webnovel

Episode 2 - Identitas

‘Nama untuk memanggilmu.’

Seorang laki-laki dengan rambut yang ditumbuhi beberapa helai uban, memakai jubah putih, tengah duduk membelakangi mejanya. Terlihat kedua tangan yang meremas kasar rambut menunjukan bahwa ia sedang kesal. Tak lama ia pun menurunkan tangan mengatur napas seraya membalikan kursi kerjanya, menatap tajam pada laki-laki muda bertubuh tegap di depannya.

“Park Chan Yong, Chan Yong–ah, seharusnya kau pastikan dulu apa semua humanoid1 sudah berada di dalam lumbung!” sungut laki-laki paruh baya dengan kaca mata bertengger di ujung hidungnya, sebisa mungkin ia membuat suaranya agar tidak terdengar marah, meski begitu lawan bicaranya tetap mengetahui kemarahan tertahannya.

Ia meneruskan dengan ekspresi menyalahkan. “Jumlah mereka tujuh dan kau kehilangan satu dari mereka?”

“Maafkan aku ayah, aku sungguh minta maaf.” Tunduk Chan Yong tak berani menatap balik.

“Sudah aku bilang panggil aku professor, dan sebaiknya kau selesaikan tugasmu dengan benar!” pada akhirnya Profesor Park meninggikan suaranya.

Kata maaf kembali dilontarkan Chan Yong, kali ini dengan menambahkan gelar profesor.

“HMD07… cari dia lalu hancurkan, jangan sampai ada manusia yang terluka karenanya. Aku sudah memberitahumu tentang humanoid, mereka itu berbahaya, sangat berbahaya jadi aku suruh kau melenyapkannya. Kau mengerti?!”

“Baik Profesor Park.” ucap Chan Yong patuh.

Dalam hatinya Chan Yong masih mencoba menelaah apa yang dimaksud dengan berbahaya, mungkinkah humanoid itu mengancam manusia, tapi kenapa? Apa ayahnya salah memprogram robot itu, atau telah terjadi komplikasi terhadap komponen dasarnya? Rasanya ia ingin menanyakannya, tapi...

“Sekarang keluarlah.” kata Profesor Park seraya mengedikan kepala.

Setelah memberi salam hormat, Chan Yong melangkah pergi dari ruang kerja Profesor Park, Park Dong Gun, yang seorang mahasiswa lulusan Universitas Waseda, Tokyo. Terkenal dengan keahliannya dalam membuat robot. Dia mampu membuat berbagai macam robot mulai dari robot kecil yang fungsinya untuk membantu pekerjaan rumah sampai pekerjaan berat di sebuah pabrik, dan ciptaan terbarunya adalah robot humanoid yang kabur dari perusahaan tempat mereka dipekerjakan.

Ke tujuh humanoid itu diberi nama HMD dengan akhir nomor seri sesuai urutan pembuatan. Diketahui HMD07 adalah robot terakhir dari eksperimen pembuatan humanoid yang merupakan robot terhebat dari seri sebelumnya, tak heran jika ia berhasil lolos dari ledakan yang terjadi di lumbung padi, sedang yang lainnya dinyatakan hancur, tepatnya mati.

1. Humanoid: jenis robot yang penampilan keseluruhannya dibentuk berdasarkan tubuh manusia, mampu melakukan interaksi dengan peralatan maupun lingkungan yang dibuat untuk manusia.

ΘΘΘ

Rumah sakit kecil dengan tulisan di atas bangunan yang satu lampunya berkedip-kedip, menambah suasana makin seram. Namun tampak depannya berbeda dengan suasana dalam yang hangat. Seorang suster datang menhampiri pasien yang digendong Seung Woo dengan susah payah. Suster itu mencoba bersikap biasa ketika dilihatnya Kim Se Rin memakai kaca mata hitam besar, serta syal bermotif bunga-bunga kecil tersampir di atas kepala, menutupi rambut hitam kecokelatan bergelombangnya.

Suster itu tersenyum ramah kepada Se Rin, yang mempersilahkan untuk mengobati pasien tanpa harus repot-repot memperdulikannya. Sembari melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, Seung Woo mengangguki, supaya si suster bergegas.

“Bagaimana bisa bajunya terbakar, apa dia korban kebakaran?” tanya suster melihat kaos hitam sang pasien yang memang compang-camping.

Se Rin dan Seung Woo saling pandang, ingatan mereka kembali pada saat terjadinya ledakan di lumbung padi. Mungkinkah dia seseorang yang selamat dari ledakan itu?

“Tapi syukurlah tidak mengenai kulitnya, sama sekali tidak melepuh.” kata suster lagi, keheranan. Mestinya ada luka, dilihat dari baju lengan yang bolong.

Gugup akan pandangan suster yang menyiratkan keingintahuannya kenapa pasien bisa terluka, Seung Woo berkata, “Kami menemukannya telah tergeletak di jalan.” Se Rin mengiyakan dengan menambahkan tiga kali anggukan.

Suster memulai dengan memeriksa suhu tubuh, meletakan punggung tangannya pada kening pasien. “Panas!” pekiknya menarik tangan seraya mengibas-ngibaskannya. “Sepertinya dia demam tinggi, sangat tinggi.” tambahnya dengan canggung yang lalu terburu memastikan apa punggung tangannya baik-baik saja.

Rasanya Se Rin ingin mengatakan bahwa pasti semua orang tahu kalau kening mereka panas berarti demam. Dan lagi tak seharusnya seorang suster mengawali perkataan dengan kata ‘sepertinya’, seakan dia ragu atas pernyataannya.

“Suhu tubuhnya mencapai 49,5 derajat celcius,-“ katanya lambat-lambat, si suster tak percaya dengan apa yang telah diucapkannya dan segera melihat lagi hasilnya, siapa tahu dia salah melihat angka yang ditunjukan termometer-nya. “Suhu tubuhnya sangat tidak normal, melebihi suhu kritis orang dewasa!” sentaknya baru tersadar bahwa di tiap sisinya ada Se Rin dan Seung Woo yang juga memperhatikan benda putih yang ia pegang.

Diapit dua orang asing membuat sang suster salah tingkah, ia memutuskan untuk menyuntik laki-laki yang masih belum sadarkan diri, jelas saja karena pasien memiliki suhu tubuh sangat tinggi. Se Rin dan Seung Woo masih mengawasinya, ketika tak lama suster tersentak menahan napas mendapati jarum suntik yang digunakannya patah sebelum benar-benar menyentuh tubuh si pasien.

“YA! Lakukan yang benar, dia bisa saja terluka,” gertak Se Rin segera saja diamankan Seung Woo agar gadis itu diam, sambil tersenyum pada suster sebagai tanda permintaan maaf atas tingkah sang artis, yang tak dikenali oleh si suster.

Suster muda itu merasa bersalah dan mengatakan akan menggantinya dengan jarum yang baru. Namun hasilnya tetap sama, jarum itu juga patah. Ia merasa ada yang aneh dengan pasiennya ini. Se Rin kembali menggerutu menyuruh suster tak menyuntiknya saja.

“Tolong jaga dia sampai kita kembali.” kata Se Rin melepas syal di kepalanya mengundang rasa penasaran Seung Woo dengan apa yang akan dilakukannya, seraya mengikatkan syal berwarna merah maroon di pergelangan tangan laki-laki yang dirasa adalah tanggungjawabnya ia melanjutkan,

“Bilang padanya untuk menungguku, jangan biarkan dia pergi sebelum aku datang. Ingat, jika dia pergi katakan bahwa dia harus mengembalikan uang dan syal-ku. Tentu saja dia juga berhutang nyawa padaku.”

ΘΘΘ

Se Rin dan Seung Woo baru saja keluar dari rumah sakit, mereka masih berada di beranda ketika Seung Woo menanyakan alasan Se Rin meninggalkan syalnya. Se Rin bilang karena dia seorang artis, jangan sampai orang itu melaporkannya pada polisi. Dengan bangganya dia mengatakan bahwa telah meninggalkan tanda untuk mencarinya jika dia kabur.

“Sekarang dia terikat denganku.” kata Se Rin bangga.

Pendapat Seung Woo berbeda. Bagaimanapun orang itu adalah laki-laki tampan yang terlihat jantan, dengan wajah tegas dan alis cukup tebal, tampak manly dengan otot kekar yang sempat terpegang olehnya saat susah payah mengangkat tubuh laki-laki tersebut ke dalam mobil. Mana mungkin bersedia memakai syal berbunga, paling juga laki-laki itu akan membuangnya. Se Rin tidak memperdulikan ucapan Seung Woo, ia berjalan menuju tempat mobil terparkir sembari menggerutu tak jelas.

“Kenapa kita harus repot-repot, toh dia tidak mengingat wajah kita.” celetuk Seung Woo mengelus bagian depan mobil, menyayangkan penyoknya kendaraan yang telah lama dikemudikan olehnya.

“Manager Han, kau yakin pria itu tidak ingat wajah kita?” tanya Se Rin, ia merasa sempat bersitatap dalam seperkian detik dengan laki-laki tersebut.

“Tenang saja, aku sudah meninggalkan nomor teleponku.”

“Sesekali aku ingin mendapat ketenangan sepertimu.”

ΘΘΘ

“Kau sudah bangun?”

Berselang tiga puluh menit seperginya Se Rin dan Seung Woo. Laki-laki yang terbaring itu mendadak duduk tegak, mengedarkan pandangan ke sekitar ruangan dengan tatapan asing. Mengingatkannya pada masa karantina di sebuah ruangan bernuansa sama, dengan deretan ranjang seperti yang tengah ia tempati. Satu tangannya dipasangi selang infus, benar-benar persis dengan apa yang selalu dia dan rekan-rekan kerjanya pakai saat masa perbaikan ataupun pemulihanᅳjika mengalami cedera otot buatan, fungsi otak mati, dan cedera lainnya yang tidak diketahuinya.

“Kau berada di rumah sakit, dua orang menemukanmu tergeletak di jalan dan mengantarkanmu ke sini.” jelas si suster menambahkan, “Demammu tinggi sekali, syukurlah mereka membawamu kalau tidak kondisimu akan lebih parah lagi.”

Laki-laki itu melihat tangan lainnya, tampak sehelai kain tipis bermotif bunga dengan warna merah maroon diikatkan di pergelangan tangan. Kemudian menoleh seakan-akan meminta penjelasan lebih dari suster yang masih berdiri di dekat ranjangnya.

“Ohh, itu… wanita yang menolongmu mengikatkan syal sebagai tanda kalau kau harus membalas budi, kau tidak diperbolehkan pergi sebelum dia datang,” kata suster menyangsikan sambil mengecek suhu tubuh pasiennya yang sudah normal kembali. “Cepat sekali kau pulih,” ia meletakan termometer dan

“Ah iya, satu lagi kalau kau memilih pergi, kau diminta untuk mengembalikan biaya rumah sakit dan syalnya.”

“Kim Se Rin.” gumam pelan laki-laki itu, membaca sebuah nama yang disulam di salah satu sisi kain, samar-samar ia ingat dua wajah yang dilihatnya sebelum tak sadarkan diri. “Aku harus mengembalikan ini padanya.”

“Tuan bisa berikan kartu identitasmu, pihak rumah sakit membutuhkannyaᅳ”

Tanpa berbasa-basi laki-laki itu mencabut selang infus, turun dari ranjang dan bergegas keluar dari UGD. Mengabaikan panggilan sang suster yang menyuruhnya untuk setidaknya menghabiskan cairan infus yang tersisa.

Aku tidak punya kartu identitasku. HMD03 bilang namaku Oh Se Jun. Ia mulai membatin selagi dengan mantap melangkah meninggalkan gedung rumah sakit.

ΘΘΘ