"Untuk berdamai dengan kebahagiaan, aku memilih membebaskan diri dan terbang ke langit."
[Apo Nattawin Wattanagitiphat
Apo pun terkesiap seketika. Wajahnya refleks jadi pucat. Apalagi Mile mengunci pintu lalu membuang kuncinya.
BRAKH! Cklek! Crakh!
Entah lari kemana benda itu. Mungkin kolong meja atau rak-rak buku? Bisa jadi masuk ke aquarium juga.
"Kau harusnya tidak mengetes kesabaranku," kata Mile sambil melangkah maju. Apo pun mundur-mundur, tapi kesadarannya cepat kembali.
"Apa? Ini benar-benar akan jadi pelecehan," kata Apo yang balas merangsek maju. Dia pun mendorong bahu kiri Mile secara kasar. Tapi Mile tak terima ditunjuk-tunjuk bagaikan sampah. Siapa Apo sampai memperlakukannya begitu? Mile pun menjambak piama depan sang penyanyi nakal. Lalu melemparnya ke sofa tunggal.
KRAKKH! KRAKKH!
BRUGH!
"...."
"HEI, BEDEBAH!" teriak Apo karena kancing-kancingnya rontok semua. Demi Tuhan dia tidak tahu Mile seniat itu, karena Apo langsung belingsatan begitu diborgol ulang.
KACRAK! KACRAK!
"DIAM!"
"CUIH!"
Mile terpejam karena diludahi, sementara Apo tampak kecewa.
"Kau ...."
"KENAPA SAMPAI BEGINI SEGALA?! GILA YA?!" teriak Apo karena dia tak menyangka. Bisa-bisanya Mile kepikiran membawa benda seks juga. Berani sumpah Apo melihat dua kondom berceceran dari saku jas Mile Phakphum. "KAU ITU TAMPAN, KAYA, DAN SUPER-SUPER ISTIMEWA! JANGAN AKU, BRENGSEK! CARI ORANG! Aku yakin ada ratusan yang mengantri di luar sana ...."
Mile justru mengabaikan perkataan Apo. Dia mengusap wajah tanpa emosi, lalu mengganda borgolan dengan tali dasi. Biarkan, pikirnya. Target liar ini benar-benar harus diberangus sekarang.
"Terus kenapa jika bukan mereka yang kuinginkan?" tanya Mile, dia melirik puting Apo yang terlihat jelas pada dada mulusnya. "Bukankah orang berkuasa sepertiku pantas menginginkan siapa pun yang aku mau?" bisiknya dengan jarak wajah super dekat.
Apo sampai merasa hembusan napas Mile pada wajahnya, tapi dia tak bisa meludah lagi karena sudah dicium. Tentu saja bagian tubuh bawahnya melawan. Dia menendang-nendang tapi diduduki. Dan tangannya dikepal dalam satu remasan.
"Sial! Sakit, Mile! Sakit!" batin Apo karena pergelangan tangannya mulai memerah. Sayangnya lelaki itu dipepet hingga kepalanya bersandar. Punggung sofa kini jadi dinding paling memuakkan, apalagi Mile tak suka membuang waktu.
Sambil terus melumat, lelaki itu pun melucuti celana Apo. Mile juga melempar dalaman ketat di bawah, tersisalah atasan motif kucing yang naik turun bersama dada Nattawin. "Mmh! Mhh!" protes Apo dengan mata melotot. Urat lehernya keluar karena kakinya langsung dilebarkan, dan dia merintih karena bokongnya ditampar-tampar.
PLARR! PLARR!!
"Bagaimana? Hah?!"
"Argsshhh ...." keluh Apo dengan kening berkerut-kerut. Bibirnya pun langsung terlepas, tapi dia memandang Mile sedikit takut. Menurutnya, sedikit BDSM tak masalah, tapi terpaksa beda dengan kerelaan. Apo benci dengan keintiman mereka sekarang. Dia pun tremor meskipun samar, dan matanya berkaca-kaca pada tamparan yang lain.
PLARR! PLARR! PLARR!!
"Arrrghh, Mile--aassh, tolong ...."
PLARR!! PLARR!! PLARR!!
"Sebut namaku lebih keras lagi," kata Mile tanpa ampunan.
PLARR!! PLARR!! PLARR!!
"NO! PUTAIN! KAU INI BENAR-BENAR TIDAK WARAS!" (*)
(*) Makian slang ala Perancis. Artinya pelacur. Bisa jadi lelaki atau perempuan.
PLARR! PLARR! PLARR!
"MENURUT! KATAKAN!"
"Mnhhhh."
Namun, makin merah bokong kiri Apo, makin menjadi juga Mile Phakphum. Lelaki itu tak memindah areal tamparan, malahan kini meremas brutal.
"Mile--"
Lupakan soal rasa kasih. Karena kalau Apo memberikan bokong ini pada orang lain lagi, Mile pasti memikirkan hukuman yang lebih parah.
"Mmh. Nnh." Apo pun menunduk dengan air mata yang nyaris jatuh. Dia tak menangis saat tamparannya dihentikan, tapi membuang muka hingga bibir Mile salah menabrak.
"MINGGIR!"
BRAKH!
"Oh? Kau lebih senang memberikan lehermu? Bagus ...." kata Mile yang tidak masalah. Dia pun menandai bagian itu pada beberapa tempat, tanpa peduli bentakan Apo.
"Sial! Mile! Sumpah! Besok aku ada pemotretan! HENTIKAN! MILE!"
BRAKH!
Apo pun mendongak karena gigitan itu berpindah lagi. Dia mendesis karena gigitan tersebut sangatlah perih, bahkan mengeluarkan darah yang tipis-tipis.
"Terus apa gunanya Flo kularang semalam?! Sinting! Orang ini benar-benar sinting!" teriak Apo dalam hati. Bibirnya pun ikut gemetar, tapi akhirnya bisa menendang Mile hingga lelaki itu nyaris terjengkang.
JDUGH!
"HEI!"
BRAKHHHH!!
"AAAAKHHH!"
Sayangnya, itu malah jadi tindakan keliru. Dengan berdiri Apo justru gampang sekali dibalik, jadi lelaki itu berlutut di sofanya. Dia dibekuk ke depan dengan tangan yang tak bisa kemana-mana, sementara Mile mengeluarkan lubrikan kecil dari dalam sakunya.
"NO! MILE! SUDAHI!" teriak Apo karena lubangnya dibaluri dari belakang. Dia merinding karena dinginnya masuk ke dalam bersamaan lihainya gerakan jemari si Romsaithong. "Aahhh ...." desahnya dengan dagu yang terangkat naik.
"Angkat kakimu satunya," kata Mile yang amarahnya belum surut juga. Dia menata betis kiri Apo agar naik ke tangan sofa, menikmati bagaimana ekspresi menarik itu mulai berubah.
"Aahhh, Mile. Bangsat--nnh," geram Apo yang lehernya dicekik naik dari dadanya. Lutut lelaki itu sempat goyang sebentar. Lebih-lebih saat benda yang lain masuk.
Sesuatu. Hal yang teramat keras, tapi bukan penis Mile. Tunggu, benda itu kini teremas dalam lubang ketatnya.
Oh, shit! Dildo!
"Aannh. Mmh."
Keparat ini--
--aku nanti pasti akan .....
"Enak kan? Bilang sejujurnya saja, Apo Nattawin," bisik Mile sambil menggigit telinga Apo. Dia membuat gerakan makin keras di dalam sana, sekedar membuat jalan untuk penisnya yang lebih besar.
"Aahhhh, pelan-pelan--FUCK!" maki Apo karena dildo sedang itu terus menyodok-nyodok lubangnya. Otak Apo gelap membayangkan Mile ke toko seks hanya untuknya, lebih lebih karena gerakan ini terlampau lama.
Oh, gosh! Mile pun membuatnya gila sampai ingin muncrat, tapi menyiksanya pada saat pelepasan.
"AKHHH! SAKIT! SAKIT!" teriak Apo dengan kening menyeruduk sofa. Dia merasa tanggung karena penisnya diremas. Tapi Mile membiarkannya. Malahan lelaki itu menyeringai karena sperma Apo gagal keluar. Dia menggigit sang aktor yang lupa akting, lalu menjilat sepanjang tengkuk jenjangnya.
"Mau ejakulasi, hm? Manis sekali kedengarannya," puji Mile menyindir. "Kau harus patuh untuk mendapatkannya, kucing nakal. Jadi dengarkan kata-kataku--
DEG
"BRENGSEK! TIDAK--AAKHHH!"
"Yakin?" kata Mile dengan sodokan dildo yang makin jauh. Dia pun membuat mata Apo mulai bercucuran, tapi lelaki itu tetap saja keras kepala.
"Aku akan membunuhmu setelah ini ...." kata Apo. Dia yang membayangkan pekerjaan besok jadi berantakan, sudah stress duluan saat Mile melepas sabuk. Oh, coba dengarkan bunyi gaduh di belakang sana. Telinga Apo pun memerah karena suara restleting turun, dibarengi masuknya benda yang lebih perkasa ke dalam tubuhnya. "AHH! SSHHHHH ...." desisnya kepalang hasrat.
Mile tidak melepaskan remasannya pada penis Apo. Lelaki itu malah mengocok ribut di sana. Lalu menumbuk dan mengurut dalam waktu bersamaan. Apo pun tidak melawan lagi.
Sumpah, siapapun ... Apo bingung karena sodokan Mile terlalu kencang. Dan itu memburamkan segala hal jernih dalam kepala. Dia pun hanya mendesah meskipun benci, tapi mengikat hatinya sendiri.
"KATAKAN! CEPAT!"
PLARR!
"TIDAK!" tolak Apo meski bokongnya kirinya sudah membiru. Dia pikir, lebih baik menerima tamparan Mile, daripada disuruh berjanji dengan hubungan mereka. "KAU INI TIDAK BERHAK MENGATUR-ATURKU! MILE! PERGI!"
PLARR!! PLARR!! PLARR!! PLARR!!
PLARR!! PLARR!! PLARR!! PLARR!!
Apo pun menjerit saat dia sudah tidak tahan lagi. Suaranya sampai memecahkan ruang, tapi takkan terdengar di luar sana.
"Hei, apa kabar, Flo? Kenapa kau tidak mendobrak pintunya juga?" batin Apo meski dia mendengar gedoran terus menerus. Lelaki itu tersiksa karena Mile selalu melarangnya muncrat, padahal seharusnya sudah beberapa kali.
Sial, sial, sial ....
Dia pun lemas setelah ronde keempat, dan tenaganya habis karena tidak mendapatkan apa-apa. Malahan tubuh Apo meleyot seperti jeli. Dia pasrah, meski digendong bridal menuju ranjang, padahal selalu membenci hal itu.
BRUGH!
"Hahh ... hahh ... hahh ... hahh ...." desah Apo yang tersengal-sengal. Dia yang berkeringat pun hanya tergolek diam, mulai kehilangan sinar dari dalam matanya. "Mmnnh. Nnmm." Lelaki itu juga membiarkan Mile memenuhinya untuk yang kesekian. Dia capek karena hanya menjadi boneka, dan itu adalah pengalaman kedua kali.
Deg ... deg ... deg ... deg ....
.... ya, kedua kali, memang. Termasuk cara Mile membuatnya menangis lelah. Lelaki di depannya ini benar-benar membuatnya ingat dengan pengalaman di masa lalu ....