Setelah mendengar saran dari para asisten rumah tangganya, Abhel berpikir lagi, apa dirinya harus mendekati ibu dari Roy. Abhel menatap langit-langit kamarnya, jika iya kini dirinya harus mencari tahu di mana rumah pria idamannya itu, lalu bertemu dan mengambil hati ibu pria pujaan hatinya.
Ya, besok Abhel akan mencari tahu rumah Roy, walau sering bertemu di taman tapi jujur Abhel tidak tahu letak rumah Roy di mana. Abhel memejamkan kedua matanya, dan terbawa kealam mimpi berharap bertemu Roy di sana.
Abhel membuka kedua kelopak matanya kala merasakan sentuhan lembut di pipinya, matanya mengerjap-ngerjap.
"Mama," Abhel memastikan wanita itu benar-benar mamanya, wanita itu tersenyum lalu berkata, "iya , Sayang ini mama," mama Nita, mamanya Abhel tersenyum hangat.
"Ah, baru pulang, Ma?" Abhel menarik tubuhnya dan menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang.
"Sudah dari tadi, Sayang," mama Nita berdiri, berjalan menuju balkon Abhel yang masih terbuka. Lalu menutup tirainya, Abhel mengernyit bingung, "ini sudah malam, Ma?" tanya Abhel tidak percaya.
Mama Nita mengangguk sambil melangkah menghampiri putrinya, kembali duduk di tepi ranjang lalu memandang wajah Abhel.
"Mandi dulu sana, habis ini makan malam bareng, Mama," pinta mama Nita, Abhel hanya mengangguk dan Mama Nita mengulas senyum lalu berdiri dan berkata, "mama tunggu di bawah ya, Sayang," Abhel hanya diam tidak menjawab ucapan Mama Nita.
"Ma," mama Nita memutar tubuh menghadap kearah Abhel, "ya, Sayang," jawab mama Nita sambil tersenyum.
"Gimana kalau malam ini kita makan di luar saja, mbok Inah sama mbak Siti belum masak 'kan?" Abhel menyarankan mamanya, tampak mama Nita berpikir lalu mengangguk setuju.
"Ya sudah, mama ganti baju dulu," Abhel tersenyum bahagia mendengar jawaban mamanya, sudah lama mereka berdua tidak keluar bersama, semenjak sang mama sibuk dengan pekerjaan nya.
Lima belas menit kemudian Abhel sudah selesai dan melangkah keluar dari kamarnya, bibirnya tersungging kala membayangkan dirinya bisa berjalan-jalan menghabiskan waktu bersama mamanya.
Saat Abhel akan mengetuk pintu, dirinya mendengar mama Nita berbicara dengan nada marah, "terserah padamu, aku hanya ingin menebus waktu ku yang hilang bersama putri kesayangan ku!"
"Ma," Abhel membuka pintu setelah beberapa menit sudah tidak mendengar suara sang mama, mama Nita yang duduk di bibir ranjang menoleh dan mengulas senyum.
Tangannya melambai dan menepuk ranjang di mana dirinya duduk, Abhel mengangguk dan melangkah menuju ketempat mama Nita, wanita yang sudah melahirkan dirinya dan beberapa bulan ini sedikit melupakan kehadiran dirinya.
Abhel menghenyakkan bokongnya di bibir ranjang di sebelah kanan mama Nita, tangan mama Nita terulur menyentuh rambut Abhel yang panjang dan hitam legam, mirip papanya orang-orang bilang.
Abhel menikmati sentuhan mama Nita, sungguh Abhel sangat rindu akan momen seperti ini, berdua dan bermanja bersama mama tercintanya setelah kepergian papanya.
Abhel menatap netra mama Nita yang sedikit berkaca-kaca, dirinya berpikir apa yang membuat mamanya seperti itu.
"Ma, mama sedang ada masalah apa?" hati-hati Abhel memberanikan diri bertanya masalah yang mungkin sedang mamanya hadapi. Mama Nita menggeleng dan tersenyum, entahlah Abhel ragu akan jawaban mamanya itu.
"Kita jadi makan malam di luar?" tanya mama Nita terdengar mengalihkan topik percakapan yang Abhel tanyakan, 'ah, mungkin mama butuh waktu sendiri untuk menyelesaikan masalahnya, sama seperti aku yang tidak bisa menceritakan masalahku tentang mas Roy,' gumam Abhel dalam hati.
"Jadi dong, Ma," jawab Abhel dengan antusias, mama Nita tersenyum lembut mendengar jawaban penuh semangat sang putri, mama Nita berdiri lalu melangkah menuju meja rias, membenahi sebentar make up dan rambutnya lalu menyambar tas mahal yang telah dia siapkan, sedikit membungkuk di dekat almari sepatu.
Abhel melihat begitu banyak koleksi sepatu dan sandal mahal sang mama, banyak merk-merk ternama lainnya, tetapi hanya beberapa yang sering mama Nita pakai. Yang lain di biarkan utuh tersimpan di dalam dus tersebut.
Mata Abhel menjelajahi kamar mama Nita yang sudah beberapa bulan ini tidak pernah dia masuki, bukan karena tidak di kunci sang mama, akan tetapi Abhel tidak mau masuk jika tidak ada mama Nita.
Dan terkadang saat Abhel masuk kamar sang mama, bayangan sang papa melintas. Abhel kecil yang tidak tahu apa-apa bertanya kemana sang ayah pergi, dan mama Nita menjawab papanya pergi ke surga. Dan sampai sekarang Abhel percaya akan ucapan mamanya tersebut.
"Ayo," mama Nita mengulurkan tangan setelah selesai memakai sepatu yang tadi dia ambil, senyum bahagia terpampang di bibir Abhel. Ah andai papa masih ada, pasti hidup mereka akan sempurna, ada dia, mama Nita dan papanya.
Namun itu hanya khayalan Abhel saja, yang benar-benar terjadi adalah papanya telah meninggalkan mereka untuk selamanya.
Ibu dan anak itu beriringan keluar kamar mama Nita, kemudian melangkah menuruni tangga. Abhel melihat mbok Inah setengah berlari menghambur kearah Abhel dan mama Nita.
"Maaf non Abhel, kata nyonya besar simbok tidak perlu memasak?" Abhel tersenyum dan mengangguk.
"Mbok Inah sama mbak Siti istirahat saja, saya sama mama mau hangout." Abhel tersenyum kecil, sedang mbok Inah mengernyit bingung, tidak paham bahasa sang nona.
"Mungkin kami nanti pulang agak malam ya 'kan, Ma?" Abhel menoleh menatap netra mama Nita, dan mama Nita membenarkan ucapan Abhel dengan mengangguk dan tersenyum seraya mengusap lembut lengan putri tersayangnya.
"Ya sudah, kami pergi dulu ya, Mbok." Abhel memeluk sebentar asisten rumah tangganya itu, dan mama Nita terlihat tidak terkejut. Mungkin itu pemandangan biasa setelah beberapa tahun anaknya tidak mendapatkan kasih sayang darinya, melainkan dari mbok Inah, asisten rumah tangganya yang merangkap menjadi ibu kedua bagi Abhel.
Entah mama Nita harus marah atau berterima kasih pada mbok Inah yang sebenarnya hanya asisten rumah tangga kini merangkap menjadi ibu bagi putrinya, marah karena Abhel lebih terlihat nyaman bersama mbok Inah daripada mama Nita, mama Abhel sendiri.
Atau berterima kasih karena mengasuh dan membesarkan serta merawat putrinya yang sempat dia telantarkan karena tidak ingin hidup anaknya terlunta-lunta setelah kepergian suaminya.
"Hati-hati non Abhel, nyonya Nita." ucap mbok Inah seraya mengantar sampai keluar kedua majikan wanitanya.
Sedang Abhel dan mama Nita mengangguk, lalu keduanya melangkah menuju garasi dan memasuki salah satu mobil milik mama Nita.
Di rumah Abhel ada tiga buah mobil, Mama Nita menyetir sendiri, Abhel juga sendiri, sedang mobil yang lain bisa di gunakan untuk keperluan yang tidak terduga.
Mama Nita dan Abhel memasang seltbelt lalu mama Nita melajukan kendaraan beroda empatnya keluar setelah pak Katno, membuka pintu gerbang.
Jalanan belum begitu padat, mama Nita melajukan mobilnya dengan santai. Sesekali mereka bercengkrama, hah sudah lama.sekali tidak bercanda seperti ini, pikir mama Nita dan juga Abhel.