MILE mengajak Apo berkeliling Kalasin dengan mobilnya. Dia tidak banyak bicara, tapi juga tidak mau melepaskan tangan Apo. Apo sampai bingung karena tak bisa menarik tangan dari genggaman Mile, apalagi pipinya tak bisa cepat sembuh dari rona. Ini kenapa sih? Mile, bisa katakan sesuatu?
"Suka padaku sejak kapan?" tanya Mile mendadak, seolah menjawab harapan Apo.
"Ah, itu ... mungkin, sekitar satu bulan lalu? Aku senang waktu Phi Mile kuajak ngobrol soal "Ice Coffe," kata Apo. Dia melirik Mile takut-takut.
Mile malah balas meliriknya dengan seringaian. "Kalau aku, suka padamu sebelum itu."
DEG
"Hah? S-Seriusan?" tanya Apo agak tak percaya.
"Hmm, kau kan selalu jelajah perpustakaan," kata Mile. "Jadi aku sering melihatmu sejak kuliah di sini."
"...."
"Maksudku, sebelum lulus senior, aku tinggal di NY," jelas Mile.
"Oh ...."
Mile pun menjelaskan dia mengincar Apo sejak awal kuliah semester 1, yang berarti dua tahun lalu. Tapi mau mendekatinya sungguhan juga tidak mungkin. Apo masih 16 tahun waktu itu. Terlalu kecil. Jadi, dia hanya mengikuti kemana Apo pergi setelah menyelesaikan perpustakaan A, misalnya. Hitung-hitung ... Mile juga perlu belajar Bahasa Thailand lagi agar fasih.
Kelamaan tinggal di luar negeri ikut Paman, lidah Mile malah terbiasa dengan Bahasa Inggris. Aksen British, pula. Mile tak percaya diri mengajak Apo bicara jika masih berbelit. Dan itu butuh diperbaiki.
Sampai-sampai Mile kepikiran membuka bisnis perpustakaan di Kalasin agar Apo datang menjelajah ke sana. Lalu duduk di sebelahnya setelah yakin mengajak bicara.
"Woaaaahhh!! Itu kan yang seri 72! Iya kan? Kau baca " Ice Coffe Aesthetics" juga?!"
Nah, itu merupakan langkah awal yang diambil seorang Mile Phakphum. Dia membaca buku-buku seri yang paling sering dibaca Apo, jadi Mile juga senang ketika obrolan itu terjadi.
"Iya, aku baru sampai seri 72."
"Tapi akan menamatkan semuanya kan?"
"Hm, karena aku suka hal-hal vintage."
Mile kira, Apo sulit diajak bicara karena wajahnya kelewat serius kalau sudah baca buku. Ternyata malah seceria ini. Mile sampai menanyakan nomor ponsel Apo tanpa menunda lagi, tapi Apo ternyata tak memiliki benda penting tersebut.
"Apa kubelikan saja?" pikir Mile waktu itu. "Tapi aneh kalau langsung bergerak terlalu cepat. Salah-salah dia tak bisa suka lelaki juga."
Akhirnya, Mile hanya mendengarkan ocehan Apo hingga akhir, lalu mereka terpisah oleh panggilan Pomchay yang meminta Mile segera pulang. Ada urusan mendadak waktu itu, walau Mile belum ingin mengakhiri pertemuannya.
"Eh, sudah mau pulang?"
"Iya, lagipula sudah jam 5 sore. Kau juga jangan lupa pulang."
Mile tidak sadar dia mengusap sayang kepala Apo sebelum pergi. Kelewat sedih tidak bisa mengakhiri pertemuan itu dengan baik, Mile pun tak berharap banyak Apo datang lagi pada pekan berikutnya.
Gilanya, terkabul. Mile benar-benar tidak melihat Apo dimana pun. Bisa jadi, Apo sudah menemukan perpustakaan lain. Bisa jadi, Apo sudah menyelesaikan semua buku di sini. Sampai tiba-tiba ada kopi kucing di depan matanya, Mile pun cepat-cepat meneliti situasi.
"Kucing? Kenapa mendadak seperti ini? Aku tidak menyuruh kalian merubah dekorasinya."
"He he. Iya, tapi tadi ada seseorang yang izin permisi merubahnya. Dia bilang suka dengan Anda."
"Siapa? Apa dia masih di sini?"
Mile akui, dia sungguh beruntung hari itu. Pertama, dia tahu Apo suka balik kepadanya. Kedua, dia tahu sisi imut Apo lebih banyak.
Brakh!
"Aduh!"
"Anu, maaf-maaf. Maaf sekali, ya. Tapi aku sedang buru-buru!"
Ha ha ha. Mile memang tidak mengikuti Apo yang bersembunyi di parkiran, tapi dia bisa melihat Apo berjongkok malu-malu dari lantai 2 perpustakaan. Mile cukup melongok ke kaca jendela, mengulum senyum, lalu merubah dekorasi kopi pada pekan berikutnya.
"Kau manis, Apo. Memang sangat-sangat tipe-ku," puji Mile setelah merampungkan ceritanya. "Apalagi kita sehobi, nyambung, dan menyenangkan sekali bicara denganmu."
Deg ... deg ... deg ... deg ....
AAAAAAA!!! Bisa Apo mati saja sekarang? Lihat betapa berdosanya senyum menawan Tuan Muda Kalasin ini!
"Jadi, silahkan dijawab saja, Apo," kata Mile. "A, mau jadi pacar Mile Phakphum. B, mau jadi milik Mile Phakphum. Lalu C, kembali ke pertanyaan A dan B."
Maserati MC20 Mile berhenti sejenak kali ini. Sang tuan muda hanya fokus kepada Apo yang sulit berkata-kata lalu, lalu mengecup tangan yang digenggamnya. Cup.
"Ah, bagaimana, ya ...." kata Apo. Yang mendadak panik lalu malah meneteskan air mata. "Aish. Aku ini senang tapi kenapa menangis? Rasanya seperti tidak nyata saja."
Mile pun tertawa kencang. "Ha ha ha ha ha. Kenapa?" tanyanya. "Kau harusnya lebih percaya diri. Bukankah kau juara terus di sekolah? Kau bahkan aktif dalam banyak kegiatan juga."
DEG
"T-Tahu soal itu darimana?" tanya Apo dengan rona yang semakin pekat.
"Tahu, lah. Kau kira kupakai apa waktu 2 tahun mengincarmu? Stalking memang hal yang susah, tapi aku tak masalah kalau untuk dapat yang kutuju--"
BRUGH!
"AAAAA! Aku mau semuanya!" jerit Apo sembari menabrak peluk Mile. "A, B, C ... aku mau denganmu, Phi. Ya Tuhan ... hu hu. Terima kasih sudah membalas kucing-kucingku. Kupikir Phi Mile tidak suka waktu kubikinkan di cangkir itu."
Mile pun balas memeluk sana eratnya. "Mana ada. Aku suka sampai tidak ingin meminumnya," katanya. ".... karena bisa merusak si kucing. Ha ha ha ha ha."
"Ha ha ha ha ha. Terus Phi membuat lebih banyak lagi. Astaga."
"Hu-um. Kau pikir untuk siapa aku begitu. Dasarr ...."
Apo pun nyengir lebar, dan dia mencium bibir Mile setelah sang kekasih mengacak-acak pucuk rambutnya. "Happy pacar!" serunya.
Hal yang membuat Mile Phakphum tidak bisa menahan diri sendiri. Lalu balas menabrak peluk untuk ciuman yang lebih dalam.
BRUGH!
"Ehhhh! Phi Mile?!"
"Kemari kau."
DEG
"Tapi, tapi ... kita masih di tepi jalan --uphh!!"
Baiklah, memang siapa yang bisa menghentikan mereka berdua? Mile pun memencet tombol untuk menggelapkan kaca mobilnya, lalu menguasai Apo Nattawin Wattanagitipat untuk dirinya sendiri.
TAMAT