Warning: pregnant sex
[ lil bit abussive ]
Mohon bijak memilih bacaan!
Benar-benar berhenti. Mile sampai memastikan apakah pemandangan di depannya nyata, dia membuat jarak beberapa jengkal untuk melihat wajah si manis. Air mata Apo diusapnya hingga kering, saliva di bibir Apo dibersihkan tanpa kecuali. Kedua mata besar itu tampak seperti berlian, tapi kilaunya berwarna merah. Apo adalah definisi keindahan tak berperi, ketampanan dan kecantikan yang dia miliki telah melebur dan sulit terdefinisi. Remaja itu dipetik Mile saat bunganya baru merekah, aromanya segar. Namun memang belum disebut sempurna. Mile perlu mendekat dulu untuk menghidu wanginya. Hidung dan bibir dibenamkan ke sisi leher demi mendapatkan esens jelas.
Apo pun meremas bahu Mile dengan kedipan yang kurang nyaman. Setelah bertengkar tadi tampaknya si manis belum benar-benar memaafkan. Dia rindu juga, tapi mungkin seks sedikit berlebihan. Inginnya menolak, tapi jujur Apo haus dengan kehangatan sebagai pasangan. Dia sedang marah kepada diri sendiri, lalu mendorong Mile berkali-kali. "Nda mau ...." bisiknya saat bertapan dekat. Namun gelengan Apo beda dengan arti di bola matanya. Mile pun lanjut menyerang bagian leher yang kiri. Dia gigit dan hisap kulit lembut si manis. Beberapa tempat dia tandai hingga jejaknya kembali ada. "Akh! Hhh," keluh remaja itu dengan remasan menguat. Telinganya merah dengan debaran makin menggila. Mile pun menciumnya lagi hingga protesan Apo menghilang. "Ahhh, nngh ...." desahnya diantara selangkangan yang dirogoh jari. Apo pun kelabakan menangani sang suami. Dia tidak bisa mengurangi satu pun jenis sentuhan, malah penisnya kini berdiri (Mile menarik celana dalamnya agar segera lepas). Benda mungil tegang itu dilumuri saliva, Apo syok. Kedua matanya menatap detik-detik mulut Mile terbuka untuk mengambilnya dari permukaan lidah.
"Phi Mile benar-benar minta maaf," bisik Mile sembari terus mengocok penis Apo. Dia buat sang istri bingung bersikap. Tahunya merintih. Remaja itu ingin menjerit, tapi faktanya tetap diperkosa. ".... ya? Setelah ini mau apa terserahmu, kecuali pulang ke Huahin.
Coba pikir dulu Po, Mama yang ada nanti ikutan marah padamu, seperti di UKS dulu. Phi tidak bisa melihatmu dibentaki orang lain setelah menikah. Kau tahu kan Mama May pemikirannya mirip denganku? Phi prediksi Mama malah membelaku juga nantinya. Beliau logis. Salah ya salah, benar ya benar ini bukan soal kau siapa. Kalau kau benci, ya aku saja sekarang ada di sini. Pukul gratis ...."
"Ahhh, mhhhh--ahhh!" Apo pun terkejut karena serbuan pada penisnya. Dia terlonjak akibat gairah memuncak tinggi. Rasanya nikmat dapat pelepasan yang secepat itu karna Mile ahli. Lihai sekali suaminya menangani tubuh yang ranum. "Hhh, hhh, hhh ...." desahnya dengan napas yang tersengal-sengal.
"Ayo pukul, biar benar-benar puas. Pipi kanan atau kiri--"
Suara tamparan Apo kencang sekali.
Mile syok. Padahal kalimatnya belum selesai, tapi Apo ternyata sejengkel itu hingga rahang kirinya serasa geser.
".... b-boleh lagi tidak?" tanya Apo, yang tampaknya belum usai menyalurkan emosi. "Hhh, hhh ... hhh ... t-tapi Phi Mile kan tampan sekali, nanti kalau luka bagaimana ...."
Mile Phakphum pun berkedip karena kepalanya serasa pening. Dia tak menyangka tenaga Apo versi murka besar juga. Lelaki itu memegangi lehernya sebelum kembali menatap lurus. "Astaga, Pooo. Why so suddenly? Kaget aku--"
Suara tamparan kedua menyusul. Pindah ke kanan.
"P-Phi Mile kan menawariku sendiri. Nak serius ...."
"Shit. Setidaknya biarkan aku bersiap-siap--"
Yang ketiga adalah double kill karena kembali di kanan juga. Bibir Mile bahkan luka dan si manis pun baru berhenti. Matanya berkaca-kaca, tapi dadanya menjadi ringan dan dirinya lega sekali. "A-Aku akan pukul terus, tapi bilang bolehnya berapa. Phi Mile jujur ...." katanya, benar-benar polos sampai tidak bisa membedakan yang tadi hanya gertakan.
Mana mungkin Mile berharap akan ditampar betulan, kan? Hanya saja dia kaget melihat Apo tertawa-tawa. Bibir ranum itu tersenyum lebar dan serba salah di saat yang sama.
"Kesal kali kalau Phi Mile marah-marah. Nak balas ...." kata Apo. "A-Aku masih ingin pukul lagi ...."
Mampus kau Mile Phakphum!
Sambil mendesis, suami anyaran itu pun memegangi bibir. Mile yakin Apo akan menampar ulang karena matanya serius campur penasaran. "Wait, wait, wait--ya Tuhan, Poooo! Iya tapi jangan muka lagi. Berubah bentuk nanti Phi Mile. Batal jadi suami paling tampan sedunia."
Apo mendadak tertawa kencang. Dia mulai puas menyiksa Mile Phakphum. Itu adalah kasus KDRT paling valid karena tamparan saja tak cukup. Si manis pun menggigit bahu Mile sekuat tenaga. Mile berteriak. Pasangan itu bercanda dengan cara yang tergolong mengerikan. "Rasaiiiiiiiin ....!"
"AAAAARGH! POOOOOOOOOO!"
Gigitan itu berpindah lagi ke bisep liat hingga Mile mengalirkan darah. Apo seperti vampir yang mengisap rakus karena taringnya bisa menancap kain hingga tembus ke kulit Mile. Si manis benar-benar balas dendam, tapi anehnya setelah itu dia menangis.
"No, hiks ... a-aku kan sayang ke Phi Mile," kata Apo sembari memeluk. "Tidak jadi pulang ke Huahin. Sayang Phi Mile ...." rajuknya mulai ketakutan. "Nanti kalau kangen, bagaimana? Di rumah saja, Phi. Jangan kerja-kerja terus ...."
"Ya ampun sakit juga gigitanmu." Mile mengusapi bahunya yang ngilu. "Ssshh."
"Aku tidak suka Phi Mile sering jauh. Benci, benci, benci ...." rajuk Apo. "Uang Phi kan sudah banyak. Kenapa sih suka pergi dadakan begitu? Kadang pagi sudah tidak ada. Phi Mile awas kalau pacar-pacaran di luar! Nda suka!"
"Po, it's not like that. Sejak kapan sih Phi pacar-pacaran?" bingung Mile. "Kenapa malah bahas orang yang ketiga? Dapat bukti darimana hei aku begitu?"
"Nda tahu, takut ...." protes Apo. "Soalnya Phi kuhitung-hitung sering kerja daripada pulang. Dinas 12 hari di rumahnya cuma 6 hari. Pergi lagi 8 hari, tidurnya sama aku cuma 5 hari. Phi bahkan masih keluar kamar buat lembur tengah malam. Ya ampun, Phi jangan cari uang banyak-banyak--hiks ... hiks, hiks ... kan sudah kaya sekarang. Umnn, aku dikasih permen sudah senang kok serius. Uang jajanku rasanya juga makin banyak, walau sudah kukurangi. Lebih senang kalau Phi Mile sering di rumahnya. Sama aku ...."
Mile Phakphum pun menghela napas. Dia jadi sadar perlu menunda jaman keemasan sementara waktu. Tampuk kepemimpinan bisa menunggu tiga atau empat tahun lagi. Jujur proyek yang dia ambil tahun ini memang sangat banyak, belum lagi taman bermain Apo sudah masuk daftar asetnya di masa depan. "Apa perlu kukurangi?" batinnya. Posisi tahun ini Keluarga Romsaithong naik ke rank-3 dengan power paling kuat di Thailand, tapi kalau istrinya tantrum begini dia tak bisa berpikir jernih.
Mana yang perlu diprioritaskan? Arrrghh, brengsek! Mile memang berat memutuskan, tapi hatinya pun sakit. Dia tidak bisa kehilangan Apo 15 tahun hanya untuk menyiksa si manis saat sudah menikah dengannya.
"Oke, oke. Sayang, coba lihat mataku sekarang. Sini dulu ...."
Mile pun meraih dagu Apo agar lebih dekat.
"Benci ...."
"Iya, iya Sayang. Boleh benci, tapi jangan mulai besok. Phi akan mencoret beberapa kerjaan biar nanti sering main denganmu. Bagaimana?"
"Huh?"
"Iya, serius. Mulai besok Phi Mile akan lebih sering di rumahnya, ya?"
Tangis Apo pun langsung berhenti. Remaja itu sulit mempercayai Mile, tapi berusaha. Bagaimana pun kalau Mile bohong, berikutnya dia akan menggigit di titid (MILE HANYA TIDAK BOLEH TAHU SOAL ITU!! AWAS SAJA! ARRGH!)
"Betulan, Phi?"
"Ya, tentu. You complete me, Apo," bisik Mile sembari mengecup. "Kan katamu uang kita sudah banyak. Ha ha ha ... tapi tunggu ya, biar Phi urus dulu pencoretannya. Paling lama 1 minggu. Bisa sabar sampai prosesnya selesai? Mencoret kerjaanku tak seperti memindahkan barang, Po. Phi harus bicara dengan beberapa orang."
Apo kini harap-harap cemas. Dia tak menyangka hanya dengan tantrum Mile berani memutuskan hal besar. Remaja itu merasa tersanjung karena dijunjung seperti piala. "B-Bisa kok--umn, nanti bilang ya kalau sudah selesai ...." pintanya. "Soalnya penasaran kalau baca buku berdua di perpus. Atau berenang di kolam bareng Phi sampai bosan. Terus Phi kan jago menggambar. Aku nak diajari juga biar nanti bisa mengajari baby."
Benar-benar PR yang mulia sebagai Ayah.
Mile jadi paham apa beda bujang dengan setelah menikah. Kau perlu membagi dirimu ke banyak fokus, sehingga harus ada yang dikorbankan. Dia tidak hanya berperan sebagai suami, tapi juga tempat bergantung untuk Apo dan kedua bayi dalam perutnya.
"Ya, ya ... mari kita lakukan semuanya nanti. Love you."
Apo pun terpejam kala keningnya dicium. "Love you ... tooo, Phi ...." bisiknya langsung membalas begitu senang. Suara si manis memang tak sejelas Mile, tapi ketulusannya bisa dirasakan ke seluruh ruang dada.
Pasangan itu pun baru mengawali seks usai menuntaskan beban. Keduanya sama-sama ingin melampiaskan stress yang menumpuk selama ini.
"Iiih, nda mau. Harusnya Phi duluan sekali-kali," larang Apo sambil meremas depan bajunya. Dia tidak suka selalu telanjang sebelum Mile, apalagi penisnya di bawah sudah basah nan lengket cairan. Mile puj terkekeh-kekeh. Ditantang begitu, dia malah pamer otot sugar daddy.
"Oke, sekarang apa?"
Apo pun menatap badan sang suami dengan bola yang ingin melotot lompat. "Y-Ya, semuanya dong. Penipuan kalau cuma kaus. Bajuku saja sering dibuang Phi sembarangan," protesnya dengan alis yang bertaut.
Mile pun makin terhibur, dia rasa Apo kurang percaya diri karena perutnya semakin buncit. Padahal sebagai Mile malah bangga bisa menghamili sang istri. Biar siapa pun tahu Apo Nattawin yang paripurna hanyalah miliknya seorang.
Usai telanjang bulat, Mile baru menindih Apo tak sabaran. Lututnya menumpu ranjang empuk agar tidak melukai baby-bumb kedua bayi. Entah itu mini Kitty atau Little-little mini Kitty, jujur Mile ingin segera bertemu mereka. Dia penasaran betapa lucu kalau sudah besar nanti. Pasti seperti Apo Nattawin. Harus secantik Apo Nattawin!! Mile harap si adik nantinya perempuan saja. Dia butuh keyakinan untuk mendapat anak-anak yang sedap dipandang.
"Halo, Sayang." Mile langsung menciumi bulatan perut Apo usai melepas kancing bajunya. Dia membuat sang istri malu sendiri, pasalnya ada yang bergerak saat bagian itu dijelajahi.
Ah, itu pasti bayi-bayi gemas. Februari saat Apo ulang tahun mereka sudah 5 bulan. Rasanya daripada cium bibir, Apo kini lebih suka perutnya disedot dengan putaran lidah yang basah.
"Hnnnghh, nnnhh," lenguh Apo, karena liangnya mulai dilonggarkan dengan jari. Dia coba bersandar dengan nyaman di tumpukan bantal, tapi geli juga kalau rambut lebat Mile ikut menyeruduk di kulit perutnya. "Uu, Phi Mile agak ke belakang. Besok potong rambut, aku tidak tahan lagi. Kenapa cepat sekali panjangnya." Dia terpejam sembari menjambak pelan ke sana. Bukannya marah, Mile justru begitu menikmati. Lelaki itu suka jemari Apo menjelajah hingga kulit kepalanya, padahal bagian itu jauh di tumpukan rambut.
Sangat ramping, sangat mungil. Mile pun bernafsu membuat Apo sering merintih karena isapan kasar. Ini tak seberapa dengan bagaimana Apo meninggalkan luka memar gigitan pada bahunya.
"Ahh, pindah ...." mohon Apo karena garis perutnya dijilati hingga merata. Dimana ada pergerakan bayi, Mile pun gemas mendatanginya. Lelaki itu baru naik ke dada Apo karena si manis menjambak kencang. "P-Plis, sini saja ... jangan lagi," katanya karena bisa klimaks hanya dengan sentuhan seperti itu. Apo hanya tidak mau capek sebelum ini dimulai, walau dia harus menjerit karena Mile langsung menyedot putingnya obsesif. "Akhh! Ahhh ...." Kelopak matanya membuka dan menutup karena nikmat.
Mile memuji puting pink-nya yang lucu ketika tegang, apalagi agak bengkak karena persiapan menyusui--ya, walau tidak tambah besar. Dada Apo masih datar saja, namun makin sensitif jika terkena lidah yang nakal. "Aku tidak mau lama-lama, boleh masuk sekarang, ya?" pintanya usai mengeluarkan jari.
Apo pun berpikir sejenak, dia baru mengangguk setelah merasa siap dipenuhi. Remaja itu tidak sabar genap 18 tahun bulan depan. Aku juga ingin dewasa! Lebih tinggi! Batinnya, sambil menatap antusias kala Mile mendorong penis ke dalam bokongnya. Dia memang suka melakukan ini karena merasa seksi. Si manis sudah membayangkan bagaimana jika penisnya tumbuh sebesar Mile. Di masa depan dia pasti tampan dan makin rupawan.
"Sakit tidak? Phi hanya memakai spermamu sebagai pelumas. Malas turun, kau terlalu menggairahkan."
"Mnhh, mmhh ...." Si manis menggeleng sedikit kuat. Dia sebenarnya ingin posisi lain, tapi sepertinya jelek. Selama hamil mungkin Apo harus sabar tetap di bawah hingga semuanya selesai. "Tidak Phi, senang ...."
"Alright, good," kata Mile sembari mendorong semakin yakin. Dia selalu terpercik semangat kalau wajah Apo menampakkan raut yang erotis. Terutama saat dikuasi oleh penisnya yang besar. "Hhh, halo baby-baby ... good morning plus maaf kalau Daddy terlalu rajin." Dia pun terkekeh sendiri saat mulai bergerak penuh energi. Kemampuan dinding otot liang Apo yang menjepitnya sambil meremas di bawah sana terlalu nikmat sampai Mile tidak penasaran lagi dengan liang-liang yang lainnya. "Ahhhh, hhhh ...."
"Ahhh! Phiii Mileee, j-jangan kencang-kencang dulu! Tolong--"
Mile seolah tidak mendengarkan Apo.
Karena dia takkan mengerem setelah mendengarkan didikan Dokter Napvtik kapan hari. Soal kembar superfetasi anaknya mereka, kecil kemungkinan Apo akan hamil susulan ketiga. Karena ruang rahimnya kini sudah berbagi makanan. Kedua baby kemungkinan rakus berebut asupan sehingga takkan terbentuk janin yang lain.
"Oooh, mmhhh ...." desah Apo sepanjang pagi cerah itu. Dia merasa lega hingga tak mau menyesal. Pilihan untuk tidak meninggalkan Mile akan dia pegang, kecuali untuk hal yang tak bisa hatinya tahan di masa depan (semoga tak perlu ada sepanjang kebersamaan mereka nanti). "Ahhh, nnghh ... Phi aku mau keluar sekarang. Ahhh--nak cium ...."
Apo pun menyambut leher sang suami dengan pelukan yang hangat, dia tidak mendesah ribut saat mereka muncrat di bersama di bawah sana.
"Hrrrmhh."
Hanya menggeram.
Mile sampai takut Apo berubah menjadi kucing seperti dulu. Dia beberapa kali ingin mengecek, tapi Apo menariknya lagi ke dalam ciuman yang panas.
"Oh, shit---Apo!" batin Mile. "Kupikir kau butuh waktu lama untuk menjadi sepintar ini."
Bersambung ....