webnovel

Bab 6

Setelah berdandan ala Mozza. Mozza pun langsung turun ke bawah dan menuju garansi motornya.

Pagi ini dia tidak ingin menaiki mobil dia ingin menaiki motor dan menjemput Bryna.

Ya semalam mereka chating sampai jam dua dini hari. Dan Mozza pun langsung menyuruh Bryna tidur agar besok pagi tidak bangun kesiangan.

Sampainya di depan rumah Bryna, Mozza pun langsung mengetuk pintu rumah ini. Berharap yang membuka pintu rumah ini adalah Bryana langsung bukan Ibu nya atau pun Papanya.

Tapi sayang ini bukan Bryan, melainkan seorang cowok dengan tubuh tegaknya berdiri di hadapan Mozza dengan tampang sanggarnya.

"Pagi Om, Bryna ada?" Kata Mozza sopan

"Ada, kamu siapa?"

"Saya Mozza Om, temen sekolah Bryna."

"Oh masuk aja, tunggu di dalam. Saya harus ke kantor pagi ini."

"Iya Om hati-hati." jawab Mozza tersenyum.

Mozza pikir Papa Bryna itu kayak Papa-Papa kebanyakan yang banyak kepo dan juga melarang anaknya. Tapi sepertinya yang satu ini tidak.

Mozza pun masuk dan berteriak kecil berharap ada orang yang bisa di temui di sini dan memanggilkan Bryna. Untung saja ada seorang pembantu di sini yang baru saja lewat dan melihat keberadaan Mozza.

Mozza pun duduk di sofa menunggu Bryna saat ini. Hingga tak lama orang yang di tunggu pun turun dengan tergesa-gesa, tapi saat melihat Mozza dia malah berlari ke atas lagi dengan menenteng kedua sepatunya.

Mozza heran melihat tingkah laku Bryna pagi ini. Hingga Bryna pun turun kembali dengan penampilan yang berbeda.

"Sorry lama." kata Blenda.

Ya tadi yang turun

Memang Bryna yang asli, tapi saat tau yang di sini adalah Mozza, akhirnya Bryna pun kembali ke atas dan menyuruh Blenda yang turun.

Tentu saja Elisabet tau dan Bryna pun langsung mengancam lompat dari lantai dua ke lantai satu jika Elisabet berkata jujur pada Mozza.

Bukannya tidak mau hanya waktunya kurang tepat, apa lagi mereka lagi dalam keadaan di mabuk cinta. Bryna gak mau jadi pengacau hubungan Blenda dengan Mozza.

Lagian walaupun Blenda ini suka di jahili, Bryna juga gak mau kali kalau Kakaknya gak bahagia.

"Iya gak papa, ayo berangkat ntar telat lagi, Mami kamu mana?" tanya Mozza dan membuat Blenda gelagapan.

"Emm Mami masih di atas kok, udah ayo berangkat aja gausah pamit."

"Tapi----"

"Udah ayo." potong Blenda cepat dan menarik tangan Mozza.

Sampainya di depan motor Mozza, Blenda pun langsung meraih helm yang sudah di siapkan oleh Mozza. Ia pun sedikit menarik rok nya agak tinggi agar bisa melompat dan duduk enak di jok belakang motor Mozza.

Mozza yang merasa Blenda sudah siap pun, langsung menarik gas motornya meninggalkan pekarangan rumah Blenda.

Sepanjang perjalanan amozza pun hanya bisa melirik Blenda yang diam saja di belakangnya.

Tangannya juga tertata rapi di samping pinggang nya, seakan dia sudah terbiasa di bonceng motor seperti ini. Seketika itu juga Mozza pun tersenyum kecil dan membuka kaca helmnya.

Blenda yang tau pun mencondongkan tubuhnya memiringkan kepalanya menatap Mozza yang malah tersenyum kearahnya.

"Ada apa." teriak Blenda, berharap Mozza mendengar ucapannya saat ini. Apa lagi suara angin dan bising kendaraan yang lain menerpa telinganya.

"Gaada, cuma mau bilang agak kencengan ya naiknya, takut telat." ucap Mozza.

Blenda hanya mengangguk sebagai jawaban. Dia pun langsung meremas jaket Mozza berharap rasa takut yang di rasakan saat ini bisa hilang. Mengingat ini pertama kalinya dia menaiki motor seperti ini.

Mozza menambah laju motornya, dia menyelip sana—sini dengan lihai. Hingga tak lama mereka pun sampai di gerbang sekolah.

Blenda menegakkan tubuhnya dan membuka kaca helmnya. Menatap semua anak yang memekik kegirangan melihat Blenda dan juga Mozza datang bersama saat ini.

"Gue anter ke kelas ya." kata Mozza saat melihat Blenda turun dari motornya dan menyerahkan helm Bogo clasic miliknya.

"Gausah, gue bisa sendiri kok, lo kan ada rapat pagi ini."

"Ya---"

Blenda langsung menutup mulut Mozza agar berhenti berbicara saat ini. Pagi ini dia tidak mau mendengar apapun, apa lagi pagi tapi cukup Elisabet aja yang ceramah dan jangan Mozza.

"Jangan bawel, tinggal nurut apa susahnya sih." ucap Blenda dengan berani. Padahal dulu dia gak seberani ini, apa lagi musuhnya Hanzel.

Mozza tertawa dan mengacak rambut Blenda, "Iya deh nurut aja, kalau gitu nanti ke kantin bareng ya, gue ke kelas lo."

"Lo yang bayar kan?" kekeh Blenda walaupun dia tau pasti Mozza yang bayarin semuanya.

Mozza tertawa dan mengangguk, "Nanti malam kalau free gue mau ngajakin lo keluar. Kalau mau sih."

"Jam 7 gue tunggu di rumah. Bye." jawab Blenda dan berlalu meninggalkan Mozza yang masih diam di parkiran sekolah.

******

Sesuai janji Blenda pun datang ke kantin bersama dengan Mozza kedua teman Mozza dan juga kedua teman Bryna.

"Bry lo waras kan baikan sama dia." kata Alexa yang masih tidak percaya dengan kelakuan Bryna.

Ya dia masih tidak percaya jika Bryna berbaikan dengan Mozza. Mengingat terakhir kalinya dia menghajar Mozza karena berani menciumnya saat itu, dan sekarang malah yang ada di depan matanya mereka nampak sangat akrab.

"Buka lembaran baru Lex kan gak masalah." jawab Blenda lembut.

"Asli, akhir-akhir ini lo makan apaan sih Bry aneh banget. Cara bicara lo, cara jalan dan cara tingkah laku lo juga berubah. Lo lagi gak akting apa lagi memerankan sebuab tokoh kan." Kata Rachel dan membuat Blenda tertawa.

"Heh lo berdua temen baikan gak malah dukung malah ngejekin lo ini." kata Nathan teman Mozza yang ikit nimbrung.

"Iya harusnya lo berdua ini bersyukur temen lo itu insyaf dan abaikan sama temen gue, perlu di rayain ini malahan." tambah Dirga.

"Gue traktir kali ini." Seru Mozza dan membuat semua orang berteriak heboh.

Blenda hanya bisa menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Dia pun langsung sibuk memakan mie ayamnya yang sudah hampir dingin itu dengan lahap, sesekali membiarkan Mozza menganggu acara makannya.

Dulu, di sekolahnya yang lama dia juga sering di gangu oleh Hanzel, yang selalu mengoda dirinya, selalu membuat dia marah tapi di tahan oleh Blenda. Dan sekarang Blenda disini, seperti apa sekolah nya saat ini, mengingat berapa rusuhnya adiknua satu itu yang beda tiga menit dengan dirinya.

Semoga saja sekolahnya aman dan Bryna tidak membuat onar atau apapun itu di sekolahnya.

"Gue rada gak percaya palingan Bryna sakit, atau gak kepalanya kepentok apa kek makanya lupa terus baikan sama Mozza." kata Rachel menyesuaikan uneg-unegnya

"Udah deh kalian gausah pada berantem, gue masih waras kok, dan gue kasih sehat. Kali ini gue beneran pengen baikan aja sama Mozza, dan gue capek kalau suruh berantem mulu sama dia. Lagian dia juga gak keberatan kok." jawab Blenda mantap.

"Kan gila nih orang " jawab Alexa mengaduk bakso yang udah dingin.

"Pepet aja terus Bos siapa tau jodoh." ucap Dirga dan tertawa

"Iya kalau jodoh jan lupa Bos traktir kita." kata Nathan.

"Do'ain aja, agak susah ini anak gak peka banget." jawab Mozza dan membuat Blenda mendelik.

" Udah deh pada ngawur aja, makan semua keburu bel."

"Siap Boscuu." Jawab Mozza dan membuat Blenda tersenyum.

*****

Blenda tertawa saat menatap Mozza yang menuntun dirinya melompat di antara besi-besi panjang yang tertera di pinggir taman kota.

Ya malam ini Mozza mengajak Blenda keluar hanya untuk sekedar makan malam dan bermain aja. Walau mereka bisa bermain di mall atau di taman hiburan, tapi Blenda malah mengajak Mozza ke sebuah taman di pinggiran kota.

Sesekali Blenda tertawa saat dia memutar tubuhnya di tahan oleh Mozza. Apa lagi tangan Mozza yang tak berhenti mengenggam tangannya saat ini.

Berbeda dengan Mozza yang hanya menatap Blenda yang tengah melompat dan menari di atas besi, kursi dan masih banyak benda yang di lompati saat ini.

Engkau bukanlah segalaku, bukan tempat ku hentikan langkah ku.

Blenda menoleh menatap Mozza yang tiba-tiba bernyanyi. Suaranya bagus pas di telinga saat di dengar.

"Suara lo bagus." puji Blenda dan menjadi membuat Mozza tersenyum.

"Mau gue nyanyiin?"tawar Mozza

"Terserah lo aja." jawab Blenda.

"Terserah lagi. Lama-lama beneran gue seret lo ke KUA bilang terserah sekali lagi." Kata mozza dan berlalu.

Blenda tertawa, tapi tawa itu lenyap saat Mozza mendadak pergi begitu saja. Tapi tak lama Mozza kembali dengan sebuah gitar coklat di tangannya, entah milik siapa yang jelas itu pasti pinjam, mana ada malam-malam penjual gitar berkeliling di taman pinggiran kota.

Mozza pun mulai memetik senar gitar itu dengan lihai dan mulai menyanyikan sebuah lagu di balik awan. Blenda tertawa apa lagi saat Mozza tiba-tiba berdiri dari duduknya dan berjalan ke jauh darinya.

Hingga semua orang yang berada di sini menatap mereka dan mengerumuni mereka.

Blenda mendadak malu sendiri, tapi tidak bisa di pungkiri jika dia juga merasa bahagia bersama dengan Mozza saat ini.

Hingga permainan gitar Mozza pun terhenti, banyak orang yang melempari Mozza dengan uang. Dan dengan senang hati Mozza memungguti uang lembaran itu dan mengumpulkannya jadi satu.

"Sumpah beneran kayak orang ngamen." ucap Blenda menatap Mozza yang sedang menghitung uang yang dia dapat.

"Ya kan lagi ngamen beneran, dapat duit lumayan kan." Jawab Mozza dan tertawa

Blenda yakin Mozza ini anak orang kaya tapi dia tidak malu dengan keadaan seperti ini. Hingga dua orang datang menghampirinya.

"Bang gitarnya udah?" Katanya.

"Udah, nih gue balikin sekalian bayar denda gue pinjem gitar lo." ucap Mozza.

"Lah ini maa kebanyakan Bang." kata temannya.

"Anggap aja rejeki lo kali ini." jawab Mozza

"Makasih ya Bang."

Mozza tersenyum dan menatap dua orang itu pergi, begitu saja setelah mengucap Terima kasih. Setelah itu dia pun menatap Blenda yang malah menatapnya dan tersenyum.

"Jangan di liatin." Kata Mozza.

"Gak deh dari pada ge-er ntar." cibir Blenda

Mozza tertawa kecil dan mengacak rambut Blenda. setelah itu dia pun melirik jam tangannya yang menunjukan pukul 9 malam. Dan saat ini waktunya Blenda pulang.

******

Blenda masuk kerumahnya dengan perasaan senang. Dia pun menatap banyak orang yang duduk di kueis ruang tengah sambil menatap Blenda bingung.

"Dari mana Kak?" tanya Elisabeth menatap Blenda.

"Keluar sama temen Mi, kenapa?" jawab Blenda canggung.

"Mi kencan Mi." teriak Bryna dari arah tangga.

Langsung saja Blenda melempar Bryna dengan tas miliknya. Tentu saja hal itu langsung membuat Bryna tertawa.

"Apaan sih lo, tas kagak ada duitnya lo lempar ke gue." cibir Bryna.

"Sok tau lo."

"Tau lah, lo kan numpang idup sama Mozza."

"Dih apaan sih, itu udah kewajiban cowok kalau ngajakin cewek keluar dia yang harus bayar." sahut Blenda tidak mau terima.

Bryna hanya tertawa beda lagi dengan kedua orang tuanya yang hanya geleng kepala. Hingga Blenda pun memilih pergi ke kamarnya dan di susul oleh Bryna.

Blenda tidak peduli dia pun langsung masuk ke kamar mandi dan denganti baju. Pas keluar kamar mandi Blenda pikir Bryna udah pergi. Tapi nyatanya Bryna masih ada di kamarnya.

"Ngapain lo masih disini?" tanya Blenda menatap Bryna bingung.

"Gak papa, pengen aja. Kangen lo gue." jawab Bryna

Blenda menatap Bryna aneh. Gak biasanya dia kayak gini, apa mungkin Bryna lagi ada masalah jadi dia bilang kayak gitu.

Blenda duduk di samping Bryna dan menatap Bryna hang menunjukkan wajah cemberutnya.

"Kenapa? Lo ada masalah?" tanya Blenda.

Bryna tersenyum manis, jarang sekali dia tersenyum kayak gini.

Mungkin benar kalau Bryna ada masalah.

"Gue gak papa."

"Lo jarang senyum kali, ada apa sih cerita sama gue." ucap Blenda.

"Mending lo cerita apa aja yang lo lakuin bareng Mozza." tanya balik Bryna.

Blenda mendengus, niat hati ingin mengorek kenapa Bryna bisa kayak gini. Malah dirinya yang di suruh bercerita.

Mau enggak mau Blenda pun bercerita apa saja yang dia lakukan bersama dengan Mozza.

Sepanjang cerita Blenda menatap mimik wajah Bryna yang nampak tidak tertarik dengan cerita dia. Apa lagi mimik wajah yang sedang gelisah, dan juga memikirkan banyak hal.

Apa yang dia pikirkan? Pikir Blenda.

"Jadi kita dapat duit, kita ngamen." kata Blenda berteriak.

Bryna terjingkat dia pun tersenyum, "Tidur lo, capek kan lo habis ngamen. Good night." kata Bryan akhirnya.

Bryan pergi tapi lengannya di tarik oleh Bryna. Tentu saja hak itu langsung membuat Bryna menoleh.

"Gue tau lo lagi banyak pikiran, lagi banyak masalah. Mungkin lo lupa kalau masih punya gue disini, gue bakal siap jadi temen curhat lo sampai kapan pun." ucap Blenda.

Bryna hanya menatapnya nanar lalu dia pun pergi begitu saja tanpa menjawab ucapan Blenda.

*****