Tommy baru saja tiba di rumah orang tuanya, tak lama kemudian kedua orang tuanya langsung datang menghampiri dirinya di ruang tamu. Tommy tersenyum ketika melihat kedua orang tuanya. Dengan bangga ia langsung memberikan kabar gembira untuk mereka.
"Pa, ma, datang ya ke acara pernikahan kami minggu depan". Ujar Tommy.
Sang papa menghela nafas. "Papa tidak sudi hadir di pernikahan kamu".
"Loh, kenapa pa? Aku ini anak papa, masa papa gak mau hadir di pernikahan aku".
"Tommy, kamu ini baru saja bercerai. Apa kata orang nanti? Papa malu Tommy".
Mendengar ucapan calon mertuanya membuat Rena geram. "Mas, yaudah sih kalau orang tua kamu gak mau datang ya biarin aja. Lagian kamu ini kan laki-laki gak perlu wali nikah, gitu aja kok repot".
"Jadi begini calon istri kamu, Tommy? Baru jadi calon istri saja sudah menunjukkan rasa tidak hormat pada orang tuamu. Istri macam apa yang kamu pilih, Tommy".
Tak lama kemudian Rahman datang menghampiri mereka dan mencoba untuk menenangkan sang papa. "Pa, sabar papa harus tahan emosi. Tom, silahkan kamu pergi dan bawa calon istri kamu keluar dari sini. Kamu masih punya waktu seminggu lagi untuk memutuskan, kamu pilih orang tua kamu atau calon istri kamu yang tidak ada rasa hormat pada orang tua kamu". Tegas Rahman sementara sang mama hanya bisa menangis sambil memegangi tangan kanan Tommy.
"Mas, ayo pergi. Tunggu apalagi sih, mereka itu udah gak butuh kamu". Gumam Rena sambil menarik tangan Tommy.
Tommy pun segera bergegas pergi dari hadapan mereka, sementara sang mama terus memanggil-manggil namanya. Namun Tommy tak menghiraukan ucapan sang mama dan melajukan mobilnya.
"Mas, kamu ini kenapa sih. Udah jelas-jelas bapak kamu itu gak merestui pernikahan kita, tapi kenapa kamu masih aja kekeh minta mereka dateng". Gerutu Rena.
Namun Tommy hanya terdiam tak menjawab sepatah katapun. "Mas Tommy, kamu itu denger aku gak sih".
"Iya, iya aku denger kenapa sih kamu bawel banget".
"Apa? Kamu bilang aku bawel? berenti mas, mobilnya". Gerutu Rena sambil mencoba untuk menghentikan Tommy.
"Rena, kamu apa-apaan sih!! Kalau kita kecelakaan gimana?".
Tanpa pikir panjang Rena segera bergegas turun dari dalam mobil, melihat hal itu Tomny segera turun dari dalam mobil untuk mengejar Rena.
"Rena, tunggu Rena. Kamu mau kemana?".
"Lepasin mas, aku mau pulang". Tegas Rena.
"Yaudah ayo pulang sama aku".
"Nggak, aku gak mau".
"Oke, aku minta maaf. Aku sadar aku salah, oke aku minta maaf ya". Gumam Tommy yang langsung memeluk Rena. Lalu membujuknya untuk segera masuk ke dalam mobil.
1 Minggu Kemudian.
Hari ini pesta pernikahan Tommy dan Rena akan di gelar, Tommy baru saja selesai mengikrarkan ijab qobul di hadapan penghulu. Namun sayang, tak ada satupun keluarga Tommy yang hadir untuk menyaksikan pernikahan mereka berdua.
Karena kedua orangtua Tommy sama sekali tidak merestui pernikahannya. Namun Tommy tidak mempermasalahkan tentang hal itu, karena yang ada di benaknya Tak sedikitpun ia meminta bantuan biaya dari kedua orangtuanya.
"Selamat ya kalian berdua sekarang sudah sah menjadi sepasang suami istri". Ujar sang penghulu.
"Terimakasih pak". Ujar Tommy.
Pesta pernikahan mereka berdua segera di gelar setelah ijab qobul selesai di ikrarkan. Para tamu undangan langsung memberikan ucapan selamat untuk mereka berdua, tak terkecuali kekasih gelap Rena yang juga datang memberikan ucapan selamat untuk mereka berdua.
♡♡♡
Di lain tempat, Sabila sedang sibuk menjemur gabah hasil panen dari sawah orangtuanya. Tak lama kemudian Santi datang dengan tergesa-gesa, lalu menghampiri Sabila.
"Assalamualaikum, bu". Ujar Santi dengan nafas yang terengah-engah.
"Waalaikumsalam, Santi ada apa? Kenapa kamu tergesa-gesa seperti ini?". Tanya Sabila bingung.
"Iya bu, aku mau kasih tau ibu sesuatu. Sebaiknya kita duduk dulu disitu ya bu". Ajak Santi.
Santi langsung meraih ponselnya dari dalam tas, lalu membuka foto yang baru saja diterimanya dan memperlihatkannya pada Sabila.
"Bu lihat, hari ini Pak Tommy menikah dengan perempuan itu bu". Ujar Santi.
"Apa? Mas Tommy menikah dengan perempuan itu? Kamu dapat foto ini dari siapa, nak?". Tanya Sabila bingung.
"Iya bu, mereka berdua menikah hari ini. Dari Pak Rahman, bu".
"Pak Rahman". Gumam Sabila.
Kok Mas Rahman gak ngabarin aku ya. Gumam Sabila dalam hati.
"Yaudah nanti ibu coba tanya sama Pak Rahman ya, nak. Makasih udah ngasih tau ke ibu, sekarang kamu cuci tangan kaki, ganti baju, terus shalat dzuhur ya, abis itu baru makan".
"Iya bu".
Sabila segera bergegas menuju kamar tidur untuk mengambil ponselnya, lalu segera menanyakan hal tersebut pada Rahman.
Hallo Assalamualaikum, Mas Rahman. Alhamdulillah aku baik, mas sendiri gimana kabarnya? Iya mas, justru aku telepon mas karena mau nanyain tentang hal itu. Apa? Jadi Mas Rahman lagi pulang ke Jogja sama mama dan papa? Nanti malam bisa mas, yaudah aku tunggu ya mas. Waalaikumsalam.
Sabila kembali meletakkan ponselnya, ia segera bergegas kembali ke halaman rumahnya untuk menjemur sisa gabah yang masih tersisa satu karung lagi.
♡♡♡
Sementara itu di lain tempat, Tommy dan Rena baru saja tiba di apartemen, mereka berdua terlihat sangat kelelahan setelah seharian bertemu dengan para tamu undangan. Malam ini Rena merasa sangat bahagia, karena semua rencananya yang telah disusun rapi bersama kekasih gelapnya berjalan sesuai rencana.
Akhirnya semua kemewahan ini akan menjadi milikku. Gumam Rena dalam hati.
"Sayang, kamu kenapa? Kok senyum-senyum sendiri begitu". Tanya Tommy.
"Eh, kamu mas. Iya hari ini aku seneng banget, karena akhirnya kita resmi juga jadi suami istri. Aku lagi ngebayangin rumah kita nanti diramaikan sama tangisan bayi, aku jadi gak sabar deh mas pengen punya anak". Ujar Rena.
"Kamu ini sweet banget sih sayang, sabar ya kamu pasti cepat punya anak. Karena kamu gak mandul kaya mantan istri aku". Sahut Tommy.
Lagian juga siapa yang mau punya anak dari kamu? Ih sudi banget. Gumam Rena dalam hati.
"Iya dong mas, lagian dulu kamu mau-maunya nikah sama perempuan mandul macem Sabila". Gerutu Rena.
"Ya, namanya juga dulu kita menikah di jodohkan". Sahut Tommy.
"Apa? Di jodohkan? Masih jaman emang? Lagian ya mas, orangtua kamu itu kolot banget deh mas. Untung aja mereka gak hadir di acara pernikahan kita, kalau sampai dateng pasti yang ada malu-maluin kita doang kan mas". Seru Rena.
"Iya, kamu benar sayang. Yaudah aku mau mandi dulu ya, gerah banget".
"Iya mas".
Tommy langsung bergegas menuju kamar mandi, sementara Rena masih asik mengkhayal dan membayangkan seluruh harta Tommy jatuh ke tangannya.
Pokoknya mulai besok aku harus bisa atur strategi, biar semua kemewahan ini menjadi milik aku seutuhnya. Gumam Rena sambil tertawa licik.
♡♡♡
Sabila harap-harap cemas menunggu kedatangan Rahman, karena Rahman sudah telat satu jam dari waktu yang mereka berdua sepakati. Sabila takut jika terjadi apa-apa pada Rahman di jalan, tak lama kemudian terdengar suara klakson mobil dari halaman rumah Sabila.
Sabila segera bergegas keluar dan menghampiri Rahman, Sabila sangat bersyukur karena Rahman masih baik-baik saja.
"Assalamualaikum". Ujar Rahman.
"Wa'alaikumsalam, mas kamu kemana aja? Aku ini khawatir loh karena kamu sudah telat satu jam. Aku cuma takut kalau kamu kenapa-napa". Sahut Sabila panik.
Rahman tersenyum. "Aku baik-baik aja kok, cuma tadi di jalan ada kendala aja. Ban mobil aku bocor, nah pas aku mau ngabarin kamu ternyata hape ku mati total karena lupa di cas. Maaf ya, aku jadi bikin kamu khawatir ".
"Oh gitu, iya mas gak apa-apa yang penting sekarang kamu udah sampai. Mari masuk mas, kita ngobrol di ruang tamu aja". Ajak Sabila.
Rahman pun segera bergegas berjalan mengekori Sabila di belakangnya, Sabila langsung mempersilakan Rahman untuk duduk.
"Sebentar ya mas, aku bikinin minum dulu". Ujar Sabila.
Tak lama kemudian terdengar suara seseorang dari dalam yang mengisyaratkan Sabila tidak perlu untuk membuat minum.
"Ibu duduk aja temenin Pak Rahman ngobrol, karena minumannya sudah Santi buatkan bu". Ujar Santi.
"Ya ampun Santi, kamu ini emang anak ibu yang paling pengertian ya. Makasih ya sayang". Sahut Sabila.
Santi langsung menyuguhkan secangkir teh hangat untuk Sabila dan juga Rahman.
"Silahkan di minum pak". Ujar Santi sambil tersenyum manis ke arah Rahman.
"Terimakasih Santi". Sahut Rahman sambil membalas senyuman Santi.
Santi segera bergegas kembali ke dapur untuk meletakkan kembali nampan yang ia bawa. Sementara Sabila langsung mencecar Rahman dengan beberapa pertanyaan yang membuatnya sangat penasaran.
"Mas, apa benar tentang pernikahan itu?". Tanya Sabila penasaran.
Rahman menghela nafas. "Iya Sabil, Tommy telah menikah dengan Rena. Bapak sama ibu sama sekali tidak merestui pernikahan mereka berdua, makanya bapak dan ibu meminta aku untuk mengantar mereka pulang ke Jogja dua hari sebelum pernikahan Tommy". Jawab Rahman.
"Ya Allah, aku sebenarnya sudah mengikhlaskan Mas Tommy untuk menikah lagi. Tapi tidak dengan perempuan itu juga, karena yang aku lihat perempuan itu tidak tulus mencintai Mas Tommy". Ujar Sabila.
"Yasudah biarkan saja, itu sudah menjadi pilihan Tommy sendiri. Yang terpenting kita sebagai orang terdekatnya sudah mengingatkan". Seru Rahman.
Sabila termenung, ia merasa prihatin dengan Tommy. Melarang pun sudah tidak ada hak, karena kini dirinya bukan siapa-siapa lagi bagi Tommy. Sementara Rahman tau betul kekhawatiran Sabila, karena Rahman juga tidak menginginkan Rena menjadi adik iparnya.
Keesokan paginya.
Sabila sedang sibuk berkutat dengan tugas barunya, kini ia sudah resmi bekerja menjadi tenaga pengajar di salah satu sekolah dasar yang berada di lingkungan rumah orangtuanya. Ia sangat menikmati pekerjaan barunya, mengingat sudah lebih dari dua tahun Sabila berhenti mengajar setelah resmi di pinang oleh Tommy.
Dan kini Sabila ingin aktif kembali untuk mengajar, karena profesi sebagai seorang guru sangat di idamkan oleh dirinya sejak masih duduk di bangku SMA. Bel sekolah telah berdering sebanyak tiga kali yang menandakan kegiatan belajar dan mengajar telah selesai. Para murid berbaris rapi untuk mengantri keluar ruangan dan bersalaman dengan sang guru.
Alhamdulillah di hari pertama ku mengajar semuanya berjalan dengan lancar. Anak-anak di kelas satu memang sangat mengemaskan, aku jadi ingat waktu masa-masa pertama kali duduk di bangku sekolah dasar. Waktu itu kursi dan meja ini aku tempati bersama Amar. Gumam Sabila sambil mengelus meja yang ada dihadapannya.
Tak lama kemudian terdengar suara anak kecil datang menghampiri dirinya dan langsung memeluknya dari belakang.
"Assalamualaikum, bu". Ujar Fira.
Sabila langsung menggenggam tangan Fira dan membalikan tubuhnya menghadap Fira.
"Waalaikumsalam, Anak ibu udah selesai sekolahnya?". Tanya Sabila.
"Udah dong bu, oh ya Fira mau kasih liat ini sama ibu". Ujar Fira yang langsung memberikan sebuah buku ulangan kepada Sabila.
"Wah.. Jadi anak ibu dapat nilai sepuluh di ulangan matematika? Pintar kamu ya nak, ibu bangga sama kamu". Sahut Sabila yang langsung memeluk Fira.
"Iya dong, siapa dulu ibunya. Ibu Sabila gitu". Gumam Fira dan hal itu membuat Sabila tertawa karena tingkah lucu Fira.
"Yaudah yuk, sekarang waktunya kita untuk pulang ke rumah. Sebentar ya ibu beresin meja ibu dulu". Seru Sabila yang langsung merapikan meja kerjanya lalu meraih tas miliknya.
Mereka berdua langsung bergegas keluar dari dalam ruangan kelas, lalu menuju ke ruang guru terlebih dahulu karena sebelum meninggalkan sekolah para guru diwajibkan untuk absen kembali. Setelah selesai absen, Sabila langsung mengajak Fira kembali kerumah.
Sabila dengan perlahan melajukan mobilnya, karena keadaan jalan di desa nya sangat sempit sekali. Sesampainya di rumah, Sabila langsung membantu sang ibu menyiapkan makan siang yang telah selesai dimasak oleh asisten rumah tangga orangtuanya.
"Wah, bu masaknya banyak banget hari ini. Apa mau ada tamu bu?". Tanya Sabila penasaran.
"Nggak kok, nak. Ibu sengaja masak banyak karena ibu ingin kamu dan kedua anak-anakmu bisa menikmati suasana rumah dengan hikmat". Sahut sang ibu.
"Ya ampun bu, gak perlu kaya gitu aku sama anak-anak juga udah ngerasain nyamannya tinggal di rumah ibu kok".
Sang ibu tersenyum. "Sabil, ada yang mau ibu bicarakan sama kamu. Bisa kita ngobrol di ruang tengah sebentar?". Ajak sang ibu.
"Iya bu". Ujar Sabila yang langsung mengekori sang ibu.
Perasaan Sabila sedikit terusik dengan rasa penasaran yang bermain diotaknya. Ia sangat penasaran dengan apa yang ingin dibicarakan oleh sang ibu.
"Sabil, apa benar Tommy sudah menikah lagi?". Ujar sang ibu.
Sementara Sabila terbelalak mendengar ucapan sang ibu. "Apa? Ibu tau dari mana tentang hal ini?". Sahut Sabila lirih.
Sang ibu menghela nafas. "Jawab saja Sabil, kamu tidak perlu tau dari mana ibu tau".
"Iya bu, Mas Tommy telah menikah lagi". Seru Sabila.
"Kamu yang sabar Sabila".
"Aku nggak apa-apa bu, kalau gitu aku permisi dulu ya bu".
"Iya sayang".
Sabila langsung bergegas menuju kamar lalu menutup pintu kamarnya, ia menarik nafas panjang dan mencoba untuk tenang.
Malam harinya.
Sabila tengah sibuk merias wajahnya, ia tidak ingin terlambat datang ke acara reuni tersebut. Tak lama kemudian suara seseorang memanggil namanya dan memberi tau jika seseorang datang untuk menjemputnya.
"Bu, di depan ada tamu ibu. Coba ibu tebak deh siapa tamu ibu". Gumam Santi.
Sabila mengerutkan keningnya. "Siapa memangnya?". Tanya Sabila bingung.
"Makanya ibu dandannya cepet ya, biar ibu gak penasaran lagi". Gerling Santi yang segera bergegas pergi dari hadapan Sabila.
Sabila segera mempercepat riasannya, ia sangat penasaran dengan seseorang yang datang untuk menemuinya. Setelah selesai, Sabila bergegas keluar dari dalam kamarnya untuk menemui tamu tersebut. Langkah Sabila terhenti ketika melihat sosok Amar yang sedang mengobrol dengan sang ibu dan juga kedua anak angkatnya. Dengan tenang, Sabila kembali melangkahkan kakinya untuk segera menemui Amar.
"Amar". Panggil Sabila.
Sementara Amar segera menoleh ke arah sumber suara tersebut, dirinya terperangah ketika melihat Sabila yang terlihat begitu sangat cantik. Tiba-tiba lamunannya buyar ketika Fira mencubit pipi kanannya.
"Om Amar kok malah bengong sih liatin ibu". Gumam Fira.
Amar merintih kesakitan merasakan cubitan tersebut. "Aww.. Fira kok om dicubit sih, coba kamu lihat ibu. Cantik kan?". Gumam Amar.
Sementara Sabila langsung tersipu malu ketika mendengar ucapan Amar, Sabila langsung menanyakan maksud kedatangan Amar untuk menemuinya.
"Ada apa Amar? Tumben kamu datang kemari?". Tanya Sabila.
"Jadi aku gak boleh nih kalau datang kemari?". Gumam Amar.
"Ya bukannya begitu, tapi tumben aja". Seru Sabila.
Amar tersenyum. "Kamu lupa sama ucapan kamu kemarin pas kita ketemu di rumah sakit? Hari ini ada reuni akbar kan disekolah? Ya aku datang kemari itu buat jemput kamu, jadi biar kita bareng jalan ke sekolahnya". Sahut Amar.
"Oh iya aku lupa, tapi makasih banget loh ya udah mau repot-repot datang untuk jemput aku. Kalau gitu aku ambil tas dulu ya, abis itu kita langsung berangkat ke sekolah". Gumam Sabila.
Sementara Amar hanya membalas ucapan Sabila dengan tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Tak lama kemudian Sabila kembali keluar dan langsung mengajak Amar untuk pergi. Amar pun segera berpamitan dengan ibu dan juga kedua anak angkat Sabila.
♡♡♡
Rena baru saja selesai membuat sarapan untuk suaminya, ia langsung menyiapkan sarapan untuk Tommy di sebuah piring. Setelah itu Rena langsung menuangkan serbuk obat dan mengaduknya secara merata di makanan yang akan ia sajikan untuk Tommy.
Tak lama kemudian Rena mendengar suara Tommy yang memanggil dirinya, Rena segera bergegas merapikan serbuk obat tersebut dan memasukan kembali ke dalam kantung celananya. Rena langsung menyambut kedatangan Tommy dengan sebuah kecupan di pipi kanan dan kirinya.
Rena langsung mempersilakan Tommy untuk duduk dan menikmati sarapan paginya yang telah Rena sajikan untuknya.
"Umm.. Enak banget sayang nasi gorengnya". Ujar Tommy.
"Iya dong, siapa dulu yang masak". Sahut Rena.
Bagus deh kalau kamu suka, makan tuh racun. Rena terkikik dalam hati.
Tommy sangat menikmati sarapannya, ia tidak tau jika makanan yang dimakannya telah tercampur dengan racun yang perlahan-lahan akan membunuhnya di masa mendatang. Setelah selesai sarapan Rena langsung membereskan piring kotor yang tersisa, lalu kemudian mereka berdua berangkat ke kantor bersama.
"Mas, rumah baru kita hari ini sudah selesai di bersihkan ya? Jadi minggu depan kita udah bisa pindahkan?". Tanya Rena.
"Iya sayang, minggu depan kita udah bisa mulai pindah". Sahut Tommy sambil menggenggam tangan Rena.
"Iya mas, soalnya aku gak betah kalau harus tinggal di apartemen. Enakan di perumahan bisa berinteraksi sama tetangga". Gumam Rena sambil mengelus punggung tangan Tommy.
"Sabar ya sayang, aku bangga sama kamu karena kamu memiliki jiwa sosial yang tinggi. Kamu selalu ingin berinteraksi dengan orang-orang baru".
Rena hanya tersenyum, ia senang karena Tommy sangat dengan mudah ia taklukan. Apalagi saat ini Rena telah sah menjadi istri Tommy, jadi bisa ia pastikan apapun yang ia minta pasti akan selalu dipenuhi oleh Tommy. Setelah selesai sarapan mereka berdua langsung berangkat menuju kantor, akhir-akhir ini mereka berdua menjadi topik panas di kantor. Banyak dari mereka yang menyebut Rena sebagai perebut suami orang, namun Rena tak menghiraukan hal itu. Karena baginya orang-orang yang membicarakannya hanya iri padanya yang kini telah resmi menjadi istri bos.
Sementara itu di lain tempat, Tommy sedang sibuk berkutat dengan pekerjaannya namun tiba-tiba ia merasakan sakit di kepalanya, pandangannya terlihat sangat samar-samar dan hal tersebut membuatnya semakin sulit untuk berkonsentrasi. Ia langsung memanggil Rena melalui telepon kantor, tak lama kemudian Rena datang dan bergegas menghampirinya.
"Mas kamu kenapa?". Tanya Rena panik.
"Aku gak tau sayang, tiba-tiba kepalaku sakit banget dan pandanganku menjadi samar-samar". Ujar Tommy yang terus merintih kesakitan sambil memegangi kepalanya.
"Ya ampun mas, kamu minum obat dulu ya". Sahut Rena yang langsung memberikan sebutir obat kepada Tommy.
"Ini obat apa sayang?". Tanya Tommy.
"Ini obat sakit kepala, kamu minum ya biar rasa sakitnya mereda". Sahut Rena.
Tommy langsung meminum obat tersebut, sementara Rena tersenyum licik melihat keadaan Tommy yang merintih kesakitan.
"Aduh, kenapa sekarang jadi tambah sakit ya". Ujar Tommy.
"Kamu tenang ya sayang, coba rileks duduknya bersandar". Gumam Rena.
"Aku gak bisa nahan sakitnya Rena, cepat tolong bawa aku ke rumah sakit". Teriak Tommy.
"Mas, kamu ini gak usah lebay deh. Timbang sakit kepala aja minta di bawa ke rumah sakit, buang-buang uang tau gak? Tinggal istirahat sebentar aja nanti juga ilang sakitnya. Kamu ini ya ribet banget jadi orang, baru sakit kepala aja udah kaya anak kecil". Bentak Rena.
"Maafkan aku Ren, aku hanya tidak kuat menahan rasa sakitnya. Baiklah kalau begitu aku mau istirahat sebentar, tolong bantu aku pindah ke sofa Ren". Pinta Tommy.
Rena langsung membantu Tommy memapahnya berjalan menuju sofa, Rena langsung membaringkan Tommy di atas sofa dan langsung bergegas pergi dari ruangan Tommy.
Bagus.. Obat itu sudah mulai bereaksi rupanya. Tenang mas aku gak akan menyakitimu secara terang-terangan, tapi kita coba semuanya perlahan-lahan. Gumam Rena dalam hati dan sambil tersenyum licik ke arah Tommy yang mulai memejamkan kedua matanya.
Rena segera keluar dari ruangan Tommy dan membiarkan Tommy untuk tidur sementara. Ia segera menyelesaikan tugas-tugasnya lalu bergegas pergi makan siang bersama kekasih gelapnya.
"Mas, kamu tau gak sih Mas Tommy itu aku kasih obat tidur. Aku sengaja kasih dia obat tidur biar aku bisa makan siang bareng kamu".
"Kamu ini emang paling jago ya sayang kalau urusan akting". Sahut pria berhidung mancung tersebut. Mereka berdua segera melanjutkan makan siangnya sambil kembali menyusun strategi rencana selanjutnya.