo jangan diem begini, kayak mayat hidup tahu ga?!" Bagas mulai kesal sedangkan Dino menatap Vero penuh sesal yang mendalam.

Mereka tidak pernah satu kali pun bertengkar atau salah satunya ada yang merajuk seperti yang sekarang ini terjadi. Karena adanya satu masalah membuat Bagas dan Doni begitu menyesal dengan perbuatannya. Padahal sering kali mereka berdua dengar jika Vero tidak menyukai orang yang mengambil barang tanpa seijin darinya.

"Lo berdua itu selalu gegabah. Oke, gue maafin asal lo berdua mau nurut satu syarat dari gue." lontar Vero akhirnya.

Bagas dan Doni menatap serius. "Apa, apa?" tanya mereka antusias.

Vero mengulas sunggingan di dalam hati. "Lo berdua bersihin semua toilet di sini selama satu bulan."

"WHAT!!!!!"

>>>>>>>>

Claire di tatap tajam, jalannya di halangi oleh segerombolan geng Lidia yang ternyata menjadi ketua. Claire tidak bergerak di tempatnya, namun Lidia bertolak sebelah pinggang seolah menantang.

"Mau apa lagi?" tanya Claire ketus.

Lidia menyunggingkan senyuman miring. "Kenapa?" balasnya menyolot.

Claire melirik satu persatu orang di depannya ini. "Salah satu di antara kalian bahkan ada yang cemas."

Lidia dan para temannya saling melirik dengan tatapan bingung. Claire pasti sedang menerawang kesialan apa lagi yang akan datang pada mereka. Pikiran mereka semua mulai mengarah pada keburukan, Claire pasti merasakan suatu hal dari mereka semua.

"Maksud lo apa?!"

"Jangan ngawur deh lo!"

"Tahu! Anak baru juga sok sokan banget di sini."

"Semua omongan lo itu ga jelas!"

Claire berkedip seolah tanda jawaban. Kali ini tidak ada tutur kata yang Claire keluarkan pada geng Lidia. Baginya sudah sangat jelas walau mungkin di antaranya tidak dapat mengerti arti dari lontaran tadi. Para cewek di depan Claire kini melangkah pelan mengarah di tempat berdirinya.

"Lo itu biang sial buat kita semua." ungkap Lidia terang-terangan. Jauh sebelum mengatakan hal itu bahkan Claire sudah lebih dulu tahu yang ada dalam pikiran mereka terhadapnya selama ini.

Claire tetap bungkam. Sepertinya akan percuma saja menanggapi orang-orang di hadapannya ini. Mana mungkin ada yang dapat mempercayainya selain menjadikannya sahabat. Apalagi dengan kata itu. Lidia tidak akan pernah bersedia menjadikan Claire sebagai teman.

"Lo harus pergi dari sekolahan ini sebelum atensi ngarah ke elo semua!"

Claire sudah mencerna perkataan dari Lidia mengenai itu. Lidia tidak ingin jika Claire banyak di kenal oleh murid di sekolahannya. Claire juga tahu alasan paling utama kenapa Lidia begitu keukeuh menyuruh Claire agar tidak sekolah lagi di sana.

"Jika sesuatu di awali dengan keburukan, maka seterusnya pun akan selalu begitu. Kamu belum sadar aja." imbuh Claire melirik satu persatu orang di depannya.

Lidia merasakan jika lontaran itu menunjuk dirinya. Memangya sejak kapan Claire tidak pernah menyindir? Bahkan mungkin sejak tadi pun semuanya mengarah hanya pada Lidia saja. Kenapa Lidia baru menyadarinya? Jangan-jangan selama ini segala bahaya tertuju karena mata batin Claire.

"Setelah lo ngomong soal penyesalan kemaren, itu bener-bener terjadi sama gue. Lo emang anak dukun, ya?!" sentak Lidia di depan wajah Claire.

Cewek itu seolah kerasukan setan sekarang. Claire di buat bingung dengan sikapnya yang tidak pernah berubah sedikit pun. Claire pernah menerawang masa lalu Lidia, memang kelam. Seperti tidak ada kata ketenangan untuk orang yang mencampuri urusannya. Lidia tidak akan segan dengan orang-orang yang memulai perkara.

Claire salah satunya.

Kalau saja Claire membiarkan Lidia beserta temannya pergi malam itu, mungkin sekarang maupun kemarin-kemarin dia tidak akan di salahkan hingga di tunjuk sebagai orang yang memiliki ilmu hitam. Claire tidak lagi di gosipkan, namun sebagian dari murid di sekolahan sana mengira jika Claire memang memiliki ilmu seperti yang Lidia lontarkan.

"Cukup!"

Semua orang menolehkan kepalanya termasuk Claire. Muncul satu sosok yang semua orang kenal sedang berjalan mendekat dengan raut yang tidak bisa di artikan.

"Lo semua sama aja mengintimidasi!" serunya dengan suara lantang.

Lidia beserta gengnya mundur satu langkah melihat takjub sekaligus merendahkan. "Hebat, ya. Cewek ini ada pahlawannya juga."

"Lo cowok, jangan ikut campur masalah cewek, deh." ujar Sinta, geng Lidia.

Lidia menghampiri lebih dekat. "Vero, salah satu cowok yang mulai deketin anak baru di sini. Lo pikir bisa segampang itu keluar dari pandangan gue? Lupa kalau bulan lalu lo sampai di skors?" Lidia mengelus dagu. "Atau kali ini lo mau … ikut keluar juga dari sekolah?"

Creation is hard, cheer me up!

Carrellandeouscreators' thoughts