"Lho, kenapa bahasnya sama Mas? Emangnya gak ada temennya yang laen apa?" pertanyaan Audia tadi di ruangan Alvin, kembali berputar berulang-ulang di kepalanya.
Kenapa, coba? Alvin-nya, kan, bukan dosennya Olivia. Oke, deh, Olivia temannya Alvin dulu semasa kuliah, tapi, kan, itu dulu. Sekarang bukan. Materi yang dibahas apa juga, sih? Emang gak bisa, gitu, dibahas sama temen-temennya aja. Kan, lebih nyambung. Berduaan pula, di ruangannya. Huh! Benar-benar darah Audia serasa bergejolak.
Wajahnya yang terlihat misuh-misuh, terbaca oleh Erika, yang sedang memoles lipstik tipis-tipis di bibirnya. Wajah yang sering kali Audia tunjukkan pada Erika, ketika ia baru saja terkena masalah dengan pak Mandala. Menyebut dosennya itu dengan berbagai macam julukan, entah dosen dingin, kaku, killer, dan sematan lainnya. Pokoknya julukan yang bikin Audia bisa meredakan kekesalannya.
Soutenez vos auteurs et traducteurs préférés dans webnovel.com