webnovel

Awal dari segalanya

[PROLOG]

Aneh, entah bagaimana ketigabelasan pemuda bisa ada di dalam suatu ruangan berukuran sedang dengan meja bundar di tengahnya.

Mereka yang tak tahu menahu soal ini terheran-heran. Bagaimana mereka ada disini? Ditempat asing yang tak pernah mereka kunjungi bahkan mereka tahu.

Lokasi terakhir mereka sebelum berada di ruangan ini berbeda-beda, bahkan ada yang masih memakai seragam sekolahnya. Mereka juga tidak mengenal satu sama lain, hanya beberapa, sih...

"3 impostor."

"Tau darimana?"

Pemuda dengan almamater birunya meletakkan selembar kertas lecek agar yang lain bisa melihat. Yang bertanya tadi mengangguk-angguk, sepertinya dia tahu mereka akan melakukan apa.

"Impostornya belum ditentukan. Tapi saya harap, kalian gak beneran bunuh orang yang ada disini. Ini cuma permainan," ujarnya serius dan memperingatkan, dari gaya bicaranya sih seperti ketua BEM.

"Tapi kak, kalau ada hukumannya gimana?" Tanya pemuda bertubuh tinggi, sepertinya paling muda di antara mereka.

"Terpaksa. Mau gak mau, kita harus main permainan ini sampai salah satu pihak menang." Jawab si ketua BEM bertubuh mini itu.

"Ohh, oke..."

"Kalau impostornya gak mau bunuh orang, gimana?!" Tanya pemuda lain dengan ngegasnya.

"Justru bagus karena itu tandanya gak ada yang terbunuh."

"Tapi disini tertulis, kalau impostornya ngaku dan ngebiarin crewmate menang, mereka tetap dibunuh di permainan. Dengan kata lain, mereka mati."

"Kalau begitu tunggu apa lagi?" Seseorang dari samping pintu besi yang terkunci angkat bicara, menatap serius dua belas orang didepannya.

"Ayo, kita mulai permainannya!"

•••

[PERKENALAN]

Sebelum permainan di mulai, mereka memutuskan untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu. Biar saat voting lebih mudah, ya kali mau ngevote orang tapi tidak tahu namanya.

"Saya Arnawama Danadyaksa, ketua BEM Universitas Satu Nusa Satu Bangsa," ucap pria si tubuh mungil dan kacamata kuningnya.

Sebenarnya yang lain tidak yakin kalau dia ketua BEM. Penampilannya jauh dari kata rapi. Rambut hitam, kacamata kuning ala-ala selebgram, jaket denim dan kaos putih bertuliskan 'hidup harus dijalani, kalau gak mau jalan, ya lari', celana jeans sobek-sobek, mana di lutut dan paha, untung yang di paha kecil sobekannya.

Itu yang namanya ketua BEM?

"Gue Evano Reinaldo, gue udah kuliah ya, yang masih muda harap hormat." Kata pemuda dengan wajah julidnya.

"Nggih, Hyung." Balas oknum bersuara toa dengan nada malas, paling tidak suka nih sama senior yang begitu, katanya dalam hati.

Aksa [Danadyaksa] menunjuk laki-laki beralmet biru di pojok ruangan sana. "Nama kamu siapa? Kayaknya gak asing."

Yang ditunjuk langsung senyum sumringah, lalu menepuk-nepuk dadanya bangga. "Oh jelas, gue terkenal. Perkenalkan gue Gentala Faresta, si social butterfly-nya Universitas MMM. Gue dari fakultas Kedokteran."

"MMM artinya apa?"

"Menempuh Masa Merdeka, maknanya itu kita belajar untuk merdeka dalam segi ekonomi, politik, agama, sosial budaya, pendidikan, dan lain-lain. Intinya kita gak boleh kalah sama orang asing yang mau kerja di negara kita, kita harus maju, jadi harus semangat belajar! Anjay."

"Kata terakhir bisa dihilangin, gak? Ditangkep polisi mampus lo," cibir Evan julid sambil lirik-lirik sinis.

"Hawa-hawa mau berantem, tuh." Bisik laki-laki berseragam SMA tidak lengkap atributnya, mana tiga kancing bajunya terbuka memperlihatkan kaos hitamnya. Hadeh.

"Kita minggir aja yuk, Gal. Gue takut kena julid juga," balas si mulut toa tadi berbisik juga.

"Nah, itu yang lagi bisik-bisik, silahkan memperkenalkan diri." Suara Aksa mengejutkan mereka, yah terciduk.

"Ashiap! Hai, saya Sambara Wagiswari, dan dia teman saya, Ivander Galaksi! Oh ya, tolong maafin teman saya ya, dia anak bandel di sekolah."

"Gak usah pake bahasa formal, nanti canggung jatuhnya," kata Evan berkomentar.

"Apa sih, mulut-mulut gue."

"Yang sopan sama yang lebih tua."

"Berarti lo mengakui kalau lo tua?"

"Pft, HAHAHAHA!" Pemuda dengan kaos hitam bertuliskan 'Anti Social Social Club' tertawa terbahak-bahak, orang disampingnya langsung ikut tertawa, receh banget memang.

"Kak Evan, maafkan aku yang tertawa melihatnya," kata orang itu lalu tertawa lagi sampai nyungsep ke depan.

"Untung anak SMP," cibir Evan berusaha sabar.

"Ralat kak, gue mau naik SMA."

"Sabar, Van. Orang sabar di sayang Tuhan." Celetuk pemuda yang tertawa pertama kali.

"Disayang Tuhan berarti cepet mati, dong?! Kurang ajar lo, Res, bukannya belain gue."

"Dih, ngapain? Mending ketawa lagi, ya gak, Tam?"

Tama mengangguk lalu melakukan tos dengan pemuda itu. "Iya deh, kak. Oh ya, nama saya Pratama Restidalya, adik sepupunya kak Nares."

"Gue Arjuna Nareswara, anak kriminologi nih. Hobi gue rebahan, tidur, berleha-leha, pokoknya yang gak banyak gerak."

"Gak nanya!"

Genta cengengesan sambil merangkul orang di sampingnya. "Dari tadi gue penasaran sama orang ini, dia asik banget gambar dikertas, hasilnya bagus banget!"

"Mana coba liat," kata Bara, majuin badannya. Ternyata benar, hasil gambaran orang itu bagus sekali.

Galaksi sampai menganga. "Woah, lain kali gambar gue dong, kak. Kan sayang ketampanan gue kalau gak digambar untuk dipajang."

"Hmm."

"Nama lo siapa?"

"Asahi"

"Nama lengkapnya?"

"Asa Hara Iridescent."

"Buset, bagus banget namanya. Anak mana?"

"Jepang."

"Ck, maksud gue kuliah dimana?"

"Universitas MMM."

"Lah, ternyata satu kampus sama gue. Kok gue gak pernah liat lo?" Tanya Genta kaget sekaligus penasaran.

"Dia memang jarang keluyuran, selesai kelas dia langsung ke perpustakaan atau pulang," jawab laki-laki di samping Asahi. "Saya Michio Alister Shidra Hanendra Orlando, panggil aja Mashiho, saya tetangganya Asahi."

"Buset, panjang bener kayak kereta. Sekolah dimana, dek?" Tanya Bara, alhasil tendangan mendarat mulus di kakinya.

"Sembarangan, gue udah kuliah!"

Nah kan, Mashiho yang pengen jaga image jadi kelepasan.

"Yang berempat di dekat pintu, ayo kenalan," suruh Aksa sebelum terjadi perdebatan.

"Saya Yetfa Damian, satu sekolah sama Bara dan Galaksi."

"Mantan ketua OSIS kita nih," ucap Galaksi merangkul Yetfa dengan penuh rasa bangga.

"Yoi, otaknya encer banget kayak es batu di panasin," sambung Bara ikut-ikutan merangkul Yetfa. Yetfa yang berada di antara dua orang berbadan tiang, terkekeh pelan.

"Gue-"

"Lo Donahue Nagendra 'kan?!" Potong Nares heboh sambil bertepuk tangan.

"Iyaa...?"

"Ada anak famous woi! Dia ini Gendra dari Universitas Garuda Di Dadaku, anak paling irit ngomong tapi gak tahunya jenius parah. Lo anak teknik mesin 'kan?"

Gendra mengangguk kaku sekaligus bingung. Ini kenapa jadi Nares yang kenalin dia, bukan dia yang memperkenalkan diri?

"Teknik mesin? Sama kayak gue dong!" Seru Evan senang karena bertemu orang yang satu jurusan walaupun beda Universitas.

"Tolong ditahan dulu senengnya, dua orang lagi belum nih," sindir Bara yang kayaknya punya dendam kesumat sama Evan.

"Berantem teross!" Galaksi menoyor kepala Bara sampai orangnya hampir kejedot tembok, untung ada Tama yang dengan sigap menahan kepalanya dengan tangan.

"Parah lo, Kak."

"Biarin aja sih, udah biasa."

Tama merengut. "Ish, harusnya gak gitu. Kenapa gak didorong aja sampai nyusruk?"

"Anak kecil gak boleh gitu," tegur Nares sambil menunjuk-nunjuk Tama seperti seorang ibu yang memarahi anaknya.

"Iya-iya."

"Cowok yang rambutnya abu-abu. Kenalan dong," goda Galaksi sambil mengedip-ngedipkan matanya.

"Macam tak betul budak ni!" Seru Mashiho sambil menampar punggung Galaksi sampai orangnya mengaduh keras.

"Saya Fusena Yoshiro Chenoa, kalau sikap saya kurang berkenan di hati, saya mohon maaf."

"Baku banget, kak. Santai aja." Kata Yetfa gregetan.

"Bagus dong, biar mulutnya gak ngawur macam budak ni," kata Evan yang lagi-lagi melirik Bara sinis.

"Sewot banget lo sama gue. Hayu gelut."

"Iya gue gak baku lagi," Kata Yoshi pada akhirnya.

"Nah, yang terakhir sok atuh memperkenalkan diri," ucap Genta mempersilahkan pemuda berambut merah dengan headband di kepalanya.

Yang lain ikut melihat ke arah pemuda itu. Auranya berbeda, mana ekspresinya datar sekali.

"Kok diem aja? Asahi yang datar aja udah," celetuk Genta, alhasil sebuah kertas menampar wajahnya.

Maklum, Asahi kesal.

Tak lama, senyum pemuda itu merekah. "Gue Nalendra Acacio."

"Lo dari sekolah mana? Seragamnya bagus." Tanya Galaksi antusias.

"Ineffable High School."

Jawaban itu membuat senyum mereka sirna, raut wajah terkejut tak dapat di sembunyikan, tak terkecuali Asahi yang datar-datar saja sejak tadi.

Yoshi yang tidak tahu menahu apapun dibuat heran karenanya. "Kalian kenapa? SMA nya terkenal dan bagus kah?"

Evan merangkul Yoshi, membawanya ke sisi lain ruangan, menjauh dari yang lain.

"Sekolahnya memang terkenal dan bagus, tapi reputasinya jauh dari kata bagus," bisiknya memberi tahu.

"Loh, kenapa?"

Evan melirik sebentar ke pemuda bernama Acio [Acacio] yang tersenyum lebar kepada Aksa, terlihat mengajak berkenalan lagi.

"Sekolah itu tempat anak-anak bandel."

"Bandel dalam artian?"

"Tawuran, pencurian, pembullyan, diskriminasi, dan biang kerusuhan. Makanya gak ada orang yang ramah sama anak-anak dari sana, gak tau deh kenapa sekolah itu gak ditutup."

Sebelumnya aku mau bilang beberapa hal;

Cerita ini gk sama persis kayak gamenya, karena aku blm pernah main dan aku gk paham :v

Cerita ini hanya fiksi belaka, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan nyata

Dan awalnya aku mau nulis ini sebagai novel fanfic, tapi aku gk tau buat fanfic disini gimana caranya, yang tau caranya, please kasih tau aku :(

naughtyspaceecreators' thoughts
Chapitre suivant