webnovel

Perubahan Shika

"Emangnya loe mau ngomongin apa?" tanya Doni penasaran. Sedari tadi, matanya tidak lepas dari Raka.

Kembali, Raka melirik Danis. Tingkahnya itu tidak luput dari pengamatan Doni. "Kenapa main lirik-lirikan, sih? Bikin penasaran gue aja," rutuk Doni karena gemas melihat Raka yang tak kunjung buka suara. Apalagi melihat Raka yang terlihat kebingungan, membuat Danis lama-lama geram sendiri.

"Kalau loe gak juga buka suara, gue pergi aja, deh."

Raka segera menahan tangan Doni. Menyuruh laki-laki berambut agak ikal itu untuk kembali duduk.

"Gue pengen nanyain soal Shika." Dengan lancar, Raka mengeluarkan kelimat itu. Jika bukan karena butuh, Raka tidak sudi berurusan dengan laki-laki biang gosip ini.

Doni menganga lebar dengan mata yang membulat sempurna. Dia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya akan apa yang baru saja dia dengar.

"Maksudnya loe pengen tahu soal Shika, gitu?" tanya Doni memastikan. Dia tidak ingin heboh duluan, sedangkan apa yang dia dengar itu ternyata salah. Oleh sebab itu, dia mencoba menanyakan kembali dengan mengoreski perkataan Raka tadi.

Dan anggukan tanda membenarkan ucapannya, membuat Doni menggeleng tidak percaya. "Karena tatap-tapan di kelas, loe langsung jadi mau deketin dia? Gak nyangka, loe semurahan itu sama cewek." Doni kembali menggeleng. Tidak habis pikir dengan apa yang Raka bicarakan.

"Ini ada sangkut pautnya sama PMR," jawab Raka. Orang seperti Doni, harus sesegera mungkin diberi penjelasan. Sebelum mulutnya mengeluarkan racun yang sangat berbahaya, yang mampu membuat orang sekitar percaya dengan apa yang dia ucapkan.

Doni berdecih. Dia tidak percaya dengan jawaban Raka. "Kalau loe suka sama Shika, ya ngaku aja. Gue fine-fine, aja." Doni dengan tampang menyebalkannya mengedikkan bahu. Seakan yang diucapkannya itu benar adanya.

Raka mendengkus. Kenapa hanya ingin mengetahui informasi tentang Shika, harus serumit ini, sih? dengus Raka dalam hati.

Lagi dan lagi, Raka ditampar oleh kenyataan bahwa hanya laki-laki tengik ini satu-satunya harapan akan informasi yang dia butuhkan. Sehingga mau tidak mau, Raka harus menahan diri untuk menendang bokong Doni agar pergi dari hadapannya.

"Ini real karena masalah PMR." Raka kembali mengatakan jawaban itu. "Gue satu bidang sama dia," sahut Raka sambil menunjuk ke arah Shika yang tengah fokus belajar membalut luka korban. Saat latihan PP. "Plus satu team saat lomba nanti." Raka menambahkan, ketika Doni terlihat belum memahami maksud dari ucapannya.

Doni menganggukkan kepala. Dia mulai paham dengan apa yang sebenarnya ingin Raka tanyakan padanya.

Dengan masih sama-sama menatap Shika, Doni berucap, "apa yang mau loe ketahui tentang dia?"

Mendengar pertanyaan Doni membuat Raka menoleh ke arah Danis yang ternyata sedang menoleh padanya. Tanpa bersuara, lewat matanya Danis menunjuk ke arah Doni. Dan dibalas gelengan serta mengedikkan bahu bahwa dia pun tidak tahu mengapa Doni terdengar serius ketika mengucapkan pertanyaannya tadi.

Raka berdehem. Tidak mungkin dia mundur jika Doni saja sudah terlihat siap menjawab pertanyaan dari Raka.

"Loe satu SMP sama dia, kan? Bahkan, loe juga bilang ke kita-kita kalau loe itu sepupu dia. Jadi, yang mau gue tahu itu gimana sikap Shika pas dulu. Entah di sekolah ataupun pas kumpul sama keluarga."

Doni terdiam. Laki-laki tengik anggota eskul bola voli itu menatap lurus pada perempuan yang sedang mereka bicarakan. Banyak orang yang mengira bahwa dia menyukai Shika. Mungkin karena terlihat dari tingkahnya yang sering mengganggu Shika. Padahal, Doni menganggap Shika tidak lebih sebagai adiknya. Ya, usia Doni satu tahun lebih tua dari Shika. Apalagi dengan status mereka yang ternyata bersaudara, membuat laki-laki berambut ikal itu memiliki tanggung jawab penuh untuk menjaga Shika.

Doni menarik napas. "Gue satu SMP sama dia. Cuma beda kelas aja," jawab Doni menjelaskan pertanyaan yang pertama. "Gue juga sepupuan sama dia. Gak tahu ikatannya dari siapa karena gue manggil bokap nyokapnya juga cuma sapaan 'tante dan om' aja. Pas gue tanya ke bokap juga, beliau jawab kalau kami saudaraan dari turunan nenek. Bonyoknya juga bukan adek atau kakaknya bonyok gue." Doni mengangkat bahunya bahwa dia tidak mengerti akan ikatan persaudaraan dia dengan Shika. "Tapi gue bodo amat, sih. Yang gue tahu kalau kami itu saudaraan, udah gitu aja."

Raka dan Danis mengangguk. Meski mereka hanya diam mendengarkan, bukan berarti tidak paham dengan apa yang Doni jelaskan. Toh, mereka juga pasti akan berpikir seperti itu.

"Dulu, gue sama dia deket banget. Kalau loe pada nganggap gue suka sama tuh cewek. Salah banget." Doni tertawa pelan. Bukanya merasa kesal dengan tuduhan yang sering dia dapatkan itu, malah sebaliknya. Doni merasa geli sendiri jika memang dia menyukai saudaranya itu. Ya, meski sepupu jauh.

Ingatannya jatuh pada memori saat mereka bersama. Pada saat Shika masih mau merespon tingkah usil Doni yang sering menarik pipi tembem Shika. Namun itu dulu. Dulu, sebelum Shika berubah menjauh darinya. Mengingat itu, dia hanya bisa tertawa miris. Karena hingga saat ini, Doni tidak tahu penyebab perubahan drastis dari Shika.

Kembali, Raka dan Danis saling bertatapan. Lama-lama, mereka merasa Doni gila karena tertawa tanpa sebab.

Doni berdecak. Dia menoleh pada Raka, kemudian pada Danis. Menatap satu persatu dengan tatapan kesal.

"Loe berdua kenapa diem mulu, sih? Gue mulu yang nyerocos, perasaan," cerocos Doni ketika tidak mendapatkan respon apapun dari kedua temannya.

Danis mengedikkan bahu. "Ya gue mau jawaban apaan coba. Mana serem lagi, loe ketawa sendiri."

"Ketawa?" ulang Doni, tidak mengerti.

Raka mengangguk. "Iyah. Loe ketawa sendiri." Raka mengiyakan ucapan sahabatnya tadi. "Lagian, tadi loe kaya kelihatan sedih pas awal-awal cerita. Loe ada masalah sama Shika?" Laki-laki berkulit sawo matang itu memelankan suara ketika menyebut nama perempuan itu. Takut jika segerombolan perempuan yang tengah membereskan kotak P3K itu menyerbu para laki-laki itu karena mendengar nama di antara mereka disebutkan oleh Raka.

"Nah iya." Danis berseru dengan semangat. Tangannya mengacung ke arah Doni. Dan tingkahnya itu ternyata memancing tanda tanya besar bagi para perempuan. Buktinya saja,Shika dan gerombolannya menatap ke arah mereka dengan ekspresi yang beragam.

"Kenapa, sih, tuh si Danis?" tanya Tari pada teman-temannya. Dia tadi sedang membereskan kotak P3K bersama teman satu teamnya beserta Shika yang ikut nimbrung karena ingin hapal alat-alat PP. Ketenangan mereka terusik, ketika suara keras yang berasal dari dalam kelas. Pelakunya Danis. Dia sepertinya tengah bersemangat merespon obrolan kedua temannya.

Shika mengedikkan bahu, memilih tidak memperdulikan mata dan telinganya yang sebenarnya tahu apa yang mereka bicarakan. Ya, kembali. Shika tidak bodoh. Saat tadi sedang fokus memerhatikan Khanza yang menjelaskan naam serta fungsi dari alat-alat P3K, matanya tidak sengaja menatap Doni yang tersenyum padanya. Bukan, bukan jenis senyuman genit ataupun menggoda. Lebih ke perasaan sedih yang bercampur tanda tanya.