webnovel

BUTTERFLY'S ETERNAL LOVE (Bukan Liang Zhu)

Seorang gadis yang bernama Zhiwei mengalami time slip ke zaman dinasti Jin Timur. Dia bersama Shanbo, Yinfeng, dan Yingtai melakukan petualangan untuk mengumpulkan empat perhiasan batu Liang Zhu. Apakah Zhiwei bisa pulang kembali ke masa depan?

Maria_Ispri · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
33 Chs

BAB 19

Malam gelap diterangi oleh lentera-lentera yang dipasang di sepanjang koridor penginapan Yunsi. Para polisi datang dengan tergesa ke tempat kejadian perkara mayat yang terpotong. Mereka langsung mengamankan penginapan dengan menutup semua akses masuk. Seorang dari mereka yang terlihat sebagai kepala polisi langsung berjalan ke belakang penginapan. Dia melihat dua orang sudah ada di tempat.

"Siapa kalian?" tanya seorang lelaki berbaju seragam polisi dan berjubah hitam.

Shanbo berdiri, lalu menghadap lelaki yang barusan datang.

"Aku Shanbo, polisi kota Jiankang," ucap Shanbo menunjukkan tanda pengenalnya sebuah pendan logam berukir.

"Maafkan atas kelancangan saya, Tuan Shanbo," ucap si lelaki, "Panggil saja saya Fu. Apa yang terjadi," tanya Tuan Fu.

Shanbo menoleh, dia tak menemukan Zhiwei di sampingnya. Ternyata gadis itu dengan berani mendekati mayat dan memeriksanya dengan sebuah obor kecil di tangannya.

"Hei, apa yang kau lakukan!" tegur Shanbo dengan nada tegas.

Zhiwei tidak mendengarkan teguran Shanbo, tapi malah penasaran dengan sesuatu. Dia mengambil sesuatu yang ada di dada mayat dan melingkari leher yang sudah tanpa kepala.

"Sangat brutal," gumam Zhiwei, "lihatlah! Ini rambut," ucap Zhiwei pada Shanbo tanpa rasa takut dan jijik memegang selarik rambut panjang yang ada di leher mayat, "sepertinya dia dibunuh dulu dengan dicekik sebelum dipotong-potong," terang Zhiwei.

Shanbo mulai kesal. Lelaki itu mendekat lalu menarik Zhiwei agar berdiri.

"Berikan itu pada polisi, biar mereka yang memeriksa. Kembali ke kamarmu," ujar Shanbo tegas.

Polisi langsung bergerak memeriksa mayat dan seluruh bangunan.

"Baiklah ... baiklah ... aku kembali ke kamar," ucap Zhiwei mengalah, "aduh, perutku ...," keluh Zhiwei sambil memegang perutnya yang mulai kembali mulas.

Gadis itu langsung menuju ke kamar mandi.

"Woooiii, kemana?" teriak Shanbo.

"Ke kamar kecil!" seru Zhiwei

"Kau! Kau mengacaukan lokasi!" teriak Shanbo sia-sia memberi peringatan karena gadis itu telah hilang di balik dinding.

Lelaki itu hanya bisa geleng-geleng kepala melihat Zhiwei.

***

Shanbo berdiri di samping mayat yang di letakkan di sebuah meja panjang. Ahli otopsi dari pihak kepolisian sibuk memeriksa setiap detail tubuh si mayat.

Pintu ruangan terbuka. Shanbo menoleh. Tuan Fu masuk sambil membawa sebuah gulungan bambu.

"Tuan, ini yang kami temukan," ucap Tuan Fu sambil memberikan gulungan bambu pada Shanbo.

Shanbo membuka gulungan itu dan membacanya.

"Namanya Xiaoshun, umur tiga puluh tahun, salah satu dari biarawan di kuil dewa sungai, masuk kuil sejak kecil," terang Tuan Fu.

"Apakah kau sudah memeriksa alibi pemilik penginapan dan para tamu?" tanya Shanbo.

"Sudah, Tuan, semua memiliki alibi kecuali Nona Zhiwei dan perempuan yang menemukan mayat," terang Tuan Fu.

"Apakah kau sudah memeriksa teman-teman satu asrama di kuil? Apakah dia memiliki musuh?" tanya Shanbo.

"Kami akan melakukannya malam ini juga," ucap Tuan Fu.

"Apa kau tahu maksud tulisan darah yang di dinding?" tanya Shanbo.

"Mengenai itu, Sanjiva adalah nama neraka dalam sutra Budha. Orang-orang yang berdosa di dalamnya mendapat hukuman di potong-potong lalu dikembalikan seperti semula, lalu dipotong-potong lagi," terang Tuan Fu.

"Mmm ... sepertinya pelaku ingin memakai pola ini dalam mengeksekusi mayat," ujar Shanbo.

Tukang otopsi mendekat ke arah Shanbo.

"Tuan, melihat dari sedikitnya darah yang tercecer dan keluar dari pembuluh darah, sepertinya korban dicekik mati terlebih dahulu sebelum dipotong-potong. Lihatlah di bagian leher korban ada bekas guratan merah melingkar. Pemotongan bagian tubuh juga dilakukan dengan tidak rapi, bisa jadi si pelaku melakukannya secara tergesa-gesa," terang si tukang otopsi.

"Brutal, dendam," ucap Tuan Fu.

"Segera periksa orang-orang terdekat korban, siapa tahu kita bisa menemukan petunjuk," terang Shanbo.

"Baik, Tuan," jawab Tuan Fu lalu beranjak pergi.

Shanbo diam menatap mayat. Dia teringat ucapan Zhiwei. Gadis itu memiliki intuisi dan kejelian yang bagus. Lelaki itu tersenyum. Shanbo semakin penasaran siapa sebenarnya Zhiwei.

***

Pintu kamar Zhiwei terbuka. Ada seseorang yang membukanya diam-diam. Lelaki itu menuju ke bagian ruang tidur Zhiwei yang sedang tidur miring menghadap dinding.

"Mengapa kau masuk ke kamarku diam-diam?" tegur Zhiwei pada orang yang masuk ke dalam kamarnya.

Merasa ketahuan, lelaki itu berhenti melangkah lalu berdiri menatap Zhiwei. Gadis itu menoleh.

"Kau belum tidur?" ucap Shanbo.

Zhiwei bangun lalu duduk di tepi tempat tidur.

"Aku tak bisa tidur," ucap Zhiwei.

Shanbo lalu duduk di kursi yang ada di tengah ruangan. Dia menuangkan minum untuk dirinya sendiri.

"Aku sudah bilang jangan dekati mayat itu, kau pasti akan terus terbayang dengan sosoknya yang mengerikan," ucap Shanbo.

"Bukan itu, aku tak bisa tidur karena penasaran siapa sebenarnya pembunuh lelaki malang itu," terang Zhiwei lalu berjalan mendekat ke arah Shanbo.

"Kau sudah tahu identitas korban?" tanya Zhiwei.

"Dia seorang dukun dari kuil dewa sungai," jawab Shanbo.

Zhiwei diam berpikir.

"Apakah ada kaitannya dengan kasus pengorbanan manusia untuk dewa sungai?" ucap Zhiwei.

"Semua kemungkinan bisa dijadikan alasan," cetus Shanbo.

"Apakah motif dendam? Kau lihat betapa brutalnya dia memotong-motong. Tapi ... tunggu, melihat rambut yang kutemukan itu, apakah mungkin itu alat untuk mencekik korban?" tanya Zhiwei berpikir serius.

"Rambut?" gumam Shanbo.

Zhiwei lalu memintal rambut panjangnya, lalu melingkarkannya ke lehernya dengan kuat. Zhiwei terbatuk-batuk.

Mata Shanbo membulat.

"Iya, rambut. Jika dalam jumlah banyak maka tak ada bedanya dengan seutas tambang," cetus Shanbo.

"Tapi, begitu banyak orang yang memiliki rambut panjang," ucap Shanbo mulai tak semangat lagi.

"Melihat kekuatan dari cara memotong mayat. Pelakunya adalah lelaki, atau perempuan yang memiliki tenaga dalam. Perempuan biasa tak mungkin melakukannya, karena membutuhkan tenaga yang kuat untuk menjatuhkan lelaki seperti korban. Coba kau pikir, siapa di antara tamu penginapan yang terlihat biasa, aku pikir itu malah yang lebih mencurigakan, ya kan? Atau malah ada yang menyamar jadi seseorang yang terlihat lemah," terang Zhiwei sok jadi detektif hasil dari hobinya menonton drama yang bergenre misteri dan detektif.

Shanbo memutar-mutar cangkirnya sambil berpikir.

"Pemikiran Zhiwei bisa jadi benar," batin Shanbo.

"Kau sudah tahu arti tulisan di dinding?" tanya gadis itu.

"Sanjiva itu nama neraka yang disebutkan dalam sutra Budha. Para pendosa dalam Sanjiva dihukum potong-potong tubuhnya. Sepertinya pelaku ingin menyesuaikan dengan cara penyiksaan di neraka ini " terang Shanbo.

"Hah, mengerikan. Apakah kau tahu neraka setelah Sanjiva adalah Kalasuta, mereka dihukum dengan dijahit benang hitam. Apakah kau tak berpikir pembunuhan ini akan menjadi pembunuhan berantai?" tanya Zhiwei memberikan pendapat.

Terdengar suara derap langkah orang mendekat, lalu pintu kamar Shanbo yang ada di sebelah diketuk orang.

"Tuan Shanbo! Tuan Shanbo!" panggil seorang laki-laki dengan nada panik.

Shanbo berdiri lalu beranjak keluar. Zhiwei mengekor di belakangnya sambil melongok di belakang punggung Shanbo.

"Ada apa?" tanya Shanbo.

Lelaki itu salah satu polisi desa. Dia mendekat dengan wajah panik.

"Ditemukan lagi satu mayat di kuil dewa sungai. Dia salah satu biarawan yang ada di sana," lapor sang polisi.

Shanbo dan Zhiwei terkejut dan saling menatap. Dugaan Zhiwei benar.

"Aku akan ke sana," ucap Shanbo pada si polisi.

"Ikut!" seru Zhiwei.

Shanbo memelototkan matanya.

"Kau ... masuk ke dalam, kunci pintunya. Tidurlah!" perintah Shanbo pada Zhiwei.

Gadis itu mengerucutkan bibirnya ingin protes. Akhirnya dia mengalah beringsut masuk ke dalam kamar lalu menguncinya. Shanbo mulai tenang lalu mengikuti si polisi ke tempat kejadian perkara. Malam itu akan jadi malam panjang untuk mereka.