webnovel

1

Nadin Aulya, gadis cantik namun bukan sang primadona sekolah. Gadis itu terus memandangi ponselnya dan berharap satu notifikasi pesan muncul dari seseorang yang di harapkannya.

Pandangan gadis itu terarah pada dua sosok yang sibuk bercengkrama, mereka tampak terlihat sangat bahagia. Terlebih si pemuda tampan yang tertawa dengan lepasnya saat bersama gadis di sampingnya. Nadin tersenyum kecut melihatnya, pemuda itu tidak pernah tertawa ataupun tersenyum didepannya yang notabenenya adakah kekasihnya sendiri.

"Nadin,lo belum balik? Kak Ryan mana? Kalian jadi pulang bareng kan?"ucap Nada, sahabat Nadin. Nadin terpaksa tersenyum di hadapan Nada.

Nada tau, bahwa senyuman Nadin itu palsu. Mata gadis itu mengedarkan pandangannya hingga menemukan satu objek yang pastinya adalah penyebab kesedihan sahabatnya.

Nada menghampiri Ryan yang masih sibuk bercengkrama dengan Claudya teman masa kecil Ryan. Gadis itu dengan berani menghampiri Ryan dan memarahinya habis-habisan.

Nadin yang melihat Nada akan melabrak Ryan dan Claudya dengan segera menghampiri sahabatnya dan menenangkannya.

"Kak Ryan!! Lo ngapain disini? Bukannya lo harus nemenin Nadin hari ini? Kok kak Ryan malah sama Dia??"ucap Nada.

"Nada!! Ihh, lo apa-apaan sih Nad!. Ngapain kamu ngomong kayak gitu sama kak Ryan? Lagian gue bukan lagi nungguin kak Ryan kok, gue lagi nungguin Bang Rifky." Ucap Nadin berbohong dan mengomeli Nada.

"Gue tau lo bohong Nadin! Gue gak suka kalo kak Ryan terus-terusan bersikap kayak gini sama lo!! Lo pacarnya Nadin, bukan Claudya! Tapi kenapa kak Ryan malah lebih sering sama-sama Claudya dari pada lo?! Gue sahabat lo Nadin, gue gak mau kalo lo disakitin sama siapapun itu." Ucap Nada, terpampang jelas kalau gadis itu sedang marah.

Ryan tidak memperdulikan perdebatan Nada dan Nadin, pemuda itu malah menarik tangan Caludya dan pergi bersama mobilnya.

Nadin menangis saat Ryan pergi tanpa memperdulikan dirinya. Nada yang melihat Nadin kembali menangis karena Ryan pun memeluk Nadin untuk menenangkannya.

"Udah Nad, lo gak boleh terus-terusan kayak gini. Sampai kapan sih lo harus terus terikat hubungan sama kak Ryan? Gue gak mau lihat lo nangis kayak gini terus, gue gak bisa Nadin hiks, hiks," Nada ikut menangis saat Nadin justru mempererat pelukan dan tangisannya. Gadis itu tidak memperdulikan ucapan Nada.

"Ryan, kamu kok gak nanggapin mereka sih tadi? Lagian kan emang bener, aku bukan siapa-siapa kamu sedangkan Nadin itu pacar kamu. Bukan sekali dua kali juga kamu batalin janji sama dia demi aku. Aku jadi gak enak sama kamu dan Nadin."ucap Claudya.

"Nggak Clau, lagian Nadin juga ngerti kok kalo kamu itu prioritas utama aku dan sahabat aku." Balas Ryan dengan senyum tipis nya dan mengacak-acak rambut Caludya yang terurai. Claudya tersenyum senang mendengar ucapan Ryan.

Sedangkan di satu sisi, Nadin memutuskan pulang dengan berjalan kaki ke rumah. Suasana mendung seolah mendukung perasaannya saat ini.

Nadin terus berjalan hingga setetes demi tetes air hujan membasahi tubuhnya namun gadis itu tetap berjalan dan tidak memperdulikan tubuhnya yang basah hingga tiba-tiba dia merasa sudah tidak ada air hujan lagi yang membasahi tubuhnya membuat gadis itu memgangkat kepalanya yang sedari tadi menunduk dan mendapatkan seorang pemuda tampan yang sedang memayungi dirinya.

"Lo ngapain payungin gue? Lihat, lo basah. Gue gak ppa kok basah-basahan."ucap Nadin menolak payung yang di berikan pemuda itu.

"Lo gak takut sakit ya?? Lagian ini hujannya deras banget, yakin lo mau pulang dalam keadaan basah?" Ucap pemuda itu.

"Gue gak ppa, dan lo gak perlu sok perhatian sama gue." Balas Nadin sebelum kembali berjalan dan meninggalkan pemuda itu yang terus memandangi nya.

Nadin sampai di rumahnya saat adzan maghrib berkumandang. Ryan menatap Nadin yang baru saja tiba di rumahnya dalam keadaan basah kuyub.

"Kenapa hujan-hujanan?" Tanya Ryan. Nadin yang tidak menyadari keberadaan pemuda itu pun kaget.

"Bukan urusan kamu" ucap Nadin saat sudah menetralkan kekagetannya, gadis itu tetap berjalan dan melalui Ryan begitu saja. Ryan menghela nafasnya pasrah, tatapan pemuda itu tetap dingin saat menatap Nadin sangat jauh berbeda saat dirinya bersama Claudya.

"Aku pacar kamu, Aku berhak" ucap Ryan. Nadin berbalik lalu tersenyum menghadap Ryan dengan senyum tipisnya, bibir gadis itu terlihat pucat.

"Berhak?? Setelah apa yang kamu lakuin ke Aku hari ini, kamu masih bisa bilang berhak urusin Aku?? Kak Ryan, Aku mohon. Kalau emang kak Ryan gak ada perasaan sama Aku, please akhirin aja hubungan ini kak. Aku capek, Aku udah berusaha sabar dengan semua yang kak Ryan lakuin ke Aku!! Sampai kapan kak? Sampai kapan kak Ryan harus terus nyiksa Aku kayak gini?? Hiks, Aku capek, Aku cuma pengen bebas apa nggak bisa?? Kenapa kak Ryan selalu ngancem Aku setiap kali Aku minta putus??! Jawab kak!!!" Nadin sudah tidak bisa menahan gejolak amarah dan kecewa yang ada di dadanya. Namun percuma, Ryan sama sekali tidak memperdulikan ocehan Nadin dan malah sibuk menerima telpon.

Nadin sungguh sangat kecewa kali ini, Ryan sudah sangat keterlaluan. "Siapa?? Claudya?? Aku benerkan? Pergi aja, Aku tau kok Claudya minta kamu temenin dia di rumahnya iya kan?? Silahkan pergi." Ucap Nadin tegas, namun tersirat kekecewaan di matanya.

"Maaf, Aku salah. Claudya lebih butuh Aku dari pada kamu." Hanya kalimat itu yang di ucapkan Ryan sebelum meninggalkan rumah Nadin.

Nadin kembali menangis sejadi-jadinya, gadis itu bahkan tidak mampu menopang tubuh nya sendiri. Ucapan Ryan barusan terus terngiang di fikirannya dan membuatnya tak sadarkan diri.

Nadin mengerjabkan matanya, gadis itu baru saja terbangun dari pingsannya.

"Gue dimana? Aww, pusing banget sihh."ucap Nadin.

"Ehh, lo udah sadar Nad? Syukur deh, gue khawatir banget sama lo. Lagian kenapa sih lo bisa pingsan gitu di teras rumah lo, lo abis ujan-ujanan lagi ya??"cerocos Nada saat melihat Nadin yang sudah sadar.

"Lo yang udah bawa gue kesini?" Tanya Nadin. Nada mengangguk mengiyakan.

"Kenapa gak biarin gue mati aja sih Nad, kenapa lo bawa gue kesini." Ucap Nadin lirih namun masih didengar jelas oleh Nada.

"Hehh, elo ya kalo ngomong sembarangan. Gue khawatir tau sama lo secerewet nya gue, gue gak akan biarin sahabat gue mati gitu aja. Lo pingsan dan gak sadar selama dua hari aja gue udah kalang kabut apalagi kalo lo mati."omel Nada.

Nadin tampak berfikir, dirinya sudah tak sadarkan diri selama 2 hari. Apakah Ryan datang untuk menjenguknya?

"Lo gak usah berfikiran yang aneh-aneh karena kenyataannya cowok brengsek lo itu sama sekali gak peduli dan gak pernah sedikit pun waktu buat jengukin lo." Ucap Nada seolah tau apa yang di pikirkan Nadin. Nadin hanya tersenyum miris mendengar ucapan Nada.

Setelah beberapa hari tidak masuk, kini Nadin kembali bersekokah. Gadis itu tetap cantik dengan wajah baby face dan naturalnya. Pandangannya tertuju pada Ryan yang sedang nongkrong bersama para sahabat pria itu di koridor sekolah. Mau tak mau, Nadin harus melewati mereka untuk ke kelasnya.

"Ehh, itu Nadin tapi kok dia agak kurusan yaa? Udah beberapa hari ini gue gak lihat dia udah kurusan aja."ucap Bima, salah satu sahabat Ryan. Ryan pun ikut melihat ke objek yang di maksud Bima. Pria itu benar, Nadin terlihat kurusan dan sedikit lebih pucat dari biasanya.

"Nadin, tunggu!!" Ucap seseorang dengan suara cemprengnya.

"Iya??"

"Lo kok udah masuk sekolah aja sih?? Kan dokter udah bilang lo itu harus istirahat dulu di rumah, semalam juga gue udah ingetin kan?! Lo bandel banget sih jadi orang, gue gak mau ya kalo lo sampai drop lagi!!" Omel Nada, gadis itu tampak kesal karena Nadin yang sudah mengabaikan petuahnya semalam.

"Gue bosen di rumah terus Nada, lagian di rumah gak ada siapa-siapa. Lo tega kalo gue tiba-tiba drop lagi terus gak ada yang nolongin? Kalo gue ikut sekolah kan ada elo yang selalu ada di samping gue jadi gue gak perlu khawatir dongg." Ucap Nadin.

"Ihhh, elo ngeselin yaa. Udah ahh, yuk kita ke kelas.

"Nadin tunggu!!" Ucap Ryan saat Nadin dan Nada melewatinya begitu saja bahkan tanpa menyapa.

Nadin menulikan pendengarannya dan terus berjalan menuju kelas. Dengan kesal, Ryan menarik tangan Nadin dan membawanya ke taman.

"Lepas!!!" Ucap Nadin saat mereka sudah berada di taman belakang sekolah.

"Kamu sakit?? Sakit apa?" Tanya Ryan, ada raut khawatir dimatanya. Nadin dapat melihatnya dengan jelas.

"Bukan urusan kak Ryan, Aku mau mati ataupun sakit itu bukan urusan kak Ryan." Ucap Nadin membuang pandangannya. Ryan menatap Nadin tidak suka akan apa yang di ucapkan gadis itu.

"Jaga omongan kamu. Kamu pacar Aku, dan Aku berhak tau. Aku khawatir sama kamu Nadin!!" Ucap Ryan.

"Oh yaa? Kamu gak perlu repot buat khawatirin Aku kak, Aku udah biasa kok gak di anggap. Gak perlu bersikap seolah khawatir sama Aku tapi aslinya kamu cuma kasihan sama Aku, iya kan?? Aku gak butuh perhatian kamu, Aku capek seberapa besar usaha aku buat kamu berpaling ke Aku itu gak akan pernah bisa. Karena apa? Prioritas kamu bukan Aku, tapi Claudya!!" Ucap Nadin, air mata gadis itu kini sudah membanjiri wajahnya.

"Kamu ngomong apa sih?? Kamu tau kan kalo sampai kapanpun Claudya akan selalu jadi prioritas utama Aku?!! Kamu gak usah bermimpi buat ada di posisi Claudya karena itu percuma." Bentak Ryan, lalu pergi meninggalkan Nadin sendiri.

"Hiks, hiks, lo jahat kak hiks, gue benci sama lo hiks, gue benci!!!"

"Nadin udah, ya ampun Nadin hidung kamu berdarah lagi. Kita ke rumah sakit sekarang yaa." Ucap Nada, gadis itu tidak membiarkan Nadin sendiri. Nada panik saat Nadin tiba-tiba pingsan dengan darah yang mengalir di hidungnya.

Sepanjang koridor sekolah, Nada terus menangis melihat kondisi Nadin yang semakin pucat. Nadin di bopong oleh seorang penjaga kebun sekolah menuju parkiran. Nada yang melihat Ryan tengah bersama Claudya pun mendatanginya dan memberinya sebuah tamparan yang cukup keras dan membuat mereka menjadi pusat perhatian.

"Lo keterlaluan kak!! Gue mau lo putusin sahabat gue sekarang juga!!! Kalau sampai terjadi sesuatu yang buruk sama Nadin, gue Nadalya Aulya Zahra gak akan biarin lo tenang termasuk Dia yang menjadi penyebab semuanya!!!" Setelah mengucapkan itu, Nada segera masuk ke mobilnya dan menjalankannya menuju rumah sakit.

Ryan terdiam, ini kali pertama dia melihat Nada semarah itu padanya. Pandangan laki-laki itu jatuh pada Nadin yang tidak sadarkan diri, mata jelinya dapat melihat sebagian wajah Nadin yang di penuhi darah. Nada terlihat sangat khawatir, ada rasa bersalah didalam hati Ryan pada Nadin. Tidak seharusnya dia berbicara kasar dan membentak Nadin seperti itu.

"Nada?? Hiks, gimana keadaan Nadin? Nadin gak ppa kan??" Seorang wanita paruh baya datang dengan banjir air mata dipipinya. Wanita itu tampak sangat terpukul dengan keadaan Nadin yang baru di ketahuinya.

"Nadin lagi di periksa sama dokter tante, tante berdoa aja ya semoga Nadin baik-baik aja." Ucap Nada menenangkan.

Wanita itu akhirnya bisa sedikit tenang mendengar ucapan Nada.

Seorang dokter muda keluar dari ruang dimana Nadin di periksa.

"Gimana Dok?? Sahabat saya baik-baik aja kan??" Tanya Nada saat melihat dokter itu keluar dari ruangan Nadin.

"Tenang, Nadin hanya kecapekan dan sedang banyak pikiran. Lebih baik untuk saat ini berusahalah untuk mengurangi semua beban dipikirannya karena dia akan terus seperti ini saat bebannya semakin menumpuk." Jelas dokter itu.

"Kami udah boleh jengukin Nadin kan Dok?" Tanya Nada yang di jawab anggukan oleh dokter muda itu.

Nada menatap wajah putih pucat Nadin dengan sendu. Sahabatnya yang menjadi teman sekaligus saudara baginya itu tengah terbujur lemah tak berdaya di atas tempat tidur rumah sakit.

"Din, lo cepat sadar yaa. Gue gak bisa lihat keadaan lo yang kayak gini"ucap Nada sedih.

"Nada nggak sekolah hmm? Soal Nadin, Nada tenang aja biar tante yang jagain Nadin."

"Tante emang gak ppa jagain Nadin sendiri? Kalo om Aryo nyariin tante gimana? Aku jadi gak enak tante, Aku sahabatnya seharusnya Aku yang jagain dia saat dia sakit kayak gini." Ucap Nada sedih.

"Enggak kok, lagian om Aryo juga tau kalo Nadin lebih butuh tante dari pada dia."

"Ihhh, tante Marisa bisa aja dehh. Makasih ya tante, tante baik banget sama Nadin selama ini. Nada jadi senang karena dengan begitu, Nadin gak selalu ngerasa sendirian lagi." Ucap Nada. Tante Marisa tersenyum senang mendengarnya, Nadin sudah dianggapnya seperti putrinya sendiri. Nada pun keluar dari ruang rawat Nadin setelah berpamitan dengan tante Marisa.

Chapitre suivant