webnovel

Semua Tentang Kevin.

Mila merasa takjub saat melihat kamar pribadi Kevin di rumah keluarganya, tidak menyangka bahwa kamar pria yang setelah ini berstatuskan sebagai suaminya itu ternyata serapi ini. Biasanya, kata orang 'kan kamar cowok itu biasanya berantakan. "Ini benar kamar Kevin, Ma?" tanya Mila sekali lagi untuk memastikan.

Elena yang kebetulan sengaja mengajaknya ke kamar itu untuk melihat-lihat mengangguk mantap dengan senyum yang terbias sempurna di wajah. Sementara Mila sendiri lebih asyik menatap satu per satu figura foto yang ada di almari model terbuka di kamar Kevin. Banyak figura foto pria itu sendiri dengan motor kesayangan sepertinya, Mila tidak tahu apa mereknya, tetapi sepertinya mahal, tidak seperti motor bebek yang sering Mila temui di jalan.

Berjalan semakin menjauh, Mila tertarik dengan satu foto Kevin yang sepertinya sedang memakai seragam SMA miliknya. Namun, saat Mila baru akan mendekat untuk melihat lebih jelas, perhatian Mila lebih dulu tersita karena Elena yang bertanya, "Kenapa? Kamar Kevin membosankan ya? Warna dekorasinya aja monochrome begini, semua barangnya cuma ada warna hitam, putih sama abu. Mama sendiri juga udah sering protes ke Kevin tapi nggak didengerin, ck!"

Elena dengan sendirinya mengeluhkan sikap menyebalkan Kevin, membuat Mila hanya terkikik dengan langkah kaki yang berjalan mendekati Elena kembali, ikut menempatkan diri di samping Elena yang duduk di tepian ranjang kamar Kevin. "Iya, agak membosankan sih, Ma. Tapi masih bisa dimaklumi kok. Mila cuma terkejut karena kamar Kevin rapi banget. Mila pikir kamar cowok itu kebanyakan pasti -"

"Berantakan, ya 'kan?" sahut Elena menyela perkataan calon menantunya lebih dulu. Mila hanya mengangguk sebagai bentuk tanggapan.

"Kamu nggak perlu khawatir, soal itu ... Kevin itu termasuk addict sama kebersihan. Nggak mungkin dia nggak rapi, bahkan semua barangnya yang ada di sini, juga dia yang nata sendiri. Kevin nggak suka barang pribadinya disentuh oleh orang lain."

"Ah begitu." Mila hanya mengangguk-anggukan kepala, tanpa sengaja sekali lagi mendapatkan informasi gratis mengenai Kevin dari mamanya sendiri.

"Oh iya, mama mau nunjukin sesuatu sama kamu." Elena mengatakan itu sembari membuka laci bagian bawah nakas samping tempat tidur Kevin, mengeluarkan buku berbentuk persegi panjang yang cukup tebal.

"Ini album foto pribadi Kevin, dari kecil sampai sekarang. Mama akan tunjukin sama kamu, biar kita bisa menggibah Kevin sama-sama ya? Hihi." Kekehan terakhir yang keluar dari bibir Elena otomatis menular pada Mila.

Saat ini Elena sudah membuka satu per satu lembar album itu dan menunjukkan banyak foto masa kecil Kevin yang sudah mirip jamet, gayanya berlebihan, tidak sok cool seperti sekarang. Memang pria itu gaya-gayaan aja yang dingin, aslinya mah, hadeh!

Mila hanya menanggapi perkataan Elena sewajarnya, tertawa sesekali saat Elena melemparkan candaan padanya. Namun, saat netra Mila menangkap salah satu foto Kevin bersama wanita cantik yang mungkin seumuran dengan Elena itu, Mila segera melemparkan pertanyaan, "Ini siapanya Kevin, Ma? Tantenya ya?"

Elena menaikkan kedua sudut bibirnya bersamaan, menjawab pertanyaan Mila seakan tanpa beban. "Dia ibu kandung Kevin, Sayang."

Ha? Sebentar, gimana gimana? Mila sungguh tidak memahami maksud jawaban Elena. Kalau memang wanita cantik itu ibu kandung Kevin, lalu Elena?

"Kevin bukan anak kandung mama, dia anak sambung mama waktu nikah sama Papa Chris," lanjut Elena, membuat Mila mendadak menjadi tidak enak hati, padahal dia sungguh tidak bermaksud lancang untuk menanyakan hal privasi seperti itu.

"Ma - maaf, Ma. Mila nggak tahu kalau -"

"Hei, kenapa harus minta maaf, Sayang? Kamu nggak salah kok. Kita nggak pernah menutupi fakta ini, Kevin pun begitu. Ya, meski anak itu pasti akan bicara dengan nada ketusnya," ujarnya, kembali memberikan kekehan di akhir kalimat, meski Mila sendiri bisa merasakan kecanggungan terjadi di antara mereka setelah Mila menanyakan itu.

Namun, Mila berusaha keras untuk mencairkan suasana. "Cantik, ya, Ma," komentarnya. Sementara Elena sendiri menanggapi. "Iya, makanya anak kesayangan mama, Kevin juga tampan begitu 'kan? Tapi masih cantik mama dong?" ujarnya, sembari mengedipkan mata genit di depan Mila, berhasil membuat gadis itu mengeluarkan tawa lebar.

Menyenangkan sekali berbicara dengan mama Kevin itu.

"Iya dong! Jauh lebih cantik mama," sahut Mila, memuji dengan pandangan tulus. Membuat Elena kemudian berceletuk, "Nah, itu baru calon anak menantu mama!" Sebelah tangannya digunakan untuk memeluk Mila dari samping, menyalurkan kehangatan yang sama seperti saat Mila memeluk ibu kandungnya sendiri.

"Membicarakan soal Clarissa, mama jadi ingat waktu pertama kali ketemu sama Kevin. Mama menemukan dia di jalan dekat kantor papanya, tersesat dengan perut kelaparan. Mencari ibunya yang mendadak hilang, pergi tanpa pamit atau ucapan selamat tinggal." Elena menceritakannya dengan nada sendu, mengingat itu sungguh menyakitinya. Bocah kecil berumur sepuluh tahun yang ditemuinya dulu kini sudah menjadi kesayangannya, putra satu-satunya yang Elena banggakan.

Mila mengusap belakang punggung Elena, menggunakan cara terbaik untuk menenangkan seseorang. Sungguh Mila tidak menyangka kalau pria se-menyebalkan Kevin itu rupanya juga memiliki masa kelamnya sendiri. "Mama nggak perlu sedih, Mila yakin Kevin lebih bahagia sekarang karena sudah memiliki ibu seperti Mama yang mencintainya lebih dari ibu kandungnya sendiri," ungkap Mila dengan senyuman manis miliknya.

Elena menatap Mila dengan sendu. "Dia pasti merasa begitu, 'kan?"

"Pasti, Ma! Mila bisa jamin," ucapnya, dengan rasa percaya diri tinggi. Kali ini giliran Elena yang merasa terhibur dengan sikap calon menantunya itu.

Elena menatap Mila lekat, menyalurkan kebahagiaan yang dia rasakan karena memiliki calon anak menantu idaman seperti Mila. "Kevin beruntung menemukan kamu sebagai calon istrinya, Sayang. Kamu adalah gadis yang baik, penyayang, sopan dan pastinya juga cantik. Nggak banyak di luar sana gadis seperti kamu gini. Mungkin satu banding sejuta?"

"Mama terlalu berlebihan memuji Mila. Mila nggak se-sempurna itu kok, Ma." Ingin rasanya Mila mengungkap semua kekurangan di balik kelebihan yang dibicarakan oleh Elena barusan, tetapi dia ragu. Bagaimana jika Elena mendadak tidak mau menerimanya sebagai menantu kalau mengetahui latar belakang Mila yang sebenarnya?

"Loh, kok ngomongnya gitu, Sayang? Kenapa? Padahal menurut mama, beneran kamu itu satu-satunya pasangan terbaik untuk Kevin. Nggak ada yang pantas bersanding sama anak kesayangan mama selain kamu," ucapnya kembali menyanjung Mila.

Mila semakin tidak enak hati, hingga dia terpaksa mengungkap semuanya. Paling tidak, Mila ingin jujur dengan Elena yang sudah begitu baik menyambutnya masuk ke dalam keluarga Kevin. Jika memang pada akhirnya Elena tidak menyukainya karena latar belakang keluarganya yang bermasalah, Mila akan dengan senang hati menerimanya.

"Mila perlu cerita sesuatu sama Mama."

Mata Elena berbinar, merasa senang karena calon menantunya bisa terbuka di depannya. "Mau cerita apa? Sini mama pasti dengerin kamu."

"Sebenarnya Mila nggak sebaik yang Mama pikir. Mila bukan dari keluarga berada ataupun terpandang, bukan juga wanita yang memiliki pendidikan tinggi. Mila hanya lulusan SMA yang bekerja di perusahaan OXA Group sebagai admin keuangan biasa, Ma," ungkapnya, tidak akan menjadi masalah 'kan jika dia mengaku sebagai bagian karyawan perusahaan itu meski belum sepenuhnya resmi bekerja?

Lagipula lebih baik mengakuinya seperti itu, daripada harus membohongi Elena tentang banyak hal, termasuk tentang fakta bahwa dia dan Kevin hanyalah menikah kontrak.

Chapitre suivant