webnovel

CRUSH (My Fireflies)

Karina menunggu pacarnya hampir 4 jam untuk merayakan tahun baru bersama. Namun, pacarnya tak kunjung datang dan tiba-tiba menelepon untuk meminta putus dengannya. Sumpah serapah terus keluar dari mulutnya dengan wajah berlinang air mata. Namun, alih-alih basah oleh air mata, hujan malah mengguyur Karina seperti disengaja. Lalu, seorang cowok tampan menghampiri dan memberikannya payung serta satu cup hot coffee. Tanpa berbicara apa pun. Kebaikan kecil itu membuat hatinya berdesir. Dan tanpa mereka sadari, benang takdir sudah terikat di antara keduanya. Membawa berbagai rasa, serta kenangan yang akan segera terukir. Lewat kepolosan cinta masa SMA yang penuh dengan drama dan juga ke-absurd-an teman-temannya yang juga ikut menghiasi kenangan. Ikuti kisah penuh warna mereka di sini!!

HuangVioren · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
243 Chs

Kaila dan Kegalauannya

Beberapa menit setelah kepergian Karina dengan Ezra, Kaila dihampiri oleh seorang cowok tampan namun terlihat cukup pemalu.

"K-kaila, boleh ngomong sebentar?" tanya cowok itu. Kaila mengangkat sebelas alisnya.

Kemudian, cowok itu mengajak Kaila ke belakang sekolah, lebih tepatnya ke halaman sekolah. Kaila pun hanya menganggukkan kepalanya saja. Toh, ia tahu apa yang akan dilakukan cowok itu kepadanya.

Kaila menghela napasnya saat cowok yang kini berada di hadapannya sudah bungkam cukup lama.

"J-jadi gini ... nama gue Varel dari kelas XI-3."

Ternyata Kakak kelas? Kaila semakin menaikkan alisnya.

"G-gue udah lama suka sama lo sejak penerimaan siswa baru. L-lo mau gak jadi pacar gue?" ungkapnya yang sedikit berteriak.

Hening sesaat.

"Gu-gue ditolak, ya?" tanyanya saat tak kunjung mendapat jawaban dari gadis itu.

"Ya ... bukannya gue nolak, sih, tapi ... apa lo suka kalo disakitin? Maksud gue itu nyakitin dalam segi fisik gitu."

Cowok itu mengerjabkan matanya lucu beberapa kali. Sangat terlihat bahwa cowok tersebut belum pernah berpacaran sebelumnya.

"D-disakitin?" ulangnya.

"Gue itu orangnya suka ngejahilin pacar gitu. Biasanya gue jahilinnya pake cambuk atau mainan lainnya. Of course, you have to obey to me and no comment! Gue juga suka gunain dil** dan vib***. Apa lo oke sama itu?" jelas Kaila panjang lebar.

Tentu saja itu adalah kegemarannya. Jadi, jangan heran mengapa mantan pacarnya rata-rata berumur jauh lebih tua dari dirinya. Karena tentu saja sangat sulit menemukan seseorang yang memiliki hobi sama sepertinya.

Dapat dilihat raut wajah cowok itu yang merah padam dan juga sedikit ketakutan.

"Gue ga mau! Gue tarik lagi pengakuan gue tadi ke lo. Gue pikir lo orangnya baik dan lemah lembut. Soalnya lo cantik dan juga ramah. Gue ga tau kalo ternyata lo orangnya aneh. Jujur, gue kaget banget. Permisi!" kelitnya dan berlalu begitu saja. Meninggalkan Kaila sendirian di sana.

Kaila mengehela napas kasar. Ini bukan pertama kalinya ia diperlakukan sebagai orang aneh mengingat orientasi seksualnya yang sedikit berbeda dengan kebanyakan orang. Tetapi, bukankah setiap orang berhak memiliki fetish nya masing-masing?

"Huffth ... itulah akibatnya kalo lo ungkapin perasaan pada orang yang lo ga kenal dengan baik," gumam gadis itu pelan.

Kaila akhirnya memutuskan untuk kembali ke ruang olahraga. Terlihat banyak siswi yang sedang latihan voli di sana. Kaila berjalan ke arah Aya yang sedang duduk sambil mengelap keringatnya.

"Gimana tadi? Keknya lo ditembak lagi?" tanya Aya.

"Iya, tapi dia narik lagi pengakuan dia ke gue." Kaila mengambil bola yang ada di keranjang—tepat di samping Aya.

"Loh, kok, gitu?"

"Keknya tipe yang gue cari itu bakal susah ketemunya."

"Hm ... keknya, sih." Aya memanggut-manggutkan wajahnya.

"Gimana, ya ... pas gue liat ketiga bestie gue, mereka semua lagi berbunga-bunga dan terlihat bahagia banget. Jadi gue jadi pengen punya pacar juga. Tapi gue ga mau pacaran sama sembarang cowo." Kaila menghela napasnya lagi.

Aya terkekeh pelan mendengar pengakuan dari temannya itu. Tak biasanya gadis itu murung seperti ini. Dan sepertinya Kaila sedang butuh seseorang untuk mendengarkannya. Jadi, Aya akan menjadi pendengar yang baik kali ini demi kesejahteraan bersama.

"Saat gue kasih tau sifat asli gue, mereka langsung bilang kalo gue itu aneh dan mundur gitu aja." Kaila yang awalnya berdiri kini mendadak berjongkok di samping Aya dengan masih memegang bola voli.

"Keknya percintaan ga suka, deh, sama gue!" lanjut Kaila lagi dengan wajah suram. Aya menepuk-nepuk kecil pundak gadis itu.

"Jadi karena itu lo mau gabung sama kami hari ini untuk main voli?" Aya bedecak pelan dan kembali melanjutkan, "Lo selalu datang ke sini saat lagi banyak hal yang lo pikirin."

Kaila mengerutkan wajahnya. "Gue cuma pengen main voli aja, kok."

"Apa iya? Pas kita baru masuk ke SMA ini, Lo selalu datang ke sini buat ngeluh karena lo ga kenal siapa pun di kelas lo, kan?" papar Aya yang membuat dahi Kaila semakin mengkerut.

"Lah, masa?"

"Iya, beneran! Tapi saat akhirnya lo menemukan teman, lo jadi jarang dateng ke sini."

Habis manis sepah dibuang. Begitulah pribahasa yang digambarkan Aya untuk Kaila. Tapi, bukan berarti ia menghakimi atau membenci Kaila. Malah sebaliknya, ia merasa senang saat tahu bahwa gadis itu sudah memiliki teman yang baik dan bisa diandalkan dalam hal apa pun.

"Huffth ...." Lagi-lagi yang terdengar hanyalah helaan napas berat dari gadis itu. Semoga saja harinya esok akan lebih cerah.

***

Hari memang cerah, tapi entahlah dengan suasana hati seorang Kaila sekarang.

Gadis itu memasuki kelasnya sambil mengumamkan sapaan di pagi hari dengan pelan, "Pagi semua ...."

"Kailaaa!"

Dari kejauhan, terdengar suara seorang gadis yang memanggilnya dengan cukup nyaring.

"Kailaaa! Kailaaa! Kailaa! Kailaaaaa!!" panggil gadis itu tak henti-henti. Ia bahkan menubruk Kaila dari belakang dengan tubuhnya dengan lumayan keras.

"Apa?" tanya Kaila sambil melirik sekilas ke arah sahabatnya, Karina.

"Gue sengaja nubruk lo dan panggil nama berulang kali sambil teriak-teriak, tapi lo ga marah. Ternyata emang bener, ya?" sosor Karina dengan semangat yang tampak meluap-luap. Padahal hari masih pagi.

"Hah?" Kaila kebingungan dibuatnya.

"Ga apa-apa, kok, kalo lo mau marah dan keluarin cambuk atau tali legend lo. Kaila, be yourself!!" Karina sampai mengepalkan tangannya, bermaksud memberikan semangat empat lima kepada sahabatnya.

"Hm, iya ...." Kaila mengangguk-anggukkan kepalanya meski masih kebingungan.

"Kaila," panggil Emy pelan dan menghampiri keduanya. "Gue ga tau tipe cowok lo itu gimana, tapi gue bakal kasih rekomendasi cowo kenalan gue yang lumayan kuat lewat wa."

"Oh, eh? Hm ... makasih. Tapi ... kenapa?" ucap Kaila yang akhirnya berniat mengakhiri kebingungannya kali ini.

Posisi mereka sekarang masih di depan pintu kelas. Kaila melirik sekilas ke arah belakangnya saat melihat seseorang yang sedang memasukkan sesuatu ke dalam tasnya.

"Davira?"

"Gue kasih lo bakso mercon spesial buatan keluarga gue. Selamat menikmati!" ungkap Davira sambil mengacungkan jempolnya.

Tentu saja karena keluarga Davira memang merintis bisnis di bidang kuliner, terutama di bidang bakso mercon tersebut.

"Oh, makasih."

Karina, Emy dan Davira pun menuju ke bangkunya masing-masing. Meninggalkan Kaila yang masih kebingungan.

"Hah? Wait, tapi kenapa? Kok, kalian bertingkah aneh, sih?"

Mereka bertiga—Karina, Emy dan Davira—saling melirik satu sama lain.

"Itu karena kemaren kami dapet chat dari Aya. Dia bilang kalo lo tiba-tiba berubah jadi melow gitu," jelas Karina sambil menunjukkan ponselnya.

"Katanya lo juga ditakutin sama cowok-cowok sekarang," imbuh Kaila.

"Ya ampun!! Si Aya gimana, sih, mengartikan cerita gue ke kalian?" Kaila menepuk jidatnya.

***