webnovel

Salah Paham

"Apa lihat-lihat, dari tadi kau terus menatap ku!' ucap Andrean sinis saat netranya menangkap basah seseorang yang tengah memperhatikannya, siapa lagi kalau bukan Naya, yang terlihat begitu rajin menoleh ke arahnya.

'ih dasar cowok galak,' Naya bergumam kesal meski ia terlihat salah tingkah.

"Jangan bilang kalau kau terpesona dengan ketampanan ku," kekehnya angkuh, dengan pandangan penuh curiga menatap balik ke arah Naya.

Bagi Andrean semua wanita itu sama saja, tak ada yang setia, setiap wanita yang dekat dengannya pasti hanya ingin mengincar harta kekayaannya saja, meskipun Naya tidak seperti itu.

Naya seolah tak mendengar cuitan dari Andrean yang di anggapnya terlalu PD itu, ia akui beberapa hari ini matanya sedikit jelalatan memandang Andrean, terkadang hatinya berdebar kencang saat Andrean menatapnya secara tak sengaja. Benar-benar perasaan yang aneh, 'apa ini yang namanya jatuh cinta?' bisiknya dalam hati.

Naya memang belum pernah merasakan hal itu, di mana jantungnya berdebar kencang saat melihat lawan jenisnya. Selama ini yang ia lakukan hanyalah kencan buta, bertemu dengan berbagai jenis mahkluk hidup yang beraneka rupa, mulai dari anak ABG, SMA, bahkan yang paling parah ia pernah di kenalkan dengan pria yang usianya lebih tua dari ayahnya, bisa di bilang kakek-kakek.

Sejak saat itu Naya kapok dan memutuskan untuk tidak melakukan kencan buta lagi, sampai akhirnya Milea begitu memohon agar ia mau melakukan kencan buta lagi dengan salah satu pria pilihan suaminya, namun lagi-lagi ia kecewa, karena pria yang di tunggu tidak kunjung datang, yang ada ia malah terlibat masalah dan bertemu dengan Andrean, pria galak yang ternyata adalah bosnya sendiri di perusahaan tempatnya bekerja selama ini. Mungkin garis takdir Naya memang untuk kecewa.

"Apa kau memang hobi berhayal?"

Andrean seketika mendekat tepat di samping Naya, sontak hal itu membuat Naya kaget, tatapan Andrean benar-benar maut, hingga membuat jantung Naya berdebar lebih cepat.

"Ambilkan saya minum!"

Naya mengernyitkan dahinya, ia memutar bola mata malas, 'apa hebatnya jadi asisten kalau kerjanya cuma jadi pesuruh,' dengusnya kesal.

Baru saja Naya akan beranjak keluar, Andrean kembali memanggilnya.

"Hei tunggu dulu!"

Lagi-lagi Naya mendengus, 'apa lagi permintaan tuan muda ini,' bisiknya pelan, sambil menghentikan langkah kakinya.

"Bicara apa kamu barusan? Kamu pikir saya tidak dengar!"

'kalau bisa dengar ngapain nanya,' batin Naya lagi.

"Bawakan air minum, bukan cairan pencuci piring,!" kembali Andrean menegaskan, ia tak mau jadi korban lagi akibat kecerobohan Naya.

"Baik pak, segera saya ambilkan," dengusnya kesal.

Terlihat Andrean melambaikan tangan, memberi isyarat kepada Naya untuk bergegas keluar, Naya hanya mengangguk meski terlihat ogah-ogahan, 'sabar Naya,' ucapnya menyemangati diri sendiri sambil bergegas pergi.

"Ehh Nay, mau kemana lo?"

Panggil Milea dari ruang kerjanya sesaat melihat Naya yang tengah melintas, terbesit rasa rindu di hatinya, mengingat mereka sudah jarang bertemu dan ngobrol bareng meskipun masih sekantor.

Naya mengulas senyum di wajahnya begitu melihat Milea, ia pun merasakan hal yang sama, ada perasaan rindu dan juga sedih di hatinya, biasanya mereka selalu bergurau di sela-sela jam kerja, setelah jam makan siang mereka pun bersama, rutinitas yang meski di ulang-ulang setiap hari tapi tak membuat bosan.

"Hai Mil, ntar siang makan bareng yuk?" Pintanya sambil menyenggol bahu temannya itu.

"Ahh elo Nay, bisanya cuma PHP doang, maren juga lo ngomongnya gitu, ehh taunya malah makan bareng sama pak Andrean,"

"Ralat dikit Mil kalimat lo, bukan sama pak Andrean aja, tapi juga bareng Riko," protesnya kesal saat mendengar hanya nama Andrean yang di sebut.

"Ya, tapi kan pasti pak Andrean yang ngajakin makan?"

"Mana mungkin, Riko yang ngajak gue, kalau pak Andrean bisanya cuma nyuruh-nyuruh, tapi gak pernah basa basi ngajakin gue makan," ucapnya sedikit berceloteh.

"Ya elah, emang lo siapanya pak Andrean pakai di tawari makan, lagian gue denger-denger bos kita itu paling anti sama cewek," Milea mulai menggosip, mungkin jiwa menggibahnya mulai keluar.

"Masa si Mil, pantesan aja itu bos gak tergoda sama si Stefi yang genit itu, lo bayangin aja Stefi udah suka rela menyerahkan dirinya, tapi malah kena semprot abis-abisan sama pak Andrean, bahkan Stefi terancam di pecat," Naya malah ikut bersemangat, mirip seperti ibu-ibu komplek di dekat rumahnya yang suka ngegosip.

"Serius lo Nay, jarang-jarang ada cowok yang menolak rayuan maut dari Stefi si penggoda itu,"

"Beneran Mil, gue saksi hidupnya,

apa jangan-jangan bos kita penyuka sesama..." Naya tak berani meneruskan, namun Milea paham dengan apa yang Naya maksud.

"Kalo gitu gue gak jadi ngefans sama pak Andrean, ngeri gue Nay," sahutnya lagi bergidik ngeri.

"Makanya, ngefans itu sama suami, bukan sama bos aneh itu," balas Naya menasehati, namun seketika ia tersadar.

"Aduh Mil mampus gue..."

Naya menepuk keningnya, ia baru ingat tadi Andrean menyuruhnya mengambilkan minum.

"Gue pergi dulu ya Mil, ntar kita sambung lagi ok,"

Ucapnya lagi sambil berlari menuju dapur.

Dengan langkah seribu, ia berlari lagi menuju ruangan Andrean, tak perduli apa yang akan terjadi, toh juga ia sudah terbiasa dengan teriakan, omelan bahkan celotehan dari Andrean yang di anggapnya terlalu berlebihan itu.

"Pasti gue kena semprot lagi,"

Ucapnya dengancemas, tak lupa ia menarik nafas, menghirupnya pelan dari hidung dan membuangnya lagi melalui mulut, kemudian dengan hati-hati ia mengetuk pintu.

Tok... Tok... Tok...

"Masuk."

terdengar jawaban dari dalam .

Sekali lagi Naya mengatur nafasnya agar tidak terlihat gugup.

"Permisi pak, saya membawakan minum," ucapnya sambil tersenyum, namun berbeda dengan Andrean yang terlihat seram, tak ada senyum di wajahnya, terlihat sangat jelas kalau ia sedang marah.

"Dari mana saja,? Apa kau mengambil minuman itu ke bulan? Apa tidak bisa lebih gesit lagi kalau di beri perintah?

Tanya Andrean secara beruntun, ia bingung kenapa Naya selalu membuatnya marah.

"Cepat bawa ke sini! saya haus!"

Pintanya kesal, dengan pandangan terus fokus ke arah Naya.

Naya melirik minuman yang ia bawa, masih terisi penuh air di dalamnya, ia berjalan perlahan agar tidak sampai terjatuh dan menumpahkannya, meski tangannya sedikit gemetar namun ia berusaha menahannya, dan benar saja apa yang di takut kan pun terjadi.

Pranggg...

Gelas itu pun terjatuh bersamaan dengan jatuhnya Naya tepat di depan Andrean, secepat kilat Andrean menangkapnya, sekarang posisi mereka sangat dekat saling berhadapan, dengan mata yang memandang satu sama lain, jantung Naya berdebar kencang.

Berasa akan copot dari tempatnya, hanya persekian detik mereka berpandangan, namun buru-buru Andrean melepasnya dan tentu saja membuat Naya terjatuh.

Baru saja merasakan terbang ke atas langit, namun di hempaskan lagi ke dasar bumi, itu lah yang sedang Naya rasakan saat ini. Sedangkan Andrean hanya tersenyum miring melihatnya.