"Jadi, semua ini sudah di rencanakan?" gumam Aretha seraya mengepalkan kedua tangannya dan pada saat dia kembali membalas pesan dari anonymous itu untuk menanyakan siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan sang kakak! Namun, Anonymous itu tak kunjung membalas pesannya, membuat Aretha menggeram kesal.
"Semoga saja, beberapa jam kemudian dia akan membalas pesanku, dan sekarang lebih baik aku kembali ke ruang tv untuk memastikan kalau Ayah tidak menyalakan tvnya," ucap Aretha seraya bergegas menuju ruang tv.
"Kenapa lama sekali Tha?" tanya Alfandy saat melihat Aretha tengah berjalan menghampirinya dengan handphonenya yang berada ditanganya.
"Hehehe, maaf Yah! Tadi, Aretha keasyikan bermain games dihandphone Aretha," bohong Aretha pada sang Ayah.
"Dasar, kamu ini kebiasaan banget kalau sudah main games suka lupa waktu begitu," ucap Alfandy seraya menggelengkan kepalanya dengan kelakuan sang putri.
"Enggak lagi-lagi deh, Yah!" ucap Aretha nyengir menunjukkan deretan gigi putihnya.
"Tha, apa kakakmu sudah memberi kabar?" tanya Alfandy yang membuat Aretha berpura-pura memberenggut kesal.
Alfandy terlihat mengerutkan keningnya, saat melihat Aretha yang memberenggut kesal saat dia bertanya apakah Akthar sudah memberi kabar atau belum.
"Ada apa Tha? Kakakmu bikin kesal lagi ya?" tanya Alfandy menerka-nerka.
Aretha pun mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan oleh sang ayah. Melihat anggukkan yang diberikan oleh putri, Alfandy pun terkekeh geli saat mengetahui apa yang membuat sang putri terlihat kesal.
"Memangnya apa yang dikatakan oleh kakakmu itu sampai membuatmu merenggut kesal," ujar Alfandy yang kembali bertanya pada Aretha.
"Kak Akthar tidak mengatakan apa-apa Yah," ucap Aretha yang membuat sang ayah menatapnya dengan tatapan bingung.
"Lah! Terus?" ucap Alfandy.
"Yang membuat Aretha kesal itu karena Kak Akthar tidak membalas pesan whatsapp Aretha, Yah. Padahal kan Kak Akthar lagi online juga," bohong Arethta yang kembali berpura-pura memberenggut kesal.
Alfandy terlihat tergelak saat mendengar penyebab sang puti yang kembali memberenggut kesal.
"Sayang mungkin kakakmu memang sedang sangat sibuk seperti yang kamu katakan pada Ayah. Jadi, dia belum sempat membalas pesanmu untuk memberi kabar pada kita," ucap Alfandy pada Aretha.
"Tapi tetap saja, Aretha merasa sebal Ayah! Bagaimana bisa, kak Akthar tidak membalas pesan dari adik tercintanya," ucap Aretha.
"Pokoknya, nanti kalau Kak Akthar pulang, Ayah harus memarahinya," tambah Aretha yang dianggukkan oleh sang ayah.
"Iya, sayang! Nanti Ayah akan memarahi kakakmu, kalau dia sudah pulang," ucap Alfandy yang membuat senyuman menghiasi wajahnya.
"Terimakasih ayah! Pokoknya, ayah yang terbaik," ucap Aretha seraya menghambur memeluk sang ayah.
"Sama-sama sayang," ucap Alfandy seraya membalas pelukan Aretha.
"Oh iya! Ayah mau dimasakin apa? Karena sebentar lagi waktunya untuk makan siang dan ayah juga harus meminum obatnya lagi, supaya bisa cepat sembuh dan sehat," ucap Aretha seraya melepaskan pelukannya pada sang ayah.
"Ayah mau ikan asin sama lalapan saja, Tha," ucap Alfandy pada Aretha.
"Okay! Kalau begitu, Aretha akan memasak ikan asin yang special untuk ayah dan lalapannya juga," ucap Aretha yang melenggang ke dapur.
Sedangkan Alfandy? Ia lebih memilih membaca Al Quran sembari menunggu Aretha selesai memasak untuk makan siang mereka.
***
Sementara itu, Bian yang masih berada di Kantornya bersama Adam, berusaha mengalihkan pikirannya dari Naila dan lebih memilih untuk memeriksa kembali dokumen-dokumen dan file-file pentingnya.
"Permisi Pak!" ucap Reza saat memasuki ruangan Bian.
"Ini handphonenya, seperti yang Pak Bian inginkan," lanjut Reza seraya meletakkan handphonenya di atas meja Bian.
"Terimakasih!" ucap Bian seraya mengambil handphonenya.
"Sama-sama Pak, permisi!" ucap Reza seraya berjalan keluar dari ruangan Bian.
"Orang kaya mah bebas, mau beli handphone terbaru kapan pun dia mau," sindir Adam seraya menatap Bian yang tengah membuka kotak handphone yang tadi dibawa oleh Reza.
Bian terlihat mendelik kesal saat mendengar sindiran yang diberikan oleh sahabatnya itu.
"Bisa diam saja tidak? Boleh lihat tapi jangan komen, karena aku sama sekali tidak membutuhkannya," ucap Bian seraya menatap Adam dengan tatapan kesal dan dia pun melanjutkan membuka kotak handphonenya tanpa menghiraukan gerutuan Adam.
"Punya sahabat kok sensian banget!" gerutu Adam yang kembali menyibukkan dirinya dengan handphonenya.
Bian masih tidak menghiraukan gerutuan Adam, dan lebih memilih untuk berjalan menuju pintu ruangannya untuk mengambil kartu handphonenya.
Setelah mengambil kartu selulernya, dia pun kembali duduk di kursi kebesarannya dan mulai memasukkan kartu celulernya ke slot kartu pada handphonenya.
di
"Akhirnya selesai juga," ucap Bian setelah memasukkan kartu celulernya pada slot handphonenya.
"Dam, memangnya kamu tidak ada kerjaan di Kantor apa?" tanya Bian seraya meletakkan handphonenya di atas meja.
"Aku sudah menyelesaikan semua pekerjaanku kemarin, mangkaknya aku kesini! Karena bosen banget di Kantor," ucap Adam yang kali ini dengan menatap Bian.
"Oh ya, by the way! Produk barumu, kapan akan dilaunching?" tanya Adam yang masih menatap Bian.
"Mungkin dua bulan lagi," jawab Bian yang membuat Adam mengangguk mengerti.
"Lalu modelnya, tetap Naila?" tanya Adam kembali dan dianggukkan oleh Bian.
"Iya, memang dia yang paling cocok menjadi modelnya," jawab Bian.
"Memangnya kamu tidak ada model lain apa? Atau kamu sengaja memakai Naila untuk tetap menjadi modelnya supaya kamu tidak mengeluarkan uang terlalu banyak untuk membayar model?" terka Adam yang dihadiahi lemparan map oleh Bian karena tidak suka dengan apa yang dikatakan oleh Adam.
"Sialan! Kamu pikir aku semiskin itu, huh! Bahkan, sampai sepuluh turunan pun kekayaanku tidak akan habis-habis," ucap Bian yang masih menatap Adam dengan tatapan tidak suka.
"Yang ada itu tujuh turunan, woi! Malah ditambah-tambahkan," ucap Adam yang menimpali kata-kata Bian.
"Mulut-mulut aku! Mau aku bilang tujuh maupun sepuluh turunan sekali pun, terserah aku dong. Kenapa kamu yang keberatan? Kamu harus ingat peraturannya, kalau orang kaya mah bebas mau melakukan dan mengatakan apa saja," ucap Bian yang menatap Adam dengan tatapan mengejek.
Adam terlihat merotasi kedua bola matanya saat melihat Bian yang menatapnya dengan tatapan mengejek.
"Terserah deh! Lebih baik sekarang kamu pesankan aku makanan, karena sudah waktunya untuk makan siang dan aku juga sudah merasa sangat lapar Bi," ucap Adam pada Bian.
"Enak saja, pesan sendiri!" timpal Bian yang lebih memilih mengotak-atik handphonenya.
"Ayolah Bi, masa tega lihat sahabat sendiri kelaparan," ucap Adam yang menatap Bian dengan tatapan memelas.
"Hhhhhh, iya iya! Tapi aku akan meminta bagian pantry untuk menyiapkan kita makan siangnya," ucap Bian pada Adam.
"Kenapa enggak delivery saja sih, Bi!" ucap Adam pada Bian yang terlihat akan menghubungi bagian pantry.
"Malas!" ucap Bian dengan singkat, dan dia pun menghubungi bagian pantry untuk menyiapkan makan siang.
"Dasar pelit!" cibir Adam.
"Bodo amat!" timpal Bian setelah menghubungi bagian pantry.
"Dam!" panggil Bian.
"Apa," balas Adam dengan malas, yang sama sekali tidak perdulikan oleh Bian.
"Sepertinya aku harus mempertimbangkan usulanmu yang tadi," ucap Bian yang menatap Adam dengan tatapan serius.
"Usulan yang mana?" ucap Adam yang membalas tatapan Bian dengan tatapan bingung.
TO BE CONTINUE.
Happy reading readers. jangan lupa collection, vote, dan reviewnya. Dan jangan lupa juga follow ig author ya @idaflicka. Semoga kalian suka yah.