Mary Ruth tertawa mendengar perkataan keponakannya yang baru kembali dari Amerika itu, meskipun Virgo berada di Amerika namun komunikasi mereka berjalan dengan sangat baik. Sejak kedua orang tua Virgo meninggal, Mary lah yang mengurus semua kebutuhan Virgo. Karena itulah saat ini hubungan mereka berdua begitu dekat layaknya ibu dan anak kandungnya.
"Apakah gadis itu lebih cantik dari Valerie?"
Wajah Virgo langsung berubah, senyumnya lenyap. "Aku sudah tidak mengingat gadis bernama Valerie itu lagi, bi."
"Apakah kau masih marah padanya? Sepuluh tahun sudah berlalu Virgo."
"Perempuan itu sudah membuat Reagan dan aku saling bermusuhan selama berbulan-bulan, bi. Dan dia sama sekali tidak merasa bersalah sudah melakukan hal serendah itu, bahkan sampai saat ini pun dia sama sekali tidak meminta maaf pada kami berdua," ucap Virgo ketus, mengingat lagi perbuatan Valerie yang sudah membuatnya dan Reagan bermusuhan sepuluh tahun yang lalu membuat Virgo kesal.
Mary Ruth menipiskan bibir. "Valerie sudah mendapatkan balasan atas apa yang sudah dia lakukan pada kalian, apa kau tidak mendengar kabar terbaru tentangnya?"
"Tidak, aku menutup kedua telingaku dari wanita itu," jawab Virgo tegas.
"Baiklah..baiklah, maafkan bibi. Bibi yang bersalah karena sudah membahas Valerie lagi, karena hari sudah malam alangkah lebih baiknya kita beristirahat. Bibi sudah lelah dan sangat mengantuk." Mary Ruth menutup mulut saat bicara.
Kemarahan Virgo pun langsung sirna melihat betapa lelah sang bibi saat ini. "Bibi istirahat terlebih dahulu kalau begitu, aku masih harus mengurus beberapa pekerjaan yang tersisa."
"Baiklah professor, aku tidak akan mengganggumu. Tapi ingat, kau harus segera beristirahat begitu sudah lelah. Jangan forsir tubuhmu."
"Iya bi, aku mengerti."
Mary Ruth mendaratkan kecupan di kening Virgo sebelum akhirnya dia berjalan pergi meninggalkan Virgo seorang diri, usia yang sudah tidak muda membuat Mary tidak bisa tidur larut. Setelah sang bibi menghilang dari pandangannya, Virgo beranjak dari sofa dan berjalan kearah mini bar yang berada tidak jauh dari tempatnya duduk. Terbiasa hidup mandiri selama hampir sepuluh tahun di Amerika membuat Virgo terbiasa minum seorang diri.
"Sepertinya kita tidak akan bertemu lagi, jadi kita tidak perlu saling mengenal."
Virgo tersenyum saat kembali mengingat kalimat penolakan yang diberikan oleh Crystal, gadis yang dia temui di sekolah milik sang bibi pagi ini. Tidak pernah mendapatkan penolakan apapun dari seorang gadis membuat jiwa berkompetisi Virgo terpanggil. Hasratnya untuk menaklukkan gadis itu pun tumbuh begitu besar didalam dadanya.
"Cepat atau lambat aku pasti akan segera mendapatkan namamu gadis manis," ucap Virgo pelan seraya menggoyangkan gelas brandy di tangannya sebelum akhirnya dia meminumnya secara perlahan. Virgo pun bertekad untuk kembali mendatangi sekolah sang bibi, tempat dimana dia bertemu dengan sang peri yang langsung membawa separuh hatinya pergi bersama kaki kecilnya yang lincah.
Hamad International Airport, Qatar.
"Kau boleh pergi kemanapun sesuka hatimu dan ini uang untukmu," ucap Reagan pelan seraya memberikan beberapa lembar uang pecahan seratus dolar pada Crystal.
Crystal menatap Reagan dengan mata berkaca-kaca. "Aku tidak mau pergi, aku mau bersamamu Reagan."
"Kau memangnya tidak mau membeli sesuatu?'
"Aku takut Reagan," ucap Crystal serak. "Banyak orang disini."
Reagan menyatukan kedua tangannya didada. "Tentu saja ramai, jika kau mau sepi pergilah ke gurun atau ke hutan."
"A-aku serius Reagan."
Reagan yang sudah tidak sabar lantas meraih tangan Crystal dan meremasnya dengan kuat. "Aku bukan kakekku, jadi jangan bermanja-manja padaku."
Crystal berusaha sekuat tenaga menahan diri untuk tidak menangis meskipun dirinya sangat ingin menangis, Reagan sama sekali tidak peduli dengan ketakutannya yang begitu besar.
"Kau sudah mempunyai ponsel, bukan?"
Crystal mengangguk pelan. "Sudah."
"Ya sudah kalau begitu, apalagi masalahnya!"
"A-aku tidak mengerti maksudmu Reagan."
Raegan menggeram. "Akulah yang salah karena langsung mengajakmu menikah kemarin, seharusnya aku tidak melakukan itu. Perempuan bodoh sepertimu tidak bisa mempergunakan otak yang dikaruniakan Tuhan kepadamu secara maksimal."
Crystal menggigit bibir bawahnya dengan kuat, menahan diri untuk tetap tenang atas hinaan yang diberikan Reagan kepadanya.
"Kau sudah memiliki nomor ponselku, jadi kau bisa menghubungiku menggunakan ponselmu," ucap Reagan ketus. "Aku tidak akan mungkin meninggalkanmu ditempat ini, kakek pasti akan langsung membunuhku menggunakan tangannya sendiri jika sampai aku membuangmu di tempat ini."
"Tapi aku takut Reagan, aku belum pernah pergi ke tempat seperti ini."
Reagan mendengus kesal. "Jika kau takut maka tunggulah disini dan jangan kemana-mana selama dua jam, tunggu aku kembali karena aku sangat lapar saat ini dan ingin sekali makan."
Crystal mengedarkan pandangannya, mencoba memindai keadaan sekitar. "Aku akan menunggumu disini saja kalau begitu."
"Terserah, urus dirimu sendiri dan ini uangmu. Aku tidak akan meninggalkanmu berada ditempat seperti ini tanpa uang, aku tidak sekejam itu," ucap Reagan kembali seraya memberikan uang pada Crystal secara paksa.
"Jangan lama-lama Reagan."
"Hei wanita, sadari posisimu!" Reagan langsung membentak Crystal dengan keras. "Kau tidak bisa mengaturku, kau hanyalah istri kontrak. Derajatmu bahkan tidak lebih tinggi dari pelayan yang ada di rumahku, jadi jangan terlalu kurang ajar."
"M-maaf Reagan, aku tidak bermaksud untuk mengaturmu. Aku hanya…"
"Shut up, semakin banyak kau bicara semakin marah pula aku padamu." Reagan memotong perkataan Crystal dengan keras. "Berbicara denganmu membuat nafsu makanku hilang, dasar pembawa sial."
Setelah berkata seperti itu Reagan pun pergi meninggalkan Crystal didepan gate tempat mereka keluar dari pesawat sepuluh menit yang lalu, seluruh tubuh Cyrstal bergetar saat Reagan benar-benar menghilang dari pandangannya. Ingatan yang sangat ingin Crystal lupakan pun tiba-tiba muncul kembali, ingatan dimana dirinya dibawa paksa oleh dua orang wanita suruhan Angelica yang menyeretnya ke panti asuhan di Melbourne. Tempat yang begitu jauh dari kota dimana semua kebahagiaannya direnggut secara kejam oleh seorang wanita jahat yang dengan tega membangun istana di atas istana keluarganya delapan tahun yang lalu.
"Mommy…tolong jaga aku, aku takut…"
Bersambung