webnovel

Fons Cafe #2

Tatsuya Maruyama is a success lawyer. Alexander Kougami is genius physic teacher. Carlos Takamasa is the womanizer scriptwriter. Leonardo Shibasaki is the cold hand oncology surgeon. David Kajima is the funniest comedian of the year. Kris Aikawa is the funky business man. They all have the same problem about woman. --- Berteman sejak masa sekolah, menjadikan mereka berenam selalu paham satu sama lain, dan hingga pada akhirnya satu per satu di antara mereka pun memutuskan untuk mulai melangkah dan mencari pasangan hidupnya. Setelah Tatsuya, Alex dan Carlos menemukan tulang rusuk mereka. Mungkin kisah ini sudah selesai bagi mereka bertiga. Namun, tidak demikian bagi Leo, David dan Kris! Apakah Leo, David dan Kris mendapatkan kesempatan mereka juga untuk bahagia?

Abigail_Prasetyo · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
46 Chs

Episode 54

Eugene memilih untuk menghabiskan natal di rumah Leo bersama dengan keluarganya yang lain. Meskipun, Mom memintanya untuk pulang ke rumah dan merayakannya di rumahnya bersama-sama. Jujur saja, Eugene tahu pasti Mom merasa kesepian semenjak Eugene menikah dan memilih tinggal bersama keluarga Leo.

Sekarang tanggal 22 Desember. Hujan turun dengan derasnya dari pagi. Awalnya rencana Eugene dan Lita untuk mencuci gagal, karena sampai jam dua belas siang pun hujan tak kunjung berhenti.

"Kalian mau menunggu sampai kapan memangnya?" Tanya Bibi Linda, "Hujannya terlalu deras. Bahkan sepertinya Davies akan menutup toko karena nyaris tidak ada pembeli sampai tengah hari ini!"

Lita dan Eugene mengerucutkan bibirnya. "Kalau begitu... Tahu dan tempenya bisa mubazir ya, Bi?" Pikir Eugene. "Aku ingin ke restoranku sebenarnya hari ini.."

Lita dan Bibi Linda langsung terlihat bersemangat.

"Bibi tidak perlu memasak hari ini. Aku ingin mengajak orang-orang di rumah untuk ke restoran hari ini," jelas Eugene sambil tersenyum riang, "Aku juga ingin mengajak Leo. Tapi sepertinya dia sedang sibuk dengan operasi lagi hari ini."

"Telepon saja!!!" Seru Bibi Linda dan Lita secara bersamaan dengan kompak. "Bibi yakin Leo tidak akan menolaknya jika kau yang memintanya untuk datang ke restoran dan makan disana bersama-sama."

"Tapi pasti dia sibuk sekali--"

"Meskipun dia sibuk, Kakakku tidak akan menolak permintaan istrinya," timpal Davies yang entah sejak kapan sudah berada di sekitar mereka bertiga bersama Reza dan Amel.

"Darimana kau yakin kalau Leo akan menerima permintaanku?"

"Dia kakakku! Aku sudah menjadi adiknya selama umur hidupku. Sementara kau baru beberapa bulan, Kak."

Eugene mengangguk. Betul juga apa yang dikatakan oleh Davies. "Jadi aku telepon Leo saja?"

"YAA!!" Seru Bibi, Lita, Amel, Davies dan Reza.

Eugene mengetuk layar ponselnya beberapa kali lalu mencari nama Leo di dalam ponselnya. Setelah dapat dia pun menelepon Leo, lalu memilih opsi loudspeaker agar yang lainnya dapat mendengar juga suara Leo.

"Halo?"

"Halo, Leo.."

"Ada apa Eugene? Kau merindukanku?"

Eugene tersipu malu. Ya harus di akuinya kalau dia memang merinduakan Leo, karena sejak tanggal 20, jadwal Leo selalu penuh dengan konsultasi di pagi hari dan operasi saat siang, sore dan malam.

"Halo? Eugene kau masih disana? Kau tidak pingsan karena sangat merindukanku bukan?"

Gurauan Leo sukses membuat Eugene tersenyum sambil terkekeh pelan. "Tentu saja tidak. Aku memang merindukanmu, tapi aku tidak akan pingsan hanya karena meneleponmu dan mendengar suaramu itu!"

"Ya sudah. Jadi ada angin apa kau meneleponku saat ini?"

Eugene bergumam. "Mm.... Aku ingin mengajakmu makan bersama orang rumah."

"Kapan?"

"Terserah kau saja. Karena aku tidak tahu kapan kau memiliki jam kosong di sela kesibukanmu."

"Kalau begitu aku bisa ikut saat makan malam. Bagaimana kalau sekitar jam 5 atau setengah 6 sore?"

"Baiklah. Kurasa setengah enam adalah waktu yang tepat."

"Oke. Sampai nanti. Oh ya, ngomong-ngomong kita mau makan dimana, Eugene?"

"GAE. Aku ingin mengajak kalian makan di restoranku."

"Baiklah. Sampai nanti. Dan, Eugene, aku merindukanmu."

Eugene kembali tersenyum. Sebelum mematikannya, dia membalas, "Aku juga."

Para pendengar pun tersenyum bahagia. Leo merupakan lelaki hangat yang sangat romantis jika sudah berusan dengan istrinya.

"Aku bilang juga apa! Pasti Leo akan menyempatkannya."

Eugene tersipu malu, tapi sekaligus senang karena Leo akan datang untuk makan malam bersama dengan mereka semua.

-----

"Permisi Dok, ini glukosa yang Dokter minta," kata seorang perawat yang membawa enam kapsul glukosa untuk Leo dan sebuah gelas tentunya sebagai wadah.

"Oh, aku lupa memberitahumu, untuk tidak membawakan glukosa hari ini. Tolong bawa kembali glukosanya. Dan bisakah kau memanggil Eltha kemari?"

"Dokter Eltha?"

"Ya. Tolong panggil dia kemari."

Perawat itu mengangguk paham. Leo sudah selesai dengan operasinya yang terakhir hari ini. Namun, untuk jadwal konsul, dia memiliki tiga orang pasien yang masih harus di ajak konsultasi. Sementara sekarang sudah pukul 16.47. Tidak mungkin bagi Leo untuk melakukan konsultasi sekarang.

"Kau mencariku?" Tanya Eltha yang langsung masuk tanpa mengetuk pintunya terlebih dulu.

"Bisa kau membantuku, Tha?"

"Untuk?"

"Memberi konsultasi pada ketiga pasienku hari ini," kata Leo sambil memberikan status milik tiga pasiennya. "Aku ada janji dengan Eugene."

Eltha berdecak sebal sambil melihat status ketiga pasien Leo satu per satu. "Apa kau sudah lupa dengan sumpah doktermu?"

"Mengutamakan pasien di atas kepentingan pribadi. Tentunya aku tidak melupakan itu. Tapi Eugene.. aku sudah berjanji padanya Tha."

Eltha mengambil ketiga status itu. "Baiklah. Aku ambil ini. Dan kau harus mengingat kalau aku tidak akan melakukan ini untuk kedua atau tiga kalinya."

Leo tersenyum. Tentu dia senang karena Eltha mau menolongnya. Di luar ruangan Leo, sudah ada Winna yang menunggunya. Winna sendiri juga heran karena Eltha mau melakukan hal ini. Biasanya Eltha akan langsung menolaknya tanpa peduli perasaan dokter yang memintanya.

"Itu karena Eugene juga pasienku. Anggap saja kita sedang bertukar pasien untuk terapi yang berbeda," jawabnya. "Lagipula, kalau aku pulang sekarang, aku hanya akan tidur di rumah."

Winna tersenyum, sambil mengekori Eltha yang berjalan dengan anggunnya menuju tempat resepsionis. "Hei, natal nanti kau mau kemana? Eltha! Elthaa!!"

-----

"Family set christmas special GAE."

"Berapa?" Tanya Si Pelayan.

"Hmm... dua. Jangan kelamaan ya." Eugene tersenyum pada Pelayan tersebut, lalu dia mengobrol lagi dengan Bibi, Amel, Lita, Reza dan Davies. "Coba ceritakan lagi, Bi! Bagaimana ceritanya Leo ketika dia masih kecil!"

"Ya, Leo dan Davies selalu bertengkar dulu. Padahal jarak umur mereka tidak terlalu jauh. Tapi Davies selalu merasa bahwa Ayah hanya melihat Leo. Padahal, Ayah kalian berdua selalu menyayangi kalian bertiga dengan segenap hatinya kau tahu?" Ucap Bibi penuh haru.

Lalu giliran Lita yang menanya, "Lalu, Davies mengapa bekerja di toko Ayah akhirnya?"

"Oh, itu karena kejadian Leo ingin menyewakan toko Ayah saja tadinya. Tapi Davies akhirnya memilih untuk meneruskannya. Padahal, Davies sudah bekerja di restoran sebelumnya."

"Kau pernah bekerja di restoran?" Tanya Eugene penasaran, "Di bagian apa?"

"Dapur, Kak."

"Jadi itu berarti kau bisa memasak?"

Davies mengangguk. "Aku sempat membuat dua masakan baru disana juga. Tapi aku keluar untuk toko Ayah."

Eugene jadi teringat akan rencananya untuk membuat restoran cabang GAE. Tapi, Eugene masih kekurangan satu koki pendukung lainnya. "Vies, apa kau masih mau memasak?"

Davies diam. Sejujurnya dia ingin, tapi nasib toko apa kabar?

"Aku ingin membuka cabang restoran baru. Dan aku ingin kau menjadi salah satu kokinya disana. Bagaimana?"

"Tapi... bagaimana dengan toko?"

"Kau bisa membuat tahu dan tempe di pagi hari. Selebihnya kau hanya tinggal menjualnya kan? Reza, Amel dan Lita bisa membantumu untuk menjualnya," kata Leo yang entah sejak kapan datang.

"Sejak kapan kau disini?" Tanya Eugene sambil tersenyum senang.

"Sejak mendengar kau menawari adikku untuk menjadi koki," balasnya, lalu duduk di sebelah kanan Eugene.

"Tapi bagaimana kalau aku telat, aku tidak bisa bergaul disana.."

"Kau bisa memilih untuk bekerja disini atau di restoran cabang sebenarnya," jelas Eugene. "Aku akan memindahkan koki kedua disini untuk menjadi koki kedua disana. Lalu, kau bisa memasak disini. Kepala koki disini sabar dan mampu menghadapimu aku yakin itu."

Eugene meyakinkan Davies dengan banyak kemudahan. Memang sejak awal Eugene sudah mengamati kemampuan Davies yang tersimpan itu. Bahkan, Eugene sempat bertanya-tanya pada Ayah pada awal dia pindah ke rumah. Dan Eugene benar-benar senang mendengar kemampuan hebat yang dimiliki oleh Davies itu.

"Baiklah aku akan mencobanya," jawab Davies masih kurang yakin pada dasarnya. "Tapi aku tidak yakin aku bisa membuat menu baru atau tidak."

"Oh ya, kau bisa memasukkan tahu dan tempe dari toko juga kalau kau mau."

"Benarkah?"

"Tentu saja!" Eugene tertawa. "Baiklah aku anggap kau setuju, jadi kau bisa bekerja mulai awal tahun nanti."

Tepat saat itu juga, makanan mereka datang.

"Terima kasih karena sudah memberi pekerjaan baru untuk adikku," bisik Leo pada telinga Eugene.

"Kita ini keluarga, Le. Adikmu, adalah adikku juga. Dan aku sangat senang bisa berada di dalam keluarga ini."