webnovel

I FEEL ALONE

Peyvitta Aqueena. Seorang gadis berparas cantik yang memilih menjalani hidup dengan kesendirian, karena kebersamaan yang ia rasakan tak sesuai dengan apa yang dia bayangkan. Mencoba mengubah apa yang dirasakan pada masa lalu dengan mengubah semua sikap dan perilakunya. Hidup dengan bayangan masa lalu yang sangat tidak baik membuat Peyvitta mempunyai kebiasaan yang buruk. Peyvitta sering melukai dirinya pada saat dia kembali teringat akan masa lalunya atau pada saat hatinya kembali terusik. Bertemu dengan sosok cowok dingin yang mencoba masuk ke dalam kehidupannya membuat dia mulai merasakan yang namanya cinta dan juga kebersamaan, tapi... Tapi apa? Baca saja yuk ceritanya. Bagaimana kebiasaan Peyvitta saat ia melukai dirinya dan bagaimana ia menjalani hidup bersama dengan bayangan masa lalunya? Semuanya ada di cerita. Happy reading♡

Van_Pebriyan · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
444 Chs

I FEEL ALONE - Lo Mau Mabuk?

Gue melajukan mobil gue menuju ke sebuah bar yang ada di dekat area apartemen gue. Ini sudah gue pikirkan sejak dulu, namun baru mau gue coba sekarang.

Gue belum masuk ke dalam sana, bahkan gue juga belum masuk ke area parkirannya. Gue masih di sini, di seberang jalan tempat itu. Gue masih menatap bar itu, gue masih ragu. Entah kenapa yang jelas gue sangat ragu.

Oke, ayolah ini tak seburuk yang lo kira! Pikiran gue berucap. Oke, kali ini gue yakin. Gue memilih untuk memarkirkan mobil gue di sini. Di dalam pasti penuh, gue ogah cari tempat parkir. Gue membuka pintu mobil dan gue mulai mau menyeberang dan—

Tinnnnd.

"AHHH," teriak gue spontan sambil menutup mata gue. Gue kayak orang bego. Tahu ada mobil, tapi gue malah menutup mata. Gue seperti itu karena gue kaget.

Suara klakson mobil yang begitu kencang itu sangat membuat gue merasa begitu kaget. Gue merasa kaget karena gue pikir gue bakalan mati terlindas tuh mobil sekarang, karena pada saat sebelum mobil itu membunyikan klakson mobilnya, gue sempat mendengar suara mobil yang sedang melaju dengan sangat kencang.

Jadi, pada saat gue mendengar suara klakson mobil it, gue pikir mobil itu tidak akan bisa menghentikan mobilnya sebelum menabrak gue. Jantung gue benar-benar berdebar 2 kali lebih kencang setelah mobil itu berhenti. Gue masih bersyukur tuh mobil bisa berhenti tepat waktu, yaitu sebelum menabrak tubuh gue.

Gue memang sudah lelah harus terus menjalani hidup yang seperti ini, tapi gue gak mau kalau jasad gue hancur berantakan pada saat pulang nanti. Gue mau pulang dalam keadaan jasad yang utuh. Mati dengan keadaan yang normal, bukan tertabrak apalagi terlindas kendaraan.

Gak, gue gak menginginkan hal itu. Hal yang lebih gue takutkan saat tadi melihat mobil itu sedang melaju kencang adalah gue tertabrak dan tubuh gue luka parah, tapi gue gak mati.

Gue gak mau harus menahan rasa sakit dari efek kecelakaan itu. Hidup gue sendiri saja sudah cukup sakit, apalagi harus ditambah dengan rasa sakit dari luka bekas kecelakaan. Gue gak mau, gue gak mau ribet.

Gue yang semula sedang berdiri di tengah jalan, akhirnya melangkahkan kaki gue. Gue berjalan menuju ke arah mobil itu. Gue berniat untuk menghampiri pemilik mobil itu.

Tok tok tok

Gue mengetuk kaca mobil yang ada di sebelah kanan itu. Gue berharap pemilik mobil itu mau keluar. "Lo bisa nyetir gak sih?!" tanya gue dengan nada yang penuh emosi. Gimana gak emosi? Nyawa gue hampir hilang barusan karena ulahnya.

Gue melihat seseorang di dalam sana sedang membuka seatbelt. Orang itu kemudian berniat untuk membuka pintu mobilnya. Gue mundur beberapa langkah saat tahu kalau pemilik mobil itu akan keluar.

Seorang pria berbadan tinggi dengan atasan hoodie warna hitam dan celana jeans warna hitam keluar dari dalam mobil itu. Gue memandangi orang itu dari bawah ke atas. Gue memperhatikan detail outfit yang dia gunakan.

Mata gue melihat ke arah sepatunya kemudian naik ke arah kakinya dan terus naik ke arah tubuh, hingga akhirnya pandangan gue berhenti tepat di wajahnya. "Reynard?" ucap gue kaget saat orang yang baru keluar dari dalam mobil itu adalah Reynard. Dia tak menjawab dia hanya menatap gue dan kemudian beralih menatap tempat di depan jalanan ini.

"Bar? Lo mau mabuk?" tanya dia dingin setelah ia melirik ke seberang jalan dan di sana terdapat tempat yang memang sudah biasa jika banyak orang yang mengunjungi tempat ini untuk mabuk atau clubbing.

"Bukan urusan lo!" ketus gue yang kemudian melanjutkan langkah gue untuk menuju ke tempat itu. Niat gue sudah terhambat oleh dia tadi. Gue berniat mempercepat langkah kaki gue sekarang.

"Ikut gue!" ucap dia dengan penuh pemaksaan, bahkan dia menarik tangan gue dengan paksa yang membuat langkah gue terhenti saat dia menarik tangan gue.

"Au," ringis gue yang langsung melepas paksa genggaman tangannya.

Dia terlalu kuat menggenggam tangan gue, tangan gue seketika langsung memerah setelah dipegang olehnya. Mungkin tangan gue bisa langsung memerah karena dia menarik tangan gue ke belakang bersama dengan gue yang melangkahkan kaki gue ke depan.

Dia melepaskan genggaman tangannya dari tangan gue. "Masuk!" seru dia dengan nada yang begitu dingin, tapi terdengar begitu menyeramkan.

Percayalah gue merasakan sedikit ketakutan saat melihat ekspresi dia yang seperti ini, tanpa ada penolakan lagi gue langsung masuk ke dalam mobilnya. Gue gak mau menolak seruannya kali ini. Hati gue ciut duluan sebelum gue mengajukan penolakan atas seruan yang sudah dia ucapkan tadi.

Setelah gue masuk ke dalam mobilnya, dia ikut masuk juga. Gue menatap dia dengan tatapan yang masih kebingungan. Gue heran kenapa gue bisa berubah menjadi penurut saat bersama dengannya, gue tidak berani menolak ucapannya.

Dia menyalakan mesin mobilnya dan kemudian melajukan mobilnya menjauh dari tempat tadi. Gue sempat menatap ke arah mobil gue sebentar, kemudian beralih menatapnya. Dia memasang muka yang begitu datar sekarang. Gue memperhatikan detail wajah sampingnya. Gue memperhatikan dia beberapa detik. Dia masih fokus menatap jalanan.

Gue mengubah arah titik fokus gue, gue memilih untuk memandangi pinggir jalanan. Gue gak mau terus menerus menatap dia. Ada rasa yang berbeda saat gue sedang menatap dia seperti itu dan gue tidak suka sama raa itu. Gue belum sanggup menahan rasa itu dan gue juga belum yakin sama semuanya.

"Lo mau ngapain ke bar?" tanya dia dengan nada yang begitu dingin saat mobilnya sudah melaju beberapa meter dari Bar. Dia kepo atau peduli? Ngapain dia menanyakan tujuan gue mau ke Bar?

"Gue rasa lo bukan orang bego. Jadi, lo gak perlu tanya gue mau ngapain ke bar!" jawab gue sinis. Gue benci sama dia sekarang, karena dia sudah membuat gue gagal buat menenangkan diri gue sekarang. Antara gue benci sama dia atau gue bingung harus jujur atau enggak ke dia. Jadi, gue menjawab pertanyaannya barusan dengan nada yang sinis.

"Dan hanya orang bego yang menjadikan Bar sebagai tempat untuk mencari ketenangan," ucap dia dingin. Dia berucap dengan nada yang begitu dingin, namun gue merasa kalau tatapan matanya begitu tajam. Asalkan kalian tahu, nyali gue benar-benar ciut setelah ditatap oleh Reynard apalagi dengan tatapannya yang seperti itu.

"Lo ngomong seperti itu, karena lo gak tahu alasan di balik gue mau berkunjung ke Bar!" Nada bicara gue memang masih tinggi, namun sebenarnya nyali gue sudah sangat rendah.

"Apa alasan lo?" tanya dia datar.

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius

Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!

Jadi apa alasan di balik Peyvitta ingin ke Bar?

bagaimana kelanjutan kisah antara Peyvitta dan Reynard?

Tunggu aja di next part!

Van_Pebriyancreators' thoughts