webnovel

18. Terlalu Cepat untuk Berakhir

POV Aditya

Melihat tangannya yang mengarah padaku, dengan cepat aku menangkis dan memukulnya di bagian ulu hati. Fikram dan Adi langsung memegang tangan pria itu supaya tidak menyerangku lagi. Dan lagi aku dikejutkan dengan kedatangan ayah yang langsung memukulku. Kayla meminta izin untuk menunggu di luar karena sudah terlalu lama dia berdiri.

"Apa maksud ayah tadi yang tiba-tiba memukulku?"

"Penjaga kantor memberitahu bahwa kamu datang ke sini. Sudah ayah bilang kamu sudah tidak diterima di sini tapi kamu tetap bersikeras untuk datang ke sini," jawab ayah.

"Kau seharusnya berterima kasih pada anakmu ini. Jika aku tidak datang hari ini, hartamu akan habis olehnya!" bentakku sambil menunjuk ke arah Sherlin.

Sherlin gemetar, pipinya sudah basah oleh air mata. Aku menyuruh Fikram memberikan bukti yang sudah selama ini dikumpulkan. Ayah terdiam ketika melihatnya, tak bergeming sedikit pun.

"Aditya!" teriak seorang perempuan, aku yakin itu suara Kayla.

Aku langsung keluar untuk memastikan. Kayla bergegas mendekat padaku ketika aku keluar. Aku begitu marah begitu mendengar pria itu menggoda istriku. Aku langsung memukulnya lalu menyeretnya ke dalam. Ayah terkejut melihat aku melakukan hal itu pada temannya.

"Apa yang kamu lakukan?" bentak ayah.

"Dengan berani dia menggoda istriku," jawabku. "Lihat perbuatan anakmu ini!" aku memberikan video kelakuan anaknya pagi tadi.

Wahyu menatapnya tidak percaya. Dia menghampiri anaknya lalu menjambak rambutnya hingga Sherlin menengadah dan meringis kesakitan.

"Dasar anak kurang ajar!" umpatnya.

"Tidak, ayah. Sakit," rintihnya kesakitan sambil memegangi tangan ayahnya supaya tidak terus ditarik.

"Kamu berani-beraninya selingkuh dengan pria lain! Ayah sudah bilang ayah akan menyingkirkan wanita itu dan kamu akan menggantikan posisi wanita itu di keluarga Kusuma," bentak ayahnya.

"Tidak ayah, lepaskan. Ini sakit," air matanya bercucuran membasahi pipi.

"Dasar anak tidak tahu berterima kasih!" bentaknya lagi lalu melepaskan tangannya dengan kasar hingga terdorong sampai kepalanya terbentur kursi. Karena cukup keras, ada keunguan di dahinya.

Sungguh pertunjukan yang menyenangkan. Aku mengalihkan pandanganku ketika Kayla masuk ruangan. Sherlin berontak berniat menyerang Kayla, untungnya Bayu dengan sigap menahannya. Kayla menunjukkan sebuah video padaku. Ketika aku memutar videonya, mendengar pengakuan Sherlin. Keberuntungan sedang berpihak padaku. Semua tercengang mendengar video itu, video yang Adi perlukan untuk di pengadilan nanti. Polisi pun datang, mereka membawa Wahyu dan Sherlin pergi.

***

Malam hari tiba. Kayla sudah mengganti pakaiannya. Dia masih terlihat cantik dengan perut besar. Aku tergoda saat melihatnya. Ketika kami sedang bermesraan, Kayla tiba-tiba menghentikan ciumannya.

"Sayang, bayinya menendang perutku," ucap Kayla dengan ceria.

"Benarkah?" aku ikut memegang perutnya. "Wah kamu curang nak, ayahmu ini juga ingin merasakannya tapi kau berhenti menendang."

Kayla tertawa keci mendengarnya. Tiba-tiba raut wajahnya berubah seketika.

"Ada apa? Apa kamu merasa tidak nyaman?" tanyaku khawatir.

"Tidak. Ini hari yang panjang bagi kita. Aku hanya tidak menyangka ternyata yang menginginkan perpisahan kita itu bukan ayah saja."

Aku merangkulnya dan mengecup keningnya. "Percayalah, semua akan baik-baik saja."

Kayla membalas pelukanku. Dia mengucapkan terima kasih lalu membetulkan posisinya untuk tidur. Aku yakin dia kesulitan menjalani aktivitas dengan perut seperti itu. Seperti ini rasanya menjadi suami yang akan menjadi ayah sekarang.

"Good night, sayang," ucapku lalu mengecup pipinya.

"Good night," gumamnya sambil memejamkan mata.

Notifikasi pesan masuk di ponselku. Fikram yang mengirim pesan.

(Mereka sudah di penjara. Sudah selesai bukan? Atau kamu masih membutuhkan bantuanku?) Isi pesannya.

Aku tidak yakin ini berakhir begitu saja. Ayah masih ada dan dia belum menganggap Kayla sebagai menantunya.

(Terus awasi keluarga Wahyu karena istrinya masih berkeliaran, tidak menutup kemungkinan dia akan membalas dendam) balasku.

Dia mengiyakan. Tak lama, ponsel berdering sekarang Rena meneleponku. Aku mengangkat teleponnya dan keluar dari kamar karena takut mengganggu tidurnya Kayla. Aku pergi menuju dapur sekalian minum air.

"Kak, aku tidak bisa menangani tugas sebagai CEO, terlalu banyak pekerjaan. Aku jadi tidak ada waktu untuk ke kampus, aku sudah tidak mau lagi terus-menerus mengambil cuti," keluh Rena.

"Baiklah, bilang saja pada ayah seperti yang kamu katakan padaku. Aku tidak mau lagi ribut dengannya," jawabku.

"Bagaimana dengan Sherlin? Tadi di kantor sangat ramai membicarakannya ditambah polisi datang membawanya, apa itu benar, kak?"

"Ya, bahkan ayah masih tidak mempercayai kejadian tadi. Oh, ya. Di kantor ada yang namanya Bunga kan?"

"Ada apa memangnya kak? Apa dia membuat masalah dengan kakak? Aku bisa memberikannya pelajaran padanya di kantor."

"Tidak. Dia sudah membantuku dengan memberikan bukti berupa video tentang pengakuannya tujuh bulan lalu."

"Wah, hebat. Aku tidak menyangka ini berakhir begitu cepat. Ngomong-ngomong, apa kak Kay sudah tidur? Aku merindukannya, aku terlalu sibuk jadi saat acara kemarin aku belum puas berbincang dengannya."

"Dia sudah tidur. Lebih baik kamu tidur juga."

Rena pun mematikan teleponnya. Aku menatap gelas yang terisi setengah air. Sepertinya memang benar, ini semua belum berakhir. Aku harus lebih waspada lagi, terlebih aku akan segera memiliki anak. Aku menghabiskan sisa air yang di gelas itu lalu kembali ke kamar untuk tidur.

Aku menatap Kayla yang tengah terlelap. Aku tidak salah memilih dia menjadi istri. Dia masih mau menerimaku ketika aku terjatuh dan tidak punya apa-apa. Sekarang dia masih bersamaku dan aku membuka usaha warung nasi kecil di depan rumahnya. Aku sangat bersyukur memiliki istri sepertinya. Aku pun tidur.

Melihat jam dinding masih menunjukkan pukul tiga dini hari. Kayla masih lelap dalam tidurnya. Tersenyum kecil melihatnya. Aku pun beranjak dari kasur dan membersihkan diri. Setelah itu, aku menyiapkan makanan untuk sarapan nanti.

Pukul lima pagi, Kayla terbangun. Aku memberikan gelas untuknya minum.

"Kamu bagaimana sih, kenapa tidak membangunkan aku? Kan kita telat untuk pergi ke pasarnya!" omelnya.

"Kamu tidur begitu nyenyak. Alu tidak tega untuk membangunkanmu karena aku bukan orang jahat."

"Oh, jadi aku orang jahat yang selalu ganggu tidurmu begitu?"

"Iya."

"Ah, menyebalkan," gerutunya dengan cemberut.

Aku tertawa kecil melihatnya. Aku pun membantunya berdiri. Aku mengantarnya sampai ke kamar mandi. Karena sudah hamil besar, aku khawatir terjadi apa-apa pada ibu dan anak dalam kandungannya itu.

Tak lama kemudian Kayla membuka pintu kamar mandi. Aku menuntunnya kembali.

"Kita tidak akan menyeberang kenapa dipegang terus tanganku?" katanya yang merasa kesal.

"Ini aku perhatian loh. Kalau enggak perhatian kamu mengomel, aku perhatian masih mengomel juga," kataku sambil membantunya duduk.

Kayla menganga setelah melihat sudah ada makanan di meja.

"Sayang kamu yang masak ini semua?" dengan mata yang berbinar melihat makanannya. "So sweet."

"Masak buat istrinya itu so sweet?"

"Hem, enggak. He-he."