webnovel

Calon Imamku (Tamat)

Faezya Farzan, seorang mahasiswi jurusan PGMI, dia sering sekali bermimpi bertemu dengan seorang pria berjubah putih berparas rupawan dengan senyu manis, pria itu selalu mengatakan bahwa dia adalah calon istrinya. Faeyza jatuh cinta dengan seorang pria dama mimpi tersebut, berusaha mencari dan terus mencari hingga hatinya tak mampu terbuka untuk pria lain, tak perduli bahwa dirinya akan dianggap gila. Dia hanya ingin bertemu dengan bersama pria tersebut. "Aku hanya inginkan dirimu, calon imamku."

Firanda_Firdaus · Histoire
Pas assez d’évaluations
88 Chs

Episode 85

Episode 85

Faeyza masih gemetar ketakutan ketika para penculik itu telah dibawa oleh polisi, ia langsung menghambur ke dalam pelukan sang Suami, menangis terisak dan menyesal atas apa yang telah dilakukan.

"Maz, maafkan aku. Aku menyesal meninggalkan mu saat kau butuh aku." Dia berkata sambil menangis histeris.

Zein membalas pelukan sang Istri, mengusap lembut punggung wanita itu."Maz tidak marah, Sayang. Sudah, kamu jangan menangis lagi, mereka sudah pergi," katanya lembut.

Faeyza mengangguk, ia pun berhenti menangis Meksi masih terisak namun dia tidak sedikit pun melepaskan pelukannya pada sang Suami.

Tanvir memutar bola matanya bosan melihat sikap Faeyza, kemana sosok gadis galak dan jutek yang dulu pernah ditemui? Sekarang bahkan tidak mau lepas dari seorang pria.

"Za, perasaan kalau padaku kamu sangat galak. Tapi lihat dirimu sekarang, seperti wanita tidak tahu malu. Kau bahkan tidak mau melepaskan seorang pria," cibirnya.

Zein menoleh pada sang Adik."Tanvir, apa yang salah dengan Istri memeluk Suami sendiri untuk mencari ketenangan saat dia ketakutan? Yang terpenting dia tidak memeluk Suami tetangga."

Faeyza tersenyum sendiri dengan lelucon sang Suami, bisa-bisanya di saat seperti ini pria itu justru melawak.

Ia pun melepaskan pelukannya terhadap sang Suami kemudian menghapus air matanya. Wanita itu mendongakkan kepala menatap paras rupawan sang Suami."Maz, terimakasih. Aku janji akan menjadi Istri yang baik untuk mu, kau memang Suami terbaik yang pernah ku miliki."

Tanvir memalingkan wajah kesal mendengar Faeyza memuji Zein."Dasar lebay, sudah ayo pulang. Nanti malam aku ke rumah kalian."

Faeyza mengalihkan perhatiannya pada sang Ipar, memandangnya penuh tanda tanya.

Zein menghentikan mobil di depan pintu rumah, ia pun melepaskan sabuk pengaman namun saat ia hendak keluar sebuah jemari mungil menahan lengannya. Dia mengalihkan perhatiannya pada pemilik jemari mungil tersebu menatapnya dengan penuh tanda tanya.

"Maz, hari ini Maz jangan kemana-mana ya?" pinta Faeyza.

"Memangnya Maz mau kemana?" balas Zein semakin tidak mengerti.

Faeyza melepaskan tangan sang Suami."Aku ingin ini terus bersama Maz," pintanya lagi.

Zein mengangguk, meski dalam hati rasa heran itu belum heran tapi ia tidak ingin memaksa kalau sang Istri tidak ingin menceritakan."Baik, hari ini Maz tidak akan kemana-mana. Maz akan menemani mu terus, ayo keluar."

Faeyza mengangguk riang, ia pun segera keluar dari mobil lalu berjalan menghampiri Zein setelah itu memeluk lengan pria tersebut. Zein semakin bingung dengan sikap sang Istri, Wanita itu tiba-tiba saja sangat manja, sebagai seorang Suami tentu saja dirinya sangat senang meski terasa sangat aneh.

Melihat Zein terlihat heran dengan sikapnya, Faeyza melepaksan lengan pria tersebut dan menundukkan kepala."Aku selama ini tidak pernah bersyukur memiliki seorang Suami sepertimu, harusnya aku sadar bahwa setiap orang punya kelamahan dan kelebihan sendiri. Tapi aku justru tidak bisa menerima kekuranganmu, aku sangat menyesal dan ingin memperbaiki semuanya. Aku ingin menjadi Istri yang baik, kata orang seorang pria itu suka Wanita manja, jadi aku ingin kau menyukaiku."

Zein tidak bisa berkata-kata lagi, tapi dia sangat bersyukur dengan sang Istri."Sayang, Maz akan selalu suka padamu. Maz akan selalu mencintaimu, kamu bisa jadi dirimu sendiri. Meski Maz sangat suka kamu yang seperti ini, tapi Maz juga tidak ingin bersikap egois dengan menekanmu."

Faeyza tersenyum haru mendengarnya, tidak menyangka akan mendengarkan ucapan sang Suami."Maz, aku sangat senang. Aku sungguh terharu, Maz."

Zein tersenyum manis,  setelah itu ia merangkul bahu sang istri dan membawanya masuk ke dalam rumah.

Mansion Mizuruky...

Tanvir menutup pintu mobil dengan kencang untuk melampiaskan kekesalan pada Zein, pria itu selalu mendapatkan perhatian dari Faeyza seorang gadis yang sangat disukainya.

Ia berjalan masuk ke dalam rumah, iris safir itu menatap semua yang ditemui dengan tatapan membunuh, bahkan kepala pelayan pun terkejut dan heran melihat raut wajah sang majikan.

Hari ini Fira sengaja memasak, ia ingin membuatkan Tanvir makanan kesukaannya, dia juga sengaja memakai seragam pelayan agar sang Suami tidak ribut mengganggu dirinya.

Semenjak kedua buah hatinya dewasa, pria itu selalu nempel padanya. Setiap di rumah sang Suami akan cemberut bila tidak menemukan dirinya berada di sekitar pria 60 tahun tersebut.

Tanvir berjalan ke dapur, ia menghentikan langkah kakinya melihat sosok wanita berkerudung panjang dengan seragam pelayan.

Kerudung itu adalah milik sang Ibu, dia berjalan dengan seringai mengejek karena mengira bahwa pelayan itu sudah mencuri barang milik Fira.

"Hmmp, sejak kapan di rumah ini ada pencuri?"

"Mana Ibu tau?" Balas Fira belum menyadari kalau sang buah hati sedang menyindir dirinya.

Tanvir sedikit terkejut mendengar suara sang Ibu, ia pun segera menutup mulut sebelum wanita paruh baya itu menyadari bahwa tadi dia menyindir wanita tersebut.

Fira membalikkan badan, di tangannya terdapat mangkuk besar berisi sup ayam. Ia berjalan menghampiri sang buah hati lalu menyerahkan mangkuk itu pada buah hatinya.

"Taruh di atas meja, sebentar lagi Ayah mu selesai zikir. Dia akan mencari Ibu."

Tanvir menerima mangkuk itu dengan terpaksa, setidaknya kalau ia tidak mau maka sang Ibu akan marah.

Pria itu berjalan menuju meja makan lalu menaruh mangkuk tersebut."Bu, apakah kalau aku menyukai Kakak Iparku. Ayah akan marah?" Tanyanya tanpa berbalik, meski sudah memutuskan untuk menikah dengan Nita tapi perasaannya tidak dapat dibohongi bahwa dirinya masih sangat berharap pada Faeyza.

Fira menghela nafas mendengar pertanyaan sang buah hati, ia pun berjalan menghampiri buah hatinya tersebut lalu memintanya duduk di kursi sebelahnya.

Dipandangnya iris safir itu penuh kasih."Tanvir, sebelum kamu mengenal Faeyza, kamu adalah anak yang sangat baik. Kamu bahkan adalah sholeh, untuk apa kamu mengharapkan Istri orang? Bagaimana pun juga, Faeyza tidak mencintai mu. Seperti apapun kamu memaksa kehendak, andaipun kamu mampu menyingkirkan Zein, dia tetap tidak mencintai mu."

"Ibu, itu tidak benar. Malam saat aku dan Faeyza menonton pasar malam, aku melihat kalau dalam hati Faeyza ada aku, Bu. Faeyza itu seorang wanita muda, mana mungkin dia tahan dengan pria penyakitan," kata Tanvir masih tidak terima kalau ada yang mengatakan bahwa Faeyza tidak mungkin mencintai dirinya.

Fira prihatin dengan  sang buah hati, ia mengerti kalau buah hatinya itu sedang sedih tapi tetap saja tidak diizinkan dengan alasan apapun memiliki harapan untuk mendapatkan Istri orang.

"Nak, bukankah kamu sudah menyukai Nita? Kamu akan menikah dengan Nita bukan? Atau semua itu hanya caramu menutupi niat hati mu yang sesungguhnya?"

Tanvir tertegun mendengar perkataan sang Ibu, dirinya sendiri sebenarnya juga bingung harus bagaimana.