"Sepertinya Rizel bisa menyelesaikan ujian kali ini dengan baik."ucap Risa sesaat setelah ia keluar dari ruang ujian.
"Mungkin aja ia belajar, atau memang memahami materi dengan baik."jawab Kalila sembari mengeluarkan ponselnya dari dalam tas.
"Aku mau ke toilet dulu."pamit Kalila kemudian.
"Kalila sepertinya juga bisa menyelesaikan ujian ini dengan baik."ucap Sekar sembari memperhatikan punggung Kalila yang semakin menjauh.
"Benar kan, tapi mereka nggak terlalu jujur. Tadi aku nanya ke Kalila karena bingung sama soalnya, tapi Kalila tidak mau memperlihatkan kertas jawabannya."gerutu Risa.
"Soalnya aku nggak begitu dengar apa yang Kalila jelaskan, jadi biar gampang aku mau lihat kertas jawabannya aja. Lagian aku juga tidak akan menyalin jawabannya, tapi mungkin Kalila juga takut sama dosennya, secara dosennya killer gitu."Risa menjelaskan, tentu saja apa yang ia katakan tidak benar-benar dari hatinya.
"Iya sih, bisa aja. Soalnya aku juga takut sama dosennya."jawab Sekar. Risa menoleh kepada Sekar, ntah kenapa ia merasa kecewa dengan tanggapan Sekar itu.
"Sepertinya kamu juga bisa menyelesaikan soal-soal itu dengan baik."Risa melirik Sekar.
"Nggak juga."jawab Sekar jujur.
"Tapi buktinya kamu menyelesaikannya sendiri."ucap Risa lagi. Sebenarnya Risa tidak begitu memperhatikan Sekar, hanya saja ntah kenapa ia kesal dengan Sekar.
"Habisnya percuma juga mau nanya-nanya. Mereka nggak akan mau berbagi."Sekar sudah bisa paham dengan situasi ujian yang bagaikan pertarungan itu, tidak akan ada yang namanya pertemanan di dalam sana.
"Benar juga sih."jawab Risa.
"Aku tadi juga manggil Rizel, tapi sepertinya Rizel nggak mendengar suara ku sama sekali. Padahal jarak kita juga nggak terlalu jauh, tapi ya bisa jadi, ia memang tidak mendengarnya."Risa masih kesal kepada Rizel, tapi ia tidak ingin memperlihatkannya kepada Sekar.
"Bukan dia nggak dengar, tapi emang nggak mau noleh aja."jawab Sekar santai,
"Nggak kok, Rizel memang nggak mendengarnya. Nggak mungkin dia mengabaikan aku seperti itu."ucapan Risa jelas bertolak belakang dengan apa yang kini ia pikirkan.
"Ya semoga aja gitu, soalnya tadi aku juga manggil gitu, tapi Rizel sama Kalila seketika jadi budek."ucap Sekar. Sekar tidak terlalu mempermasalahkan hal-hal seperti ini, ia sudah sering bertemu dengan keadaan yang seperti ini.
"Mungkin kitanya aja yang lagi sensitif, jadinya mikir gitu. Padahal mereka benar-benar tidak mendengar kita sama sekali."ucap Risa sembari tersenyum lembut.
Rizel baru saja keluar dari ruang ujian bersamaan dan bertepatan dengan Kalila yang baru saja kembali dari toilet. Suasana koridor gedung ini juga masih ramai akan mahasiswa dan mahasiswi yang baru saja menyelesaikan ujian dan yang akan ujian.
Suasana hening saat Rizel mendatangi Sekar dan juga Risa. Ntah kenapa, saat ini terjadi kecanggungan di antara mereka, tidak hanya Rizel yang merasakannya tapi Kalila juga.
"Habis ini mau ke mana? apa mau ke kantin dulu?"tanya Kalila yang tidak menyukai kecanggungan ini.
"Iya boleh, aku juga udah lapar, padahal di dalam nggak mikir sama sekali."jawab Sekar.
Mereka pun menuju ke kantin, Kalila dan Rizel berjalan di belakang sedangkan Risa dan Sekar berjalan lebih dulu. Rizel seperti menyadari perbedaan sikap Risa kepadanya, namun ia memilih untuk tidak terpengaruh karena hal itu.
"Aku manggil-manggil kamu sedari tadi pas ujian, kenapa kamu nggak menoleh sama sekali? aku yakin kalau kamu mendengarnya."nada bicara Risa sarat akan tuduhan. Padahal mereka baru saja mendaratkan pantat mereka ke atas kursi setelah memesan makanan mereka.
"Iya aku dengar kok, rada horror aja menoleh ke kamu. Kamu tahu sendiri dosennya gimana, aku nggak mau ujian lagi."jawab Rizel jujur sekaligus kesal karena ucapan Risa itu.
"Aku juga yakin kok, kamu dengar aku! Padahal aku nggak mau nyontek, aku cuma ngetest aja, soalnya kamu keliatan tenang banget."elak Risa.
"Ngapain kamu ngetest aku?"tanya Rizel.
"Habisnya, kamu tenang banget selama ujian. Aku lupa kalau kamu udah belajar dan mengerti tentang materinya, jadi kamu nggak perlu memikirkan yang lain lagi."ucap Risa masih mempertahankan senyumannya. Berbeda dengan Risa, Rizel menatap Risa sedikit bingung. Ucapan Risa terdengar seolah menuduh Rizel bersikap egois.
"Memangnya apa lagi yang harus aku pikirkan?"tanya Rizel menantang Risa, jelas terjadi keteganan di antara mereka berdua.
"Rizel itu tenang bukan karena apa-apa, ia memang nggak mau nantinya berurusan sama dosen itu lagi."Kalila menengahi mereka berdua yang mulai memanas.
"Mungkin maksud Risa, kamu harus memikirkan gebetan yang akan kamu bawa saat liburan nanti, ini bentar lagi lo, Zel."Sekar ikut menimpali.
Sekar tidak tahu kenapa mereka jadi seperti ini, padahal Sekar tadi juga diabaikan, tapi ia tidak terlalu mempedulikan itu. Sekar memaklumi apa yang terjadi di dalam ruang pertempuran itu, karena Sekar tahu, bagi mereka, orang-orang yang bertanya saat ujian adalah orang yang menyebalkan dan merepotkan. Jika mereka yang tidak mengerti, harusnya mereka bertanya saat sebelum ujian, mungkin orang-orang yang mengerti itu akan lebih ramah kepada mereka menjawab pertanyaannya, itu hanya masalah waktu yang tidak tepat.
"Aku kan udah bilang, kalau kalian bisa pergi tanpa aku."jawab Rizel sembari menghela napas.
"Kenapa kamu egois gitu sih, kita kan pengen liburan bersama. Tapi hanya gara-gara kamu kita malah gagal liburan!"Risa terdengar emosi.
"Ya mau bagaimana, aku kan juga nggak bisa memaksakan sesuatu yang di luar kendali aku!"Rizel juga emosi, ia tidak terima disalahkan begini.
"Ya udah sih, kita liburan berempat dulu aja. Kan, kita belum pernah liburan bareng-bareng."Sekar memberi solusi.
"Harusnya kan Rizel mencari cara untuk mengikuti kita agar tidak menjadi penghalang."ucap Risa yang terdengar seperti sebuah gumaman namun masih bisa didengar mereka.
"Ya udah, terserah kalian aja. Aku ngikut gimana kalian."Rizel akhirnya memilih mengalah. Mungkin benar apa yang dikatakan Risa, harusnya ia tidak menjadi penghalang buat teman-temannya itu.
"Benar ya,"tanya Risa memastikan. Rizel mengangguk pasrah.
"Makasih Rizel, tumben nih anak baik banget."ucap Sekar bersemangat sembari memeluk Rizel yang duduk di sebelahnya.
"Jadinya mau dicariin atau tanpa pendamping?"tanya Risa lagi, sepertinya mood Risa sudah jadi lebih baik.
"No thanks, aku ikut aja, asal kalian jangan mengabaikan aku sendirian."ucap Rizel memperingati.
"Ok, kalau masalah itu kamu tenang aja."ucap Sekar yang juga terlihat semangat.
"Kalau Sekar aku sedikit ragu!"ledek Kalila. Kalila sebenarnya tidak yakin ini rencana yang baik untuk mereka.
"Heh, sembarangan kamu."elak Sekar sembari melemparkan tisu ke arah Kalila.
Rizel hanya berharap liburan itu akan menyenangkan dan ia tidak akan diabaikan. Rizel tidak suka diabaikan, setidaknya ia harus bertahan hanya beberapa hari dengan mereka. Apa salahnya mencoba lebih dahulu, siapa tahu itu tidak seperti apa yang Rizel bayangkan.