webnovel

3. rona merah muda

Lukisan hitam putih dengan frame hitam yang tergantung di dinding putih itu, menggambarkan dengan jelas sesosok wanita dengan senyum tipis kedua matanya yang tertutup menambah kesan misteriusnya, hanya dengan melihat nya sekali saja semua orang di dunia ini akan merasakan apa yang ingin di sampaikan oleh sang pelukis. Rona merah muda pada kelabu paras nya, mungkin saja saat melukis karya ini sang pelukis sedang berada di dunianya yang di penuhi dengan bunga berwarna merah muda yang sedang bermekaran, tapi, dunia merah muda itu di lukisnya hanya menggunakan pensil yang menjadikan nya hitam putih, abu-abu. Berjuta pertanyaan terlintas di benak ku, apakah lukisan ini tentang kesederhanaan sebuah rasa yang di gambarkan dengan satu warna, tapi kenapa terasa ada rona merah muda di atas nya?.

11.23

Hari libur kali ini aku berkesempatan untuk mengunjungi sebuah pameran lukisan di luar kota, tentu saja aku pergi berdua bersama Ian karena hari libur kami bersamaan.

Meski alasan kami untuk mengunjungi kota ini berbeda, tapi bukan kah lebih baik berdua dari pada sendiri?.

Sesampainya kami di tempat pameran lukisan kami langsung di sambut oleh beberapa lukisan dengan corak warna yang beragam, seperti memasuki dunia pelangi dan ternyata meski pun hari ini adalah akhir pekan pengunjung tidak seramai yang kami pikirkan.

Kami berhenti sebentar dan memandangi beberapa lukisan sebelum akhirnya kaki ku terhenti di depan dinding putih polos yang luas dengan satu buah lukisan yang menemaninya. Lukisan seorang wanita dengan senyum tipis yang kedua matanya tertutup, rambut hitam panjang nya seolah digambar per-helai menggunakan pensil di atas kertas lukis itu. Lukisan hitam putih itu seolah menggambarkan warna lain yang mungkin ingin di ceritakan oleh sang pelukis, entah kenapa sekejap rona merah muda terlihat di lukisan itu. Tak sadar aku pun sudah tenggelam dalam lukisan sederhana itu sebelum akhirnya Ian menggoyang kan genggaman tangan nya.

" ai~ ai-rin, kok bengong sih?, sebagus itu gambarnya?" tanya Ian sembari memiringkan kepalanya.

" hm~, ini warna hitam putih kan?, tapi rasanya ada semu merah muda nya deh, hehe" jawabku tanpa memalingkan wajah dari lukisan itu.

" ini hitam putih ai ga ada merah muda nya sama sekali, ini mah gambar cuma pake pensil doang, tapi kok di taruh di tembok segini besarnya ya, sendiri lagi, kan kasihan" gumam Ian.

" menurut kamu cewek yang di gambar itu, senyum kenapa ya?" tanyaku.

" emm~, kalo senyum berarti senang dong, tapi senyum nya adem banget ga sih ai, kayak bahagia nya dia tu beda gitu, iya ga sih? tapi bukan nya lebih bagus lagi kalo di lukis pake warna ya? kalo hitam putih gini kan terlalu sederhana". kata Ian.

" kesederhanaan rasa, mungkin itu yang mau di sampaikan pelukis nya, karena pelukisnya cowok pasti yang di lukisan ini pasangan nya kan, si pelukis jatuh cinta sama senyum si perempuan ini, sederhana banget kan". Jelas ku.

" I hope one day I can feel it, simplicity of love" gumam ku.

" laper nih cari makan dulu yuk sebelum ketempat yang kamu mau" ajak ku sembari mendongak karena perbedaan tinggi badan kami.

"hayuk, mau makan apa?" sambut Ian sembari menggenggam tangan ku, lagi.

Meski ini bukan pertama kali kami bergandengan tangan, tapi aku baru sadar, ternyata tangan Ian yang selama ini aku genggam rasanya hangat, dan juga lebih besar dari tangan ku, rasanya nyaman dan aman. Perasaan saat ada seseorang yang bisa kita andalkan, perasaan saat kita menemukan tempat untuk berkeluh kesah, perasaan saat kita merasa aman dan tak perlu lagi memasang tembok pelindung. Apakah aku terlalu larut dalam rasa nyaman ini?, tapi, bukan kah selalu berharap yang terbaik itu harus?. Entah lah biar waktu yang membawa kami ke tempat yang semestinya. Aku harap waktu bisa berhenti sejenak, aku ingin saat ini, tepat detik ini, saat orang di sampingku ini tersenyum sembari menggenggam tangan ku yang dingin dan menjadikan nya hangat.

" kamu pengen makan apa, pesan aja nanti aku pesan yang beda biar bisa icip-icip" bisik Ian di depan kasir cafe&resto yang kami singgahi.

" mn~, fried rice seafood pake tambahan sayur pedes nya sedengan aja ya kak, terus toast tuna mayo nya 1 rotinya jangan terlalu kering sama tomato juice pake es nya dikit aja jangan terlalu manis ya kak sama cheese cake nya satu" pesan ku dengan senyum ala kadar nya ke pegawai.

" waow kamu kecil tapi makan nya banyak juga ya, awas aja ga di habisin, rice bowl beef, puding caramel, sandwich vegi mayo nya tambahin ya kak, americano ice sama set cookie, mn~, air mineral nya 2 ya kak" sembari mengangkat alis nya Ian melirik kearah ku seperti bersiap untuk mengatakan sesuatu.

" jangan lupa minum air putih yang banyak juga kalo makan kamu banyak" kata Ian halus meski alis nya terlihat hampir menyatu.

"iyaaaaa~" jawabku dengan suara seimut mungkin di ikuti dengan kedua tangan ku berusaha memisahkan alis nya yang hampir menyatu.

Tak habisnya kami tertawa sembari membahas hal-hal yang sepele di depan makanan kami sampai tak sadar kami sudah lama berada di tempat ini. Kami pun memutus kan untuk berkeliling sebentar sebelum mengunjungi tempat yang ingin di tuju Ian. Kami mampir ke toko buku, ke toko aksesoris, pet shop, jajan pinggir jalan, hampir semua tempat kami singgahi, karena ini adalah pusat kota setiap langkah kami menemukan sesuatu yang menarik dan seolah mengajak kami untuk berkunjung barang sekedar melihat saja. Bukankah ini sudah seperti kencan sungguhan?.

Seiring berjalan nya waktu langit pun mulai berubah warna dan senja pun mulai menyapa dengan rona indahnya, seketika suasana di sekitar kami terasa sangat damai, tenang tapi bukan senyap, redup tapi bukan gelap.

" aku pernah denger entah di mana ya, senja adalah waktu dimana semua hal saling berpapasan, dunia kita dan dunia lain, bumi dan matahari, saat seisi dunia melebur menjadi satu sebelum akhir nya berpisah. Sama aja kaya salam perpisahan ga sih?, senja, salam perpisahan matahari buat bumi, tapi salam kenal bulan buat bumi. Aku ngomong apaan sih" gumamku sendiri.

" kamu ngomong apasih? aneh-aneh aja, kamu tu kebanyakan nonton drama tau." gurau Ian.

" udah jarang nonton drama tau, o iya, aku inget, dari kimi no nawa." ujar ku sembari terdiam mengingat beberapa adegan di dalam anime movie yang berulang kali ku tonton itu.

Dan akhir nya kami pun sampai di tempat tujuan Ian, tempat fitnes atau nama keren nya gym. Karena di tempat ini lumayan lengkap dan sekalian ingin mengunjungi teman nya, pemilik gym ini. Ian sangat menjaga bentuk tubuh nya, sangat berbeda dengan ku yang menyerah dengan bentuk tubuh ku yang tak menarik sama sekali ini.

" hey bro, gimana kabar nya?" sapa Ian kepada seorang pria seumuran nya dengan tampilan yang cukup berotot rambut nya yang gondrong di kuncir ala kadar nya.

" lho, sama siapa ini? wah wah". jawab nya sembari menyambut jabat tangan Ian.

" ini irene kenalin, ini josep panggil aja asep, kenalan ku" Ian memperkenal kan kami dengan singkat yang ku balas dengan anggukan dan senyum ala kadarnya.

Entah kenapa tapi ekspresi dari josep terlihat aneh dan terheran-heran. Apakah dia heran kenapa Ian bisa bersama seorang adik kecil?, biarlah sudah.

" mana nih pesenan ku, aku cuma mampir aja, keburu malem sampe nganterin nya" kata Ian pada josep.

" iya iya, aku ambilin bentar" jawab josep dengan raut muka mengejek.

" o ya, kamu kalo ada waktu luang coba nge-gym deh, biar keliatan agak berisi" kata Ian padaku yang ku jawab senyum masam.

Sepanjang jalan pulang kami banyak membahas hal-hal yang sepele dan juga hal-hal yang lumayan serius. Rasanya hari ini berlalu begitu cepat, dan banyak hal yang membuat ku senang sekaligus takut. Apalagi setelah bertemu dengan teman Ian, ekspresi terheran nya membuat ku juga terheran. Memang ada apa dengan ku?, apa aku kurang memenuhi ekspektasi nya terhadap pasangan Ian?, apa aku terlalu terlihat seperti anak kecil? apakah ini ketakutan atau hanya ketidak percayaan ku pada diri ku sendiri. Hal yang harus ku ingat adalah jika terlalu terbang tinggi, bukan kah jatuh nya juga semakin sakit?. Tapi biarlah pikiran itu terbang entah kemana bersama angin malam yang dingin ini.

~~~~~~~~~~~

Chapitre suivant