webnovel

Kepulangan dari Rumah Sakit

Aroma obat-obatan menguar memenuhi ruangan yang tidak terlalu luas itu, jendela kamar yang terbuka lebar menggoyangkan tirai yang berwarna putih gading, jarum dinding berdetak memecah kesunyian, setiap detik yang berlalu terasa berjalan amat lambat.

Di ruangan serba putih itu seorang gadis berambut panjang kemerahan menyandarkan dirinya dengan bantal yang bertumpuk di punggungnya, ia menatap ke sekeliling dengan pandangan bingung.

Maya Diandra, itu adalah satu-satunya informasi yang ia dapat dari dokter ketika ia membuka matanya, selebihnya ia tidak mengingat apa-apa, kepalanya terasa kosong.

Maya tidak ingat apa yang telah terjadi sebelum ini, apakah ia mengalami kecelakaan?

Gadis itu memegang kepalanya, tidak ada bekas luka atau bekas jahitan, semuanya normal. Dokter bilang ia hanya kehilangan ingatan sementara karena trauma, ingatannya akan pulih jika ia beristirahat dengan baik.

Maya bertanya-tanya apakah ia mempunyai keluarga, sejauh yang ia lihat di ruangannya ini tidak ada apa-apa, tidak ada tanda-tanda ada orang yang membesuknya, semua benda di sini adalah milik rumah sakit.

Gadis itu menghela napas panjang, ia sedih, tapi ia tidak tahu sedih karena apa, ia hanya merasa terlalu sunyi.

KLEK!

Pintu terbuka tiba-tiba, Maya menoleh pelan, ia melihat seorang gadis seusianya yang berambut pendek tengah tersenyum dan melambaikan tangan padanya.

"Akhirnya kau bangun!" Gadis itu mendekat dan melompat ke ranjang. Matanya yang berwarna hitam pekat itu berbinar-binar. "Kau tidur lama sekali, dasar putri tidur!"

Maya tersenyum canggung, ia sama sekali tidak punya ingatan siapa orang di depannya ini, gadis berambut pendek itu mengenakan kemeja biru gelap dengan kaos oblong berwarna hitam di dalamnya, celana jeans yang dipakainya itu terlihat sobek di beberapa bagian.

"Ah, iya. Aku sudah dengar dari dokter," ucap gadis itu sambil menepuk dahinya, kemudian ia memegang tangan Maya. "Aku Nora Willia, sahabat terbaikmu!"

"Nora?" ulang Maya dengan bingung, lalu ia mengangguk dengan kaku.

"Yup!" Nora bangkit berdiri, ia membuka laci di bawah nakas dan mulai mengemas barang-barang milik Maya. "Dokter bilang kau sudah boleh pulang hari ini, ayo cepat, aku akan memasakkan sesuatu yang enak nanti malam!"

Nora terus mengoceh, Maya dengan pelan menapakkan kakinya ke lantai, ia memperhatikan Nora, gadis ini sepertinya benar-benar sahabatnya, terbukti dengan betapa cerewetnya ia memasukkan barang-barang Maya yang sebenarnya sangat sedikit itu.

"Mengapa kau yang menjemputku? Di mana keluargaku?" tanya Maya, ia tidak bisa membendung rasa penasaran yang bersarang di kepalanya.

Senyum Nora langsung luntur, ia mengusap belakang kepalanya dengan kasar, sahabatnya itu memegang tangan Maya dan menepuknya pelan.

"Kau benar-benar tidak mengingat apa-apa," ucap Nora dengan wajah sedih, matanya menatap ke lantai. "Tidak apa-apa, aku akan membantumu mengingatnya nanti."

"Aku tidak mengerti, bisakah kau beritahu di mana keluargaku?" tanya Maya lagi.

Nora tersenyum hambar, sifat Maya ternyata tidak berubah, ia tetap keras kepala seperti dulu, mengingat hal itu ia merasakan dadanya berdenyut nyeri.

"Mereka di luar negeri, kita tinggal berdua selama ini."

Maya mengedip-ngedipkan matanya, berusaha mencerna perkataan sahabatnya itu, ia menyentuh dadanya.

'Pantas saja di sini terasa kosong.'

"Ah, sudahlah, jangan terlalu dipikirkan," ucap Nora dengan tawa canggung. "Yang penting sekarang kau tidak lagi menjadi putri tidur!"

Nora mengemas barang-barang Maya dengan cepat, tidak banyak, hanya beberapa helai pakaian dan handuk, Maya hari itu juga keluar dari rumah sakit.

Nora membawanya naik taksi ke rumah mereka, sepanjang jalan sahabatnya itu terus mengoceh seputar kehidupan mereka, Maya baru tahu jika ia telah tertidur tiga bulan lamanya, dalam waktu itu, ia telah lulus dari sekolah menengahnya dan melewatkan upacara kelulusan yang meriah.

Nora tidak sekaya Maya, setelah lulus sekolah menengah ia memutuskan untuk menjadi pelayan di salah satu restoran, karena hal itu waktunya membesuk Maya menjadi berkurang. Maya menyerap semua informasi dari Nora pelan-pelan. Samar, ia merasa akrab dengan perasaan ini.

Mereka sampai di sebuah rumah, tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil, halamannya cukup asri dengan bunga-bunga yang tertanam di sana, Nora membuka pintu dan mengajaknya berkeliling rumah dari depan sampai belakang.

"Nah, ini kamarmu."

Nora mengarahkannya memasuki kamar berwarna serba merah, Maya menyipitkan matanya, ia menyukai warna semencolok ini?

"Oke, istirahatlah. Aku akan kembali ke restoran, nanti malam aku akan memasakkan sesuatu untukmu." Nora berkata dengan riang dan meletakkan segelas air di nakasnya, ia tersenyum lembut dan segera pergi keluar kamar Maya.

Gadis itu berbaring, ia menatap langit-langit kamar, ada gambar kumpulan hati ditempel disana, ia menghela napas panjang.

'Kenapa rasanya benar-benar aneh?'

Maya bangkit, ia berjalan dengan pelan menuju meja belajarnya, melihat tumpukan buku sekolahnya di sana, meski dokter mengatakan ia tidak perlu terburu-buru mencoba mengingat masa lalunya, tapi Maya merasa ia harus segera mengingatnya.

Ia merasa telah melupakan sesuatu yang penting.

Maya mengambil album foto yang tersimpan rapi di rak, ada berpuluh-puluh fotonya dengan Nora di sana, foto mereka sedang berkemah, berbelanja di mal, belajar di perpustakaan bahkan ketika mereka sedang di pemandian air panas.

Maya tersenyum, ternyata mereka bersahabat sedekat ini, ia terus membolak-balikkan album, berharap menemukan sedikit petunjuk yang dapat membantu ingatannya kembali.

Tangannya tiba-tiba berhenti, ia menyipitkan matanya ketika tanpa sengaja melihat foto dirinya dengan seorang laki-laki tinggi, mereka sama-sama memakai seragam sekolah menengah, tengah berangkulan dengan mesra.

"Siapa dia? Apa dia kekasihku?" tanya Maya pada dirinya sendiri.

Maya tidak ambil pusing, ia akan menanyakannya pada Nora nanti, tangannya kembali membalikkan album, setelah halaman itu, ia tidak menemukan foto apa-apa lagi, hanya kertas yang kosong.

Maya mengerutkan keningnya.

Tok … Tok … Tok ….

Suara ketukan pintu terdengar dari luar, Maya bangkit dengan perlahan-lahan, ia juga bertanya-tanya, siapakah yang ada dibalik pintu itu? Apakah laki-laki tinggi yang ada dalam foto tadi?

Sejenak, pipi Maya bersemu merah.

Gadis itu membuka pintunya dengan hati-hati, ia tidak menemukan siapa-siapa di depan pintu, sebaliknya ia menemukan sebuah kotak berwarna hitam tepat di bawah kakinya.

"Siapa?"

Maya mengambilnya, ia melihat sekeliling, entah kenapa perasaannya mendadak gelisah, ia merasa seolah ada seseorang yang mengamatinya dari kejauhan.

"Ah, itu tidak mungkin."

Maya segera menggelengkan kepalanya dengan cepat, ia sepertinya terlalu banyak berpikir, tangannya perlahan-lahan membuka kotak hitam itu.

"Akh!"

Maya terlonjak dengan penuh ketakutan, ia melempar kotak itu ke tanah, jantungnya berdebar dengan kencang dan tangannya gemetar, di dalam kotak itu terdapat foto dirinya yang dilumuri cairan merah yang masih hangat.

Itu darah!

"Siapa orang gila yang melakukan ini?"

Maya menatap kotak yang tergeletak di tanah, ia menendangnya dengan keras, tangannya yang memegang kotak itu masih gemetar memegang pintu dan buru-buru menutupnya.

Maya menarik napas, apa yang sebenarnya telah terjadi?

Terima kasih sudah membaca cerita thiller pertama saya The Closer ( ˘ ³˘)♥

Semoga suka dan terhibur^^

(☞ ಠ_ಠ)☞Jangan lupa tinggalkan kritik dan saran ya, teman-teman.

Terima kasih (~ ̄³ ̄)~!

Winart12creators' thoughts
Chapitre suivant