Jisoo terpaku memandangi Jennie mengaduk ngaduk makanan tanpa dimakan sedikitpun.
"Jen"
"Apa?" Dingin Jennie
"Makanlah! Apa perlu unnie suapi?"
"Jennie tidak selera makan unnie"
"Apa kau sedang bertengkar dengan anak ayamku?"
Jennie hanya diam.
"Tak apa jika kau tak mau bercerita. Cepat habiskan sarapanmu. Unnie tunggu di mobil ne"
Jisoo bangkit dari duduknya. Mengacak lembut rambut Jennie. Kemudian pergi meninggalkan Jennie dengan aktifitasnya.
Jennie POV
Sejak kemarin aku kehilangan selera makanku. Benar kata Jisoo unnie, Lalisa lah penyebabnya.
Akhir akhir ini aku mencoba untuk tidak terlalu mengekang Lalisa. Aku memberikannya kebebasan dalam hal apapun, termasuk dekat dengan siapapun. Mungkin aku akan menyesali keputusanku itu. Tapi jika ku pikir pikir lagi memangnya aku siapanya Lalisa, melarang larangnya?
"Putri eomma belum berangkat?"
Aku melihat eomma menuruni tangga sudah mengenakan pakaian rapi. Bukankah hari ini eomma akan pergi mengunjungi sahabat lamanya.
"Sebentar lagi eomma. Eomma jadi mengunjungi Tiffanny imo?"
"Iya, eomma berangkat dulu ne" aku merasakan kecupan hangat mendarat di keningku.
"Hati hati di jalan eomma"
Aku memasang wajah cemberut sepanjang perjalanan ke sekolah. Menarik nafas panjang dan memejamkan mata untuk menenangkan pikiranku. Aku sadar jika Jisoo unnie melirik ku beberapa kali, tapi aku mengabaikannya.
Jisoo unnie memarkirkan mobil berjejer dengan mobil milik Lalisa. Sepertinya bocah nakal itu berangkat pagi sekali. Tapi kenapa dia tidak menjemputku?
"Lalisa yang memintaku untuk menjemputmu" Jisoo unnie selalu tau apa yang aku pikirkan.
"Kenapa bukan dia sendiri yang menjemputku?"
"Apa Lili tidak memberitahumu? Dia ada latihan dance"
Sisi lain dari Lalisa yang baru aku ketahui. Lalisa sejak kecil sudah sangat piawai dalam hal menari. Aku sempat terkejut saat pertama kali menemaninya latihan menari. Tubuhnya sangat lentur sekali. Aku bahkan menyebutnya sebagai mesin menari karena gerakannya yang selalu pas dengan irama musik.
"Kenapa pagi sekali unnie?"
"Apa Lili juga tidak memberitahumu? dia akan mengisi festival seni akhir pekan ini"
"Unnie tau dari mana?" Aku cukup terkejut karena Lalisa tidak mengatakannya padaku.
"Kemarin, dia mendaftar ditemani Tzuyu. Eoh, jangan bilang kau cemburu dengan Tzuyu?"
Saat nama Tzuyu terdengar ditelingaku seolah semua moodku pagi ini benar benar hancur.
Aku tidak menjawab pertanyaan Jisoo unnie.
"Tak apa jika kau tidak suka dengan Tzuyu. Tapi unnie minta jangan menjadikan Lalisa sebagai alasannya. Jen ingat Tzuyu hanya sepupu Lalisa. Berbaiklah sedikit kepadanya. Jangan terus terusan menjadi kucing dan anjing" Lanjut Jisoo unnie
Hal yang cukup mengejutkan memang. Bahwa Lalisa dan Tzuyu sebenarnya masih bersaudara.
Sejak kejadian beberapa saat yang lalu. Saat untuk pertama kalinya aku melihat Lalisa sangat akrab dengan Tzuyu dikantin dan kejadian saat aku menuangkan jus jeruk pada baju seragam Tzuyu. Ditambah saat Lalisa menerima ajakan makan malam dengan Tzuyu.
Aku mendiami Lalisa selama seminggu. Apapun yang dilakukannya selalu aku abaikan. Hingga akhirnya Lalisa menceritakan semua kebenarannya. Jika ternyata Tzuyu merupakan sepupu Lalisa, dari keluarga daddynya. Hanya saja Tzuyu yang meminta Lalisa untuk tidak memberitahu semua orang termasuk para sahabatnya.
Sebenarnya semua permasalahan dan kesalah pahaman sudah selesai. Tapi tetap saja aku tidak suka saat melihat Tuzyu berada didekat Liliku.
"Aku kucingnya dan dia anjingnya" jawabku singkat dan pergi meninggalkan Jisoo unnie yang mematung dikursi kemudi.
Sepanjang hari aku berusaha mencari keberadaan Lalisa. Aku hanya ingin memastikan bahwa dirinya baik baik saja.
Istirahat makan siang aku habiskan untuk mencari keberadaannya diantara ribuan siswa siswi yang berlalu lalang. Namun manusia jangkung yang kucari tak kunjung menampakan dirinya. Bisa saja aku mencari tau keberadaan Lalisa lewat Rose atau Yeri. Tapi aku gengsi untuk menyakannya.
"Rojeh, Lili tidak ikut makan siang?" Aku menajamkan telingaku saat mendengar nama Lalisa.
"Lili tadi bilang kalau dia harus menyelesaikan koreo dance-nya. Mungkin sekarang dia masih di ruangan dance"
"Yak Jennie, kau ingin kemana?" Aku mengabaikan teriakan Jisoo unnie.
Saat mendengar ucapan Rose tadi aku merasa khawatir dengan Liliku. Bagaimana bisa dia sampai melupakan makan siangnya.
Aku tidak mau Liliku sakit. Jadi aku berinisiatif untuk membeli beberapa roti dan susu coklat kesukaannnya dan tak lupa menuliskan beberapa kata untuk menyemangatinya.
Langkahku nenyusuri lorong sepi menuju ruangan yang berada ujung. Saat sampai di depan pintu ada rasa ragu yang timbul dalam diriku. Apakah aku harus masuk atau tidak. Jujur saja aku masih kesal dengan Lalisa.
Perlahan ku buka knop pintu. Mataku dengan teliti menelusuri setiap sudut ruangan yang kosong. Jangan kan Lili bahkan satu makhlukpun tak ku temui.
"Lili kemana?" Lirihku.
Tiba tiba saja aku merasakan ada seseorang yang lebih tinggi berdiri disampingku.
"Kamjjagiya" kagetku saat melihat seorang mengenakan topeng menakutkan diwajahnya.
"Mianhae unnie. Ada apa unnie datang kemari?"
Aku masih memegang dadaku karena efek terkejut.
"Apa unnie mencari Lili? Tunggu saja didalam. Sepertinya Lili sedang ke kamar mandi"
"Aku titip ini padamu. Tolong sampaikan pada Lalisa" aku menyerahkan sekatong keresek pada Dahyun, sahabat Lalisa. Dan segera pergi.
Normal POV
Dahyun kebingungan melihat sikap Jennie. Beberapa saat kemudian Lalisa datang dengan wajah yang masih basah dengan air.
"Istirahatlah! Kau sudah bekerja keras sejak pagi tadi" Dahyun menyondorkan kantong keresek pada Lalisa.
"Apa ini?"
"Titipan dari Jennie unnie"
"Gomawo"
Lalisa mengambil sekantong keresek dari tangan Dahyun. Setelah itu ia pergi begitu saja meninggalkan Dahyun yang masih beridiri di ambang pintu.
"Dasar pasangan aneh. Suka sekali meninggalkan orang" Dahyun berjalan sebal menegkor Lalisa dari belakang.
"Kau sedang bertengkar dengan Jennie unnie?"
"Aku tidak tau" Lalisa mengeluarkan semua isi dari kantong plastik.
"Apa ini karena kejadian kemarin?"
"Mungkin" Lalisa mengambil sepucuk surat yang menarik perhatiannya.
"Apa perlu aku bantu menjelaskan kepada Jennie unnie?"
"Tidak perlu" Lalisa mengeluarkan secarik kertas itu.
"Ini juga salahku, karena aku tidak bisa menemanimu kemarin" Lalisa mengabaikan Dahyun. Dan membaca isi surat dari Jennie.
Dear my Lili,
Makanlah! Habiskan! Semangat!
🖤J
Lalisa menyunggingkan senyumnya setelah membaca tulisan Jennie.
"Cool, but sweet" celetuk Dahyun, yang diam diam juga membaca surat dari Jennie.
Lalisa mengambil kotak susu coklat dan meminumnya sampai habis. Lalu memakan 3 potong roti dan meminum habis air putih. Dahyun hanya bergeleng-geleng kepala memandangi Lalisa .
"Aku akan kembali latihan. Apa kau akan tetap disini?" Lalisa bangkit dari duduknya dan mengambil posisi.
"Apa kau menyukai Jennie unnie?" Lalisa menatap Dahyun dari pantulan cermin didepannya.
"Mungkin iya. Mungkin tidak" jawab Lalisa santai.
Lalisa mulai memutar lagu 'swalla' yang akan mengiringi tariannya. Perlahan Lalisa menggerakkan tubuhnya mengikuti irama. Saat lagu dimulai Lalisa menatap dirinya sendiri melalui pantulan cermin. Lalisa menyunggingkan sedikit senyumnya saat mengingat perlakuan manis Jennie kepadanya.
Setelah mengulang dan mematangkan koreonya Lalisa memutuskan untuk pulang lebih awal. Dilihatnya jarum jam rolex miliknya, ternyata sudah pukul 9 malam. Diambilnya handphone dari kantung tasnya dan mengetuk nama Jennie lalu melakukan panggilan. Satu kali, dua kali, dan yang ketiga kali panggilan Lalisa tidak diangkat oleh Jennie.
"Apa Nini sudah tidur? Tidak mungkin. Ini masih terlalu awal untuknya"
Karena khawatir, Lalisa memutuskan untuk melajukan mobilnya memasuki perkarangan mansion keluarga Kim. Susana sangat sepi dan sunyi. Lalisa menekan tombol bel. Sekali, duakali, tiga kali tidak ada response dari si pemilik rumah.
"Apa tidak ada orang? Aku harus coba cara yang Rojeh berikan." Monolog Lalisa.
Tidak habis akal Lalisa menekan kembali tombol bel untuk terakhir kalinya.
"Ting..."
"Paket" teriak Lalisa diakhiri dengan kekehannya.
Saat hendak menekan tombol bel kembali. Tiba tiba saja pintu terbuka menampilkan wajah Jennie.
Jennie POV
Aku mengabaikan banyaknya panggilan dari Lalisa. Ingat, aku masih marah padanya. Aku membuka kulkas mengambil sebotol orange jus dan menuangkannya di gelas. Tiba tiba saja bel berbunyi.
"Bukankah eomma bilang akan pulang tangah malam? Ini bahkan masih pukul 10" batiku.
Aku mendengar bel berbunyi berulang ulang. Mau tidak mau aku menghentikan kegiatanku dan pergi membuka pintu.
"Ting... Paket"
"Paket? Siapa malam malam begini mengirim paket?" Monologku meraih handle pintu dan perlahan membukanya.
Saat aku membuka lebar pintu Lalisa lah yang muncul dihadapanku.
"Annyeong Nini" sapanya menampilkan senyum favoritku.
"Sekarang sudah beralih profesi menjadi kurir? Mana paketnya?"
Aku melihat Lalisa mengangkat tangan kanannya yang menenteng sekotak pizza.
"Bukankah dia tau kalau aku tidak suka pizza. Menyebalkan" batinku
"Aku tidak suka pizza" dinginku
"Ini untuk eomma" jawabnya lugu
"Eomma sedang tidak ada di rumah"
Aku melihat senyum diwajahnya memudar.
"Lalu kenapa masih diam di sini?" Dinginku menatap tajam matanya.
Sebenarnya aku rindu dengan Liliku. Seharian ini aku tidak melihatnya. Tapi aku hanya ingin dia tahu bahwa aku masih marah dengannya.
"Tapi Lili ingin memberikan ini pada eomma" aku melihat Lalisa mengerucutkan bibirnya.
"Kiyowo"
"Sini" aku hendak merebut pizza ditangannya namun Lalisa dengan sigap menghindar.
"Biar Lili bawakan kedalam"
"Yasudah. Terserah kau saja"
Aku mengabaikan Lalisa dan melangkah kembali ke dapur.
"Kau ingin apa?" Teriaku dari dapur
"Lili ingin uyu"
"Mwo?" Mataku terbelalak sempurna mendengar jawaban Lalisa
"Wae? Lili ingin uyu coklat unnie" aku bernafas lega walaupun ada sedikit rasa kecewa.
"Aku kira uyu yang lain" lirihku.
"Ini minumlah!" Aku memberinya segelas penuh susu coklat
"Gomawo unnie"
"Nini?" Lalisa memanggilku
"Hmmm" hanya kubalas dengan deheman
"Gomawo"
"Hmmm"
"Nini?"
"Hmmm"
"Lili bilang gomawo"
"Hmmm"
"NINI" aku segera menolehkan kepalaku saat mendengar nada Lalisa meninggi.
"WAE?" Balasku dengan nada tak kalah tinggi dan memberinya tatapan tajam.
"Ish, Nini" aku melihat Lalisa kembali mengerucutkan bibirnya.
"Kiyowo. Memancing untuk diterkam. Aish, Jennie Kim tahan nafsumu!" Batinku
"Apa Nini sudah makan?" Kenapa bocah ini banyak sekali bertanya
"Aku tidak selera makan" jawabku cuek
"Padahal Lili membawa mandu"
mataku berbinar saat melihat Lalisa mengeluarkan sekantong keresek bening berisi mandu dari dalam bajunya.
"Lili sengaja menyimpannya agar tetap hangat. xixixi"
"Aku sudah kenyang" aku harus tetap pada pendirianku.
"Tidak ada penolakan! Nini tunggu disini! Lili akan ambilkan piring"
Lalisa beranjak meninggalkanku dan beberapa detik kemudian muncul membawa piring dan sumpit. Dengan telaten Lalisa memindahkan mandu kepiring.
"Jjaa. Nini makanlah!" Aku mengabaikan lalisa yang menyondorkan piring penuh mandu dihadapanku.
"Ah Lili lupa" Lalisa menepuk jidad keramatnya lalu meletakkan kembali piring ke meja dan mengambil suapan kecil untukku.
"Aaaaaaaa" aku tertawa dalam hening melihat perlakuan Lalisa.
"Aaaaaaaa" ulangnya lagi.
Karena aku tidak mau mengecewakannya akhirnya aku melahap mandu ditangannya.
"Nyem nyem nyem" Lalisa menirukan suara makanku.
"Apa ini lezat?" Aku menganggukkan kepalaku sebagai jawaban.
"Syukurlah kalau Nini suka. Asal Nini tau ini adalah mandu terakhir setelah Lili berkeliling kesana kemari. Sekalipun Lili harus memohon kepada ahjjumma agar mau membuatkan mandu di saat tokonya sudah tutup. Jadi Nini harus menghabiskannya, ne"
aku melihat ketulusan di matanya. Bagaimana aku bisa tidak jatuh dalam pesona bocah ini jika dia terus saja menguasai pikiran dan hatiku.
Suapan demi suapan masuk kedalam mulutku hingga mandu yang berada di piring habis tanpa sisa.
"Yey, Nini pintar" girang Lalisa yang sukses membuatku tersenyum.
"Karena Nini sudah menghabiskan mandunya Lili akan memberi sesuatu sebagai hadiah. Cepat tutup mata Nini"
Aku hanya menuruti semua yang diucapkannya. Aku menutup mataku beberapa saat kemudian aku merasakan benda kenyal menempel pada bibirku. Lalisa menciumku?
Saat aku membuka mataku pertama yang aku lihat adalah mata coklatnya dengan jarak yang sangat dekat denganku. Iya, Lalisa menciumku untuk pertama kalinya. Walaupun tidak ada lumatan, ini sudah sangat menghancurkan diriku
Aku meraskaan jantungku berdetak tak karuan ditambah aku merasakan ada banyak kupu kupu berterbangan di perutku. Rasa ini, rasa yang hanya aku rasakan saat bersama Lalisa.
Semua rasa kesalku terhadapnya hilang begitu saja.
"Besok besok Lili akan belikan banyak mandu untuk Nini" aku masih diam mematung.
"Nini" aku merasakan seseorang mengguncang tubuhku dan kemudian kurasakan pelukan hangat.
"Mianhae, Lili sudah menolak ajakan makan siang Nini kemarin. Dan juga Lili sudah berdekatan dengan Tzuyu. Mianhae kalau Lili membuat Nini marah" hatiku tersentuh seketika.
Ku balas pelukannya lebih erat. Mencium aroma tubuhnya kuat kuat. Aroma yang membuatku tidak ingin berjauhan dengan si pemiliknya.
"Apa Nini masih marah?" Tanyanya masih memelukku.
Aku menggelengkan kepalaku sebagai jawaban. Aku tidak ingin pelukan ini terlepas. Aku masih ingin memeluknya lebih lama.
"Nini, kira kira eomma kapan pulang? Lili takut pizzanya dingin" celetuk Lalisa
"Selalu saja mengacaukan suasana" lirihku dan memeluknya semakin erat.
Normal POV
Pagi pagi sekali Lalisa sudah menginjakkan kaki di ruang dance. Ini hari terakhirnya untuk mematangkan koreo dance yang akan ditampilkannya di festival seni besok.
Setelah cukup puas dengan hasilnya Lalisa memutuskan untuk pergi keparkiran menjemput Jennie. Sekaligus Lalisa ingin mempertunjukkan hasil koreonya pertama kali kepada Jennie.
Lalisa segera berlarian menghampiri mobil Jisoo yang baru terparkir di samping mobil miliknya.
"Eoh, unnie sendirian? Mana Jennie unnie" tanya Lalisa saat tidak melihat kehadiran Jennie.
Jisoo terlihat gugup mendapat pertanyaan dari Lalisa. Belum sempat Jisoo menjawab mobil putih datang dan parkir di sebelah mobil Jisoo.
Lalisa membelalakkan matanya saat melihat Jennie turun dari mobil asing. Ditambah ada seorang namja membukakan pintu untuk Jennie.
Tatapan Lalisa dan Jennie bertemu.
Saat Jisoo hendak menjelaskan yang terjadi kepada Lalisa. Lalisa sudah pergi begitu saja. Tanpa satu katapun keluar dari mulutnya.
~to be continued