Setiap masuk kamar Hana, Tiara selalu merasa tenteram. Dia pun menatap langit-langit kamar Hana dengan raut wajah gelisah dan sedih.
"Kenapa wajahmu terlihat sedih, dan ini sudah aku lihat sejak di pesta kakakmu. Ada apa denganmu?" Tanya Hana seraya melirik Tiara yang berbaring di sampingnya yang sedang duduk seraya menatap bukunya yang tadi sudah terlanjur dia baca sebelum Tiara datang mengganggu kesibukannya membaca.
Mendengar pertanyaan Hana. Tiara langsung melirik Hana dengan cemberut seraya berkata, "Khemmm... Kalau saja aku mengindahkan peringatanmu dulu untuk menjaga hatiku mungkin aku tidak akan patah hati sesakit ini."
"Jadi, Ferdinan yang kamu puji-puji tu sudah meninggalkanmu? Dan sekarang kamu menyesal?" Tanya Hana seraya menatap Tiara dengan penuh arti.
"Menurutmu?"
"Menyesal iya kan? Dan sudah berapa lama? Apa kabar hatimu sekarang?" Jawab Hana sambil memicingkan matanya.
"Sudah dua minggu. Tapi, hatiku masih terasa sakit, aku lelah, nafasku mulai berat. Aku tak ingin terus begini, apa kau punya solusi? Pasti aku bodoh sekali ya? Aarrggg ..."
"Masalahnya itu ada pada dirimu kalau begitu. Hatimu sakit sudah tentu karena dirimu sendiri juga" ucap Hana dengan santai.
"Maksudmu?" Tiara tidak mampu mencerna ucapan Hana.
"Maksudku begini!" Hana menarik napas dalam, setelah itu melanjutkan kata-katanya kembali. "Maafkanlah mereka yang melukaimu, maka pelan-pelan sakitnya akan hilang"
"Bagaimana kalau tidak bisa? Mereka sudah keterlaluan jadi wajar aku merasa sakit. Kalau soal memaafkan mereka sepertinya itu sulit."
"Kalau begitu mulailah dari sekarang mengajarkan hatimu untuk ikhlas dan yakin bahwa Allah ingin menggantinya dengan yang lebih baik. InsyaAlah pelan-pelan kamu pasti bisa memaafkan mereka." Jelas Hana.
"Apakah begitu?"
"Ya begitu. Kalau tidak begitu, rasanya pasti akan semakin sakit."
"Iya, semakin hari semakin terasa sakit." Jawab Tiara sambil meneteskan air mata.
"Menangislah kalau itu bisa meringankan rasa sakitmu! Sekarang aku tanya, apa kamu mau merasakan sakit hati lagi?"
"Tidak mau lagi." Jawab Tiara sambil menggelengkan kepalanya.
"Bagus. Kalau begitu, mau dapat lelaki baik tidak? Yang nantinya bisa mencintaimu sepenuh hatinya, tidak hanya mencintaimu tapi juga menghargaimu?" Hana tersenyum ketika mengatakannya.
"Mau banget, tapi apa ada lelaki yang seperti itu? Rasanya akan sulit untuk jatuh cinta lagi dan percaya pada lelaki lagi." Ucap Tiara sambil menunduk sedih.
"Kalau begitu jangan jatuh cinta, tapi bangun cinta. Kamu tau kan kalau dalam Al-Qur'an surat an-Nur ayat 26 sudah dijelaskan di sana, bahwa; perempuan yang baik-baik untuk lelaki yang baik-baik dan lelaki yang baik untuk perempuan yang baik. Jadi, tugas kita sekarang adalah memantaskan diri kita agar menjadi baik bukan sibuk mencari orang yang baik. Percaya saja, jika kau tidak menemukan yang baik, pasti kamu akan ditemukan oleh orang yang baik." Jelas Hana.
"Iya aku tau itu, tapi kan banyak orang baik jodohnya tidak baik, bagaimana dengan yang itu?" Tiara mulai bingung.
"Soal itu, hanya Allah-lah yang tau, bisa jadi Allah ingin si jahat berubah baik jika dipertemukan dengan si baik, dan bisa jadi itu menjadi amal sholeh buat si baik jika dia bisa merubah si jahat menjadi baik, masuk akal kan? Intinya kita harus selalu berprasangka baik sama Allah, oke?" Jelas Hana sesuai dengan pengetahuan yang dia dapatkan saat kajian.
"Iya, tapi bagaimana aku bisa mendapatkan yang baik sedang diriku sendiri bukanlah wanita yang baik?" Tiara menunduk putus asa.
"Kalau begitu ayo kita sama-sama memantaskan diri! Karena seburuk apa pun seseorang di masa lalu, dia tetap berhak mendapatkan lelaki baik jika dia mau memperbaiki dirinya untuk bisa menjadi orang yang lebih baik dari masa lalunya." Jawab Hana.
"Hijrah?" Tiara tercengang karena pemahaman agamanya tidak sedalam Hana.
"Iya, tapi niatnya itu semata-mata karena Allah, sebab jika seseorang berubah hanya karena sesuatu, maka Allah memberikannya sebatas itu saja. Tapi, jika berubah karena Allah, maka Allah akan kasih semuanya untuk kita" kata Hana melanjutkan penjelasannya.
"Akan aku coba. Tolong bimbing aku ya!"
Hana tersenyum dan mengangguk, karena dia dengan senang hati akan menuntun Tiara untuk memperbaiki diri.
"Ayo kita sama-sama memperbaiki diri!" Ucap Hana dengan penuh semangat.
"Iya, semangat! He …"
Menghadirkan ikhlas dalam hati adalah cara memaafkan yang paling ampuh, hanya saja untuk menghadirkan ikhlas itu sulit karena butuh hati yang siap melepaskan. Jika tidak mau ikhlas, itu malah lebih sakit.
Setelah mengobrol dengan Hana, Tiara mendapatkan ketenangan dalam hatinya. Saking asyiknya ngobrol mereka tidak sadar kalu adzan magrib sudah berkumandang. Mereka berdua pun langsung sholat berjama'ah.
Setelah itu, mereka menghabiskan malam bersama dengan bercerita tentang keluarga dan banyak hal lain lagi.
Dua bulan berlalu meninggalkan jejak-jejak luka yang ditorehkan oleh Ferdinan. Puing-puing bekas luka yang berserakan sudah disapu bersih olehnya. Semua karena niat dan kegigihannya untuk sembuh dari luka hingga akhirnya dia bisa berdamai dengan luka dalam waktu singkat.
Bagi Tiara, Ferdinan adalah mimpi buruk dan cerita tentangnya sudah habis dimakan waktu. Namun, pengalaman cinta yang diberikan oleh Ferdinan membuatnya bersyukur meski rasa perih sesekali hadir menyapa.
Malam ini, Tiara menatap langit penuh bintang sambil tersenyum dan berkata, "Tuhan sampaikan rasa terima kasihku pada Rina! Karena dia aku bisa lepas dari lelaki yang tak menghargaiku, tanpa menyakitinya."