Malamnya, Mile pamit kepada Apo sambil mengantungi ponsel berisi video seks mereka. Anehnya, Apo tidak menyuruh Mile untuk menghapus file tersebut. Mile yang merasa heran pun menaikkan sebelah alis. Apalagi Apo tampak santai menyilangkan lengan sambil mengenakan jubah tidur menawan.
"Apa lihat-lihat? Kau tidak jadi pulang dan mau menginap lagi?" tanya Apo sambil menaikkan dagu.
"Bukan begitu, tapi kau tidak takut video ini kusebarkan?" tanya Mile.
"Coba saja. Mukamu kan juga jelas di sana. So, kita sama-sama malu kalau kau sampai berani."
"Ho. Benar juga."
Mile pun menghapus video itu tanpa permintaan Apo. "Sebetulnya kau seksi di dalam sana. Dan aku sempat berpikir untuk memakainya sebagai bahan onani."
"Terus kenapa tidak kau lakukan?" tantang Apo. "Bukankah aku tidak melarangmu?"
Mile mendekat dan mengurung Apo di pintu itu. "Kenapa aku butuh video kalau orangnya mau kuincar," katanya. "Kalau ingin seks, tentu aku akan mendatangimu, paham? Jadi siap-siap saja menerima penisku kapan pun."
"Benar-benar mulut kotor," kata Apo, tapi dia menyambut saat dihinggapi ciuman. Apo juga membuka mulut untuk menerima lidah Mile, tapi baginya sentuhan ini tidak lebih dari yang dia berikan kepada yang lain. Flo, misalnya? Toh Apo bukan perawan yang hobi memejamkan mata karena terhanyut--ralat--dia pun begitu tapi jarang-jarang. Karena Apo lebih nyaman menatap sang partner yang mencumbunya. Dia mendorong lidah dengan teknik yang cukup agresif. Meremas pinggang Mile sekencang Mile meremas bokongnya. Lalu mereka memisahkan diri.
"Aku pulang dulu ya. Take care ...."
Mile pun tertawa karena Apo menghindar saat ubunnya ditepuk. Dia paham Apo tak suka diperlakukan seperti kaum inferior. Jadi dia harus bisa menciptakan mood bagus jika mau bermesraan dengan Apo Nattawin. Benar-benar menarik, bukan? Tapi semakin tak patuh Apo, semakin Mile bernafsu padanya juga.
Ajaibnya, baru beberapa menit mereka terpisah, Apo langsung menerima chat dari Mile soal jadwal kerjanya di kantor. Sebagai ganti, Mile pun meminta jadwal kerja Apo, dan katanya itu demi menentukan momen kencan --sekaligus seks-- mereka mulai sekarang.
"Cih, Mile. Kau ini ya. Jika memang menyetir, fokuslah ke jalan saja. Kenapa kirim-kirim beginian waktu belum sampai rumah?" kata Apo saat menerima video call Mile. Dari situ kentara sekali kalau ponsel sang Indigo diletakkan pada holder. "Aku ini tidak sudi mendengar berita aneh besok pagi!!'" omelnya.
"Ho, aneh-aneh seperti apa memangnya?"
"Ya--apalah. Semisal kau nanti kecelakaan di jalan?" kata Apo. "Tolol sekali kalau begitu."
"Ha ha ha ha ha. Kau sendiri kenapa malah meneleponku? Bukankah kau tahu aku menyetir?"
"Ya karena kau kan yang mengawali, Tolol," hardik Apo. "Kau begini karena terbiasa sembarangan, ya. Aku hanya sedang menegurmu."
Mile pun terkekeh-kekeh. "Wah ... siapa yang sudah berlakon seperti istriku? Lihat ini. Dia ternyata melebihi ekspektasi."
"Bangsat."
"Ha ha ha ha ha ...."
Tak seperti dulu, hubungan mereka pun lebih transparan dan apa adanya. Sebab Apo tidak sungkan lagi bahkan dalam menunjukkan hal yang lebih memalukan. Contoh: celana dalam Mile yang tertinggal di ranjang kamarnya saat ini. "Hei, Tuan Pewaris. Jadi kau langsung menutup resteling celana, ya? Sial ... apa penismu tidak kejepit?! Kenapa membiarkannya di sini? SENGAJA?!"
Mile malah tersenyum santai. "Hmm, kan bisa dipakai kenangan kalau kau merindukanku, ha ha ha ... lagipula tak masalah kok jika dipakai onani."
"Cih, jijik."
"Mulutmu saja yang bilang begitu, hhhh ...."
Apo pun melempar celana dalam Mile ke mesin cuci. Dia menyandarkan ponsel ke gelas sambil masak sesuatu, tapi pelaku yang membuat pinggangnya ngilu malah menikmati video call. Dia tak bertanya kenapa Apo tidak keluar ke restoran, malahan terhibur melihat Apo memainkan alat dapur.
"Oh, kau bisa masak juga rupanya."
"Bisa. Sedikit. Semua ini gara-gara konten mukbang TikTok."
"Hm, bagus. Hanya saja aku agak tak menyangka."
"Tidak menyangka kenapa memangnya? Kau pikir semua selebriti manja? Video mukbang pedas kan lagi populer. Siapa yang tidak tertarik re-create."
Mile pun memperhatikan cara Apo mengiris cumi dan wagyu yang baru keluar dari dalam kulkas. Dari cara Apo menyetok bahan makanan sudah pasti dia sering masak, jadi bukan kebetulan sekarang punya inisiatif bikin-bikin. "Mau bikin apa memangnya? Selain menu TikTok ada kemungkinan bisa?" tanyanya. Sesekali membagi fokus antara jalanan dan Apo.
"Tidak juga. Selain daging aku cuma bikin telur orak-arik campur tumisan sayur. Cukup pakai insting kalau membuat seperti ini." Apo menuang bumbu-bumbu irisan ke dalam teflon. Sementara Mile screenshoot pemandangan itu diam-diam. Si penyanyi pasti tidak tahu karena sibuk menghidu aroma. Lalu menyicipinya seperti chef sungguhan.
Dia punya sisi cantik yang kucari, tapi bagusnya tak manja, Pikir Mile. Siapa mantannya sampai menyia-nyiakan spek seperti itu?
Lebih mengherankan lagi Apo langsung membereskan peralatan masak ke wastafel, mencucinya. Lalu mondar-mandir untuk menata makanan di atas nampan. Apo tak peduli pembicaraan mereka terputus. Bahkan membelakangi Mile dengan kurva punggung indah itu. Well, jika cekatan untuk menarik perhatiannya, Mile pikit kemungkinan itu kecil. Sebab saat bercinta dia sebenarnya memperhatikan tubuh Apo, dan ada beberapa bekas luka yang tidak hilang. Di hidung, di lutut, di pergelangan kaki--minus luka tembak barunya ... Mile rasa dia makin penasaran dengan latar belakang keluarga Apo.
Ngomong-ngomong siapa orangtuanya? Seperti apa mereka? Tinggalnya dimana? Dan bagaimana bisa anak mereka serajin itu? Zaman sekarang tidak mengherankan jika idol panggung memilih lepas dari kehidupan pribadinya. Entah itu demi keamanan, demi sosial ... yang pasti Mile butuh banyak kepastian. Aku akan menyuruh Nodt sekalian mencarinya nanti ....
"Makan," kata Apo saat mengawali suapan pertama. Bibir lecetnya bergerak-gerak di layar. Sementara Mile langsung terdistraksi kembali.
"Ya, it's okay sekarang masih diiming-imingi. Yang penting lain kali aku dimasakkan. Bawa ke kantor. Biar kucoba rasanya juga ...."
Apo pun bengong mendengar perkataan Mile. "Apa katamu tadi?"
"Nanti ku-sharelok jalan menuju ke sana."
"Berani berapa?"
"Oh, memangnya kau mau berapa?"
Apo mendecih karena lupa Mile anak konglomerat. Jika uang saja, lelaki itu pasti menyanggupi. Dia pun diam karena mau fokus makan, sesekali memandangi penampilan Mile. Rambut klimis basah karena habis mandi di tempatnya. Jas yang belum ganti sejak kemarin, tapi kelihatan mahal. Jam rolex. Cincin khas berinisial "MP" pada telunjuk kiri. Kulit cerah. Kissmark merah dua yang mengintip pada lehernya, belum lagi cara Mile memutar setir. Benar-benar dominan sekali ...
Oh? Ternyata Mile hanya memakai sarung tangan jika ada banyak orang.
Sejujurnya Mile memang husband material, tapi pernikahan bukanlah hal mudah. Sebut Apo berlebihan pun tidak masalah, tapi dia lahir di desa yang penuh pola pikir kolot. Apo juga tidak punya selaput keperawanan, tak bisa mengandung, dan harusnya santai dalam berhubungan sejenis. Kapanpun bisa cerai tanpa menyesal, kan? Namun baginya menikah itu sekali seumur hidup. Dengan pernah dikecewakan, Apo paham tidak perlu seseorang yang sesuai kriteria (beda dari dulu), tapi pasangannya harus mampu menerima dan memahami dirinya. Orang ini tidak boleh cuma tampan--atau cantik, kaya, mapan ... lebih dari itu Apo ingin kenyamanan karena seumur hidup tidak sebentar. Apo perlu seseorang memahami love language darinya, dan si pasangan juga harus cocok dengan love language yang dia berikan.
Kalau disuruh memilih, aku mending menikahi Flo saja, Pikir Apo. Karena Flo sudah memenuhi kriteria Apo hingga mereka saling paham, sayangnya Flo sebenarnya masih strict sekali. Lelaki itu lebih condong pada perempuan, tetap ingin kehidupan marital yang normal, dan Apo tak mau mengganggu prinsipnya.
"Hei, kau tidak menjawab pertanyaanku," ulang Mile. "Jangan bilang kalau barusan hanya bercanda, Po. Kau tahu aku takkan keberatan."
Apo pun memutar bola matanya. "Tidak, tidak. Lupakan saja. Aku masih mikir kalau menggodai om-om sepertimu," katanya. "Maksudku, pakai perasaan segala. Beda lagi kalau cuma ingin servis. Aku bisa membuka kakiku untuk kuda-kudaan. Kuterima uangnya. Lalu besok kita bisa saling melupakan."
Mendengarnya, Mile pun menghempaskan napas kasar. "Really? Kenapa malah berperilaku seperti pelacur?"
Apo pun menyingkap jubah dadanya. "Ini ... pelacur, huh?" katanya menantang. "Yang putingnya luka karena hisapan calon CEO. Apalagi datang-datang langsung marah seperti pemerkosa tidak beradab."
"Ha ha ha ha ha, memang siapa yang menggodaku terlebih dahulu?" kata Mile. "Aku kan ke sana karena roasting dari ahlinya."
Apo pun mengejek dengan gerakan bibir. "Roasting? Perasaan menggoda dengan video seks bersama yang lain tujuannya mematahkan hati."
"Oh, benar juga ...." desah Mile. "Tapi terima sajalah hasilnya. Kan kau sudah gagal dengan poin 1:0. Percuma saja kalau merengek seperti Abby."
"Cih ...." Apo pun menutup dadanya kembali. Dia makan nikmat hingga semuanya habis. Lalu pamitan setelah menyesap kopinya. "Ya sudah. Besok kuhubungi lagi jika manajer-ku sudah mengatur waktunya."
"Hm."
"Tapi ingat, Mile. Ini terakhir kau merusak perkerjaanku," tegas Apo sambil menunjuk layar. "Jangan sampai kau memaksa lagi. Karena pamorku bisa turun di luar sana."
"Oke, oke. Kuusahakan tidak begitu lagi," kata Mile. Dia menatap mata cantik Apo yang tampak sedih, lalu memikirkan hadiah macam apa yang akan diberikan agar perasaannya menjadi ringan.
Setelah video call berakhir Mile bahkan langsung putar balik lagi untuk mampir ke mall terlebih dahulu. Dia pun berkeliling untuk belanja barang branded. Lalu meminta seseorang mengirimkan semuanya ke apartemen Apo. Namun, hal itu membuat Apo video call lagi pukul 12 malam.
"Apa ini? Ya ampun ... Mile. Aku tidak betul-betul meminta sesuatu padamu
.... " kata Apo yang tengah duduk di sofa sambil menenteng sepatu menawan. Mile pun tak jadi tidur, lalu memandangi tumpukan paper bag di belakangnya. Kebanyakan belum dibuka Apo, tapi Mile tidak mau ambil pusing. Dia terhibur dengan kepanikan lelaki itu, dan perasaannya perlahan menjadi ringan.
"Aku tahu, tapi ingatlah soal kebaikan aku ini tipe yang seperti cermin," kata Mile. "Jika kau mau nakal untuk menghidupkan hubungan, fine ... aku pun bisa berikan yang sama padamu."
"Apa?"
"Pokoknya begitu. Selamat membongkar semuanya," imbuh Mile. "Cukup jangan begadang karena besok kita harus kerja. Good night."
Apo pun terlolong saat panggilan video-nya diputus. Mile sudah bisa membayangkan bagaimana ekspresinya, tapi memilih langsung mematikan lampu tidur. Mile butuh banyak tenaga untuk besok, sementara Apo mengeluarkan hadiah-hadiah yang lain. Ada baju, long-coat, jaket, topi, jam tangan, tas pria, sabuk, syal, beany, sarung tangan, cincin stylish, earrings, bahkan bodychain dan celana dalam seksi juga ada--HEI! DASAR INDIGO SEMBARANGAN!
Apo seharusnya tahu hadiah Mile bukan sembarang hadiah. Karena ini bukan cuma soal total harga. Di antara semua paper bag ada yang isinya mengherankan, sebab di sana terdapat kondom anal, dildo, vibrator, nipple pinch, lubrikan ... bahkan dilengkapi dengan memo kecil juga.
"Pakailah kalau tidak tahan, tapi jangan seks selain denganku lagi."
"Benar-benar pria dengan otak porno ...." gerutu Apo seketika. Dia pun segera beres-beres dan menata semuanya ke rak fashion, cuci muka, lalu tertegun saat menerima chat beruntun dari Flo Erdenick.
[Apo, maaf kemarin aku ada urusan yang sangat penting. Tidak bisa menunggu sampai kalian keluar. Jadi harus mengeceknya terlebih dahulu]
[Tapi, apa kau tahu? Saat ngobrol dengan teman ada informasi penting. Katanya keluarga Romsaithong benar-benar mencari jodoh anaknya]
[Maksudku, kau lihat tidak keponakannya yang lucu? Abby masih butuh sosok ibu--atau Papa (?) untuk menemaninya kemana-mana. Dia terlalu kecil untuk ditinggal orangtuanya kecelakaan. So, kurasa ini memang serius. Karena si Mile takkan punya waktu jika mengasuhnya seorang diri]
__ Flo
"Oh, shit ...." desah Apo. "Ini ternyata bukan lelucon rupanya ...."
Bersambung ....