webnovel

Kunti Jaman Now

Part 1

"Hei ... Mbak Kunti ini berisik sekali, ketawa-tawa sendirian lagi setiap hari. Nggak capekkah?" aku menyapa mbak kunti yang sedang  nangkring di dahan pohon beringin.

"Biarin aja sih, Kak. Orang Mbak Kuntinya juga cuma ketawa aja ini." Riri tetangga kos sebelah ikut keluar dari dalam kamar.

"Iya nih, rese betul Mbak Fita ini. Kan saya jadi pengen ketawa pas lihat Mas Jojo lari terbirit-birit, lihat saya nangkring di sini," jawab Mbak Kunti.

"Kalau mau ketawa boleh aja mbak, tapi jangan keras-keras. Berisik betul itu nah, mana tengah malam lagi. Kan aku jadi kaget, pas lagi mimpi indah dilamar Mas Teto tetagga sebelah rumah di kampung. Kamu juga dek Riri, lihatin gawai sambil cekakak cekikik mirip sudah kayak Mbak Kunti. Mana kamarmu sebelahan lagi sama kamarku."

"Iya deh iya kak, besok kita ketawanya pelan-pelan. Tuh Mbak Kunti rem ketawanya dijaga biar nggak blong."

"Siap! Tapi kalian nggak usah lah melotot gitu, malah aku yang takut ini. Memangnya kalian mau menyaingi keseramanku?"

"Sudah-sudah jangan berteman, eh, bertengkar. Kita ini teman, kan?" Riri menengahi.

"Awas kalau ketawanya keras lagi, kalian kubawa ke Rumah Sakit Jiwa konoha, loh. Kalian akan terkena pasal ketawa sendirian tengah malam, biar tahu rasa kalian." aku mengancam mereka. Kemudian masuk lagi ke dalam kamar kos yang memiliki lebar 7 kali 6 meter persegi.

Memang aku tadi kaget sekali saat mendengar Mbak Kunti cekikikan di dahan pohon beringin. Sebenarnya sudah sering aku mendengarnya tertawa sendiri, dan menangis sendiri kayak penghuni Rumah Sakit Jiwa Konoha sana. Tapi baru sekali ini aku menegurnya, karena terganggu dari mimpi indah.

Kesal, karena mimpiku dilamar pujaan hati jadi ambyar seketika karena tawanya yang melengking itu. Kebanyakan orang memang takut mendengarnya tertawa atau menangis, tetapi aku dan Riri biasa saja. Jadi kami pun santai saja tinggal di kos yang kata orang angker ini.

Tidak ada yang mau menempati rumah kos ini selain kami berdua, lumayan harga kosnya murah. Cuma seratus ribu rupiah perbulan, itu saja ibu kos sudah senang sekali dengan adanya kami yang mau kos di tempatnya.

Kami sengaja membayar uang kos sekaligus satu tahun, agar ibu kos yang judes itu tidak sering-sering datang menemui kami. Kami berdua pusing mendengar repetannya yang panjang kali lebar kali tinggi, mirip rumus matematika yang membuat kepala berdenyut nyeri tanpa alasan.  

Terkadang kalau pas baiknya ibu kos kumat, kami sering bibawakan banyak makanan. Tapi tidak gratis sih, karena pasti ada udang di balik bakwan, alias beliau ada maunya.

Misalnya ketika hendak dimintai tolong untuk mengambilkan buah mangga yang bersebelahan dengan pohon beringin. Tidak ada yang berani mengambil buah mangga tersebut, kecuali kami berdua.   

Pernah ada pendatang yang meminta mangga muda, istrinya sedang hamil ingin sekali makan mangga muda milik ibu kos. Dengan santainya dia meminta pada ibu kos, karena dia tidak tahu kisah pohon mangga dan pohon beringin tersebut. Kalau masyarakat sekitar sih tidak ada yang berani medekatinya.

Waktu itu hari menjelang maghrib.

"Permisi bu, boleh saya minta mangga mudanya? Istri saya sedang hamil, ngidam mangga muda yang ada di dekat pohon beringin di samping kosan ibu. Saya sudah membelikan mangga muda di tempat lain dia tidak mau juga," pinta Pak Burkhan tetangga baru tersebut. 

"Silahkan pak, tapi ambil sendiri ya. Saya tidak bisa ambilkan," jawab ibu kos. 

"Iya bu, itu pohonnya kan pendek saja. Tidak sulit kok saya mengambilnya."

Aku dan Riri yang memperhatikan percakapan mereka dari balik jendela kos hanya terseyum sembari saling berbisik.

"Dek, orang itu cari penyakit, ya? Nekat banget nyamperin pohon mangga kesayangannya Mbak Kunti."

"Iya, Kak. Tapi kan bapak itu orang baru di komplek ini. Mana dia tempe, eh ... tahu tentang Mbak Kunti."

"Kita lihat saja, Dek, kelakuan Mbak Kunti selanjutnya."

"Lagian Mbak Kunti itu seenaknya saja mengakui itu pohon mangganya, kayak dia yang nanam saja. Kalau sarang semut nyangkrang orang masih berani ngambil mangganya, lah ini Mbak Kunti yang bersarang disebelahnya."

 Lalu Pak Burkhan berjalan menuju pohon mangga tersebut, ketika baru memetik dua buah mangga dia mendengar ada suara orang menangis. 

 Beliau penasaran, lalu celingak celinguk melihat sekitar. Tetapi tidak ada satu orang pun yang dia lihat.

 Rasa penasaran yang amat sangat membuatnya tetap mencari sumber suara, lalu Pak Burkhan mendongak. Dia melihat ada wanita memakai gaun putih sedang duduk di salah satu dahan pohon beringin, bertepatan saat itu Mbak Kunti melihat ke arah Pak Burkhan. Secara bersamaan keduanya berteriak,  Pak Burkhan lari pontang-panting setelah melihat muka Mbak Kunti.

Mbak Kunti berteriak karena kaget, ada laki-laki di bawahnya padahal sedang nangkring di dahan pohon beringin. Mbak kunti memang tipe hantu yang sedikit pemalu, dia malu kalau ada laki-laki di bawahnya. Katanya sih, dia takut kelihatan auratnya.