webnovel

Bangsat Boys

Jeka pemuda badung ketua geng Bangsat Boys tengah mengalami patah hati akut. Pada suatu hari ia bertemu dengan gadis polos bernama Unaya. Kesepakatan yang tak terduga terjadi, terlibatlah mereka dalam sebuah hubungan pacaran kontrak. Hubungan yang mulanya hanya berlandaskan saling menguntungkan tiba-tiba berubah menjadi hubungan rumit dan menyesakkan. Dan disinilah titik balik leader Bangsat Boys bermula.

nyenyee_ · Urbain
Pas assez d’évaluations
69 Chs

Roti Sobek Jeka

Jeka meminta antek-anteknya untuk menunggu di depan kompleks perumahan selagi ia menjemput tuan putri di rumahnya. Unaya sudah menunggu Jeka di depan rumah ditemani Irene dan Jeni, sementara Helena? Gadis itu bahkan mengurung diri kembali setelah pertengkarannya dengan Irene tadi pagi. Irene terus saja memberi wejangan-wejangan pada Unaya agar tidak bandel di sana, wanita itu bahkan sampai berbohong pada suaminya agar Unaya bisa ikut konvoi.

Jeni diam saja, gadis itu tidak berkomentar. Memang agak aneh karena akhir-akhir ini Jeni jadi pendiam. Ditambah gadis itu tiba-tiba minta pindah tempat bimbel agar bisa menghindari Yeri. Sudah cukup Jeni tahu mengenai kehidupan mama kandungnya, bahkan ia mendapatkan bonus yang tak terduga; fakta jika pacar Kakak-nya adalah anak tiri mama kandungnya. Jika mengingat hal itu, otak Jeni mendadak error.

"Awas ya kalau sampai pulang-pulang hamil!". Omel Irene frontal sekali hingga Unaya dibuat menganga. Gadis itu menepukkan kepalan tangannya di lutut kemudian di kepala beberapa kali, gerakan amit-amit.

"Amit-amit! Ihhh Mama kok ngawur banget sih ngomongnya?! Omongan bisa jadi doa lho!". Omel Unaya balik. Irene cekikikan, niatnya kan cuma bercanda eh dianggap serius juga.

"Haha. Bercanda kali, Mama percaya kalau kamu bisa jaga diri. Jangan lupa sering-sering kabarin Mama!". Peringat Irene sambil mencubit kedua pipi gembul Unaya.

"Una kan besok udah pulang, lagian Una udah gedhe Mama". Rengek Unaya sembari memajukan bibir bawahnya.

"Iya ngerti, tapi kamu kan sakit...".

"Iya-iya Mama, Una paham kok". Potong Unaya cepat-cepat, gadis itu memang tidak suka jika ada orang yang mengungkit tentang penyakitnya.

Beberapa detik kemudian Jeka sampai di depan rumah Unaya dengan penampilan khas anak motor. Memang dasarnya tampan rupawan, mau pakai baju apa saja juga tetap menawan. Pemuda itu turun dari motornya dan seperti biasa menyalami tangan Irene. Setelah itu ia mengacak rambut Unaya dengan gemas.

"Si cewek hobi merengek udah siap belum?". Ledek Jeka yang membuat Jeni dan Irene cekikikan sementara Unaya kembali memajukan bibir bawahnya. Gadis itu menghentakkan kakinya kemudian meninju lengan Jeka, membuat si empunya berakting sok kesakitan.

"Aw! Habis makan apa sih? Tenaganya gedhe banget".

"Hihhh! Dasar lebay! Ayo kita kemon!". Seru Unaya sembari menarik ujung jaket Jeka menuju pagar rumah.

"Heh! Gak sopan ini cewek, belum pamit sama Mama!". Tegur Jeka. Unaya meringis, gadis itu berlari kecil kemudian memeluk Jeni dan Irene bergantian.

"Ma, Una pergi ya. Janji kok bakal kabarin Mama terus". Pamit Unaya. Irene tersenyum kemudian memeluk Unaya sekali lagi.

"Beneran ya? Awas kalau sampai bikin Mama kepikiran di sini! Jeka inget ya janji kamu!". Kata Irene tegas sambil menatap tajam kearah Jeka. Jeka mengangguk dengan mantap sambil mengacungkan jempolnya.

"Siap Tan. Tanpa Tante suruh, Jeka pasti bakal jagain Unaya". Sahutnya.

"Hati-hati Kak!". Dan hanya sepatah kalimat itulah yang Jeni katakan sebelum Jeka dan Unaya meninggalkan area rumah. Setelah Unaya dan Jeka pergi, barulah Irene menatap Jeni dengan curiga. Gadis itu terlihat gugup sembari menunduk melihat jari-jari kakinya.

"Kenapa sih Jen? Kok kamu jadi kaku gitu sama Jeka? Mama liat dari kemarin kamu juga gak banyak interaksi sama Kakak. Ada masalah?".

"Eh?". Jeni kaget begitu Irene menanyakan hal yang memang sedang mengganggu pikirannya akhir-akhir ini.

"E-enggak kok Ma. Jeni tuh cuma lagi stress aja gara-gara udah kelas tiga, bentar lagi mau SMA hehe. Ya udah deh Ma, Jeni mau belajar lagi". Dan setelah itu Jeni masuk ke dalam rumah dengan tergesa-gesa, Irene mengernyitkan keningnya. Mencerna apa yang terjadi pada Jeni, wanita itu cemas dua anak gadisnya seperti tengah menyimpan masalah sendirian.

"Ada masalah di tempat bimbel kali ya makannya kemarin dia minta pindah". Gumam Irene kemudian.

--Bangsat Boys--

Jeka melirik Unaya dari kaca spion, pemuda itu tersenyum jahil sebelum dengan sengaja mengerem motornya mendadak.

"JEKA! NAKAL!". Teriak Unaya sembari memukul helm Jeka.

"HAHAHA...". Jeka terbahak, menjahili Unaya adalah hobinya. Wajah marah gadis itu sangat lucu, ditambah wajah merah-nya karena malu.

"Aduh heum parah ngik! Bisa bener si Bos modus-nya". Komentar Bambang yang tadi melihat aksi modus Jeka, bukan hanya Bambang saja sih yang melihat tapi semuanya juga.

"Tahu nih! Gue bonceng loe aja ya Bam". Unaya sudah hendak turun dari motor namun Jeka segera menggenggam tangan gadis itu.

"Gak! Menang banyak ntar si Bambang!". Kata Jeka sembari menatap Bambang dengan hina.

"Yaelah Bos, menang banyak apaan sih? Mana berani gue modusin Bu Bos, su'udzon aja elah!". Sahut Bambang memelas hingga yang lain dibuat terbahak.

"Ya mohon maaf nih Bam, kalau ngeliat muka loe bawaannya bikin su'udzon aja sih. Cabut!". Seru Jeka yang kembali melajukan motornya menuju rumah cewek o'on. Victor menyalip Jeka sebelum berujar.

"Ijin nyalip Bos, nanti doi nunggu kelamaan. Duluan ya!". Jeka mengacukan jempolnya tanda menyetujui, dan setelah itu Victor menarik gas-nya dengan kencang menuju rumah Ririn duluan.

"Si Victor tuh emang suka sama Ririn ya?". Tanya Unaya kemudian. Jeka menggedikan bahunya sebelum menjawab.

"Auk! Penting gitu buat gue tahu?". Unaya memutar bola matanya malas, cuek-nya Jeka pada orang lain memang luar biasa.

"Ya dia kan temen loe. Kalau Victor baper gara-gara ditembak Ririn waktu itu, kayaknya salah gue deh". Ujar Unaya yang mendadak merasa bercandanya kelewatan. Sudah jelas jika Ririn suka dengan orang lain, dan ia justru memaksa Ririn untuk menembak Victor. Dan parahnya Victor sudah baper duluan, poor Victor.

"Kok salah loe emang kenapa?".

"Sebenernya Ririn nembak Victor cuma buat bercanda, waktu itu kita taruhan". Jeka menghembuskan nafasnya, masalah hati kok buat bercandaan sih Na?

"Ya parah banget sih. Loe tahu? Victor baper beneran waktu itu, ternyata dia udah suka sama Ririn dari dulu dan baru cerita ke-temen-temen sekarang. Si Ririn suka juga gak sebenernya sama Victor?". Tanya Jeka sembari menarik tangan Unaya untuk melingkari pinggangnya karena hendak ngebut.

"Ririn udah suka sama orang lain, kang Daniel tukang fotocopy di perempatan deket sekolah".

"Terusin nanti lagi yank ceritanya, keburu malem ini". Kata Jeka kemudian menarik gas-nya kencang membelah jalanan kota Jakarta sore ini, menyalip sana-sini hingga membuat Unaya harus memeluk pinggang pemuda itu erat agar tidak jatuh.

Dari jarak sekitar lima meter, nampak Victor yang duduk diatas motornya dengan Ririn yang berdiri disamping motor pemuda itu. Jeka menangkap ada yang tidak beres diantara keduanya, lantas saja pemuda itu berhenti tepat disamping motor Victor dan membuka kaca helm-nya.

"Kenapa berhenti? Langsung jalan aja Sat!". Tegur Jeka.

"Jim, loe boncengin Ririn. Gue duluan, bye!". Victor langsung melajukan motornya dengan ugal-ugalan sebelum Jeka sempat mengomel.

"Lah! Kampret juga tuh anak!". Gerutu Jeka. Unaya sempat menatap kearah Ririn, wajah gadis itu terlihat suram.

"Yodah Rin, sini loe bonceng gue aja". Tanpa membantah, Ririn berjalan kearah motor Jimi dan langsung membonceng. Dan setelah semuanya siap, mereka melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda.

--Bangsat Boys--

"Berantem loe sama Victor?". Tanya Jimi sok akrab pada Ririn. Ririn menghembuskan nafas berat sebelum menjawab.

"Dia marah sama gue, ya wajar sih dia marah. Tadi dia nembak gue, tapi gue tolak". Sahut Ririn dengan jujur.

"Idih sok jual mahal banget sih loe cewek o'on! Biar somplak begitu, banyak yang ngantri buat jadi pacar Victor". Omel Jimi panjang lebar hingga membuat Ririn emosi juga.

"Heh! Sasuke temen-nya Naruto, yang namanya hati gak bisa dipaksa! Biar dia gantengnya kayak cowok anime di webtoon, kalau gue gak sreg ya ogah lah! Apalagi kepribadian kita sama, gue mau nyari yang beda gitu loh". Jelas Ririn, Jimi manggut-manggut. Benar juga sih, hati memang tidak bisa dipaksakan. Jimi juga merasakannya, biarpun banyak gadis hits yang mendekatinya namun hati pemuda itu hanya untuk Bebi anak-nya Mak Surti seorang.

"Bener juga apa kata loe. Victor somplak parah, loe juga. Kalau jadi satu apa gak runtuh dunia percintaan di Indonesia?". Komentar Jimi kemudian.

"Nah itu loe tahu. Tapi gimana nih? Si Victor ngambek gitu. Gue masih mau best friend-an sama dia padahal".

"Halah dia mah dikenalin sama cewek cakep dikit juga ilang marahnya. Vi itu gampang jatuh cinta tapi gampang juga move on-nya". Sahut Jimi yang membuat Ririn mengangguk paham.

"Oh gitu ya. Yodah deh nanti gue kenalin aja dia ke temen gue. Thanks Jim". Ujar Ririn dengan tulus. Gadis itu lega bukan main, setidaknya ada jalan untuk bisa berbaikan dengan Victor. Sekeras apapun Ririn berfikir, gadis itu merasa jika ia dan Victor hanya cocok menjadi teman saja.

Sementara itu Unaya terus saja mengoceh sambil ngemil hingga kadang membuat fokus Jeka buyar. Jika disuruh memilih konvoi sendiri atau ajak pacar, maka Jeka akan memilih konvoi sendiri. Unaya berisik soalnya, wkwk. Gadis itu juga sesekali menyuapi Jeka snack, jika pemuda itu menolak maka si pacar akan marah.

"Yank, diem dulu kenapa sih! Nanti nabrak kalau fokusnya ke bagi...". Omel Jeka, bukannya marah Unaya justru terkekeh sembari menyuapi pemuda itu jeruk. Jeka akhirnya berhenti mengomel sambil mengunyah jeruk dengan emosi.

"Gak usah ngomel! Nanti cepet tua!".

"Idih! Baru ngomel sekali padahal. Situ kali yang hobinya ngomel". Unaya diam saja, gadis itu justru memajukan kepalanya kemudian mengaca di spion motor.

"Lidah gue jadi kuning kebanyakan makan jeruk". Gumam Unaya. Jeka terkekeh geli, pemuda itu ikut menatap kearah spion motornya.

"Mana coba liat lidah-nya". Unaya langsung menjulurkan lidahnya kearah Jeka.

"Nanti aja kalau mau ngajak bertarung, gak enak lagi dijalan". Kata pemuda itu tidak jelas membuat Unaya memukul helm Jeka untuk yang kesekian kalinya.

Lama-lama Unaya mulai lelah, tanpa sadar gadis itu tertidur dibelakang hingga Jeka memelankan laju motornya dan meminta antek-anteknya untuk duluan. Pemuda itu mengendarai motor dengan satu tangan sementara tangan yang satunya ia gunakan untuk memegangi tangan Unaya agar gadis itu tidak jatuh.

"Gelindingin aja Jek, anak nyusahin kayak Unaya". Seru Ririn yang niatnya bercanda. Jeka terkekeh begitu juga dengan Jimi.

"Kalau dia ilang, siapa yang ngandung calon anak-anak gue?". Sahut Jeka hingga membuat Ririn dan Jimi enek setengah mati, keduanya berakting seolah-olah mau muntah.

"Cin! Bucin!". Teriak Jimi sebelum menyalip Jeka. Jeka cengengesan sendiri, pemuda itu melirik Unaya yang menyandarkan kepalanya dipunggung tegap-nya.

"Bisa-bisa nya sih Na loe tidur disaat kayak gini?". Gumam Jeka sembari terkekeh sendiri. Alhasil Jeka mengendarai motornya pelan sekali, padahal mereka sudah hampir sampai di tempat tujuan.

--Bangsat Boys--

Jeka dan Unaya sampai di Villa maghrib. Pemuda itu meminta Jaerot untuk memegangi Unaya selagi ia turun dari motor, kelihatannya gadis itu memang sangat kelelahan. Jeka langsung membopong Unaya menuju kamar utama, kamar milik pemuda itu tentu saja. Villa milik keluarga Jeka ada empat kamar; kamar utama, dan tiga lainnya adalah kamar tamu. Jeka membebaskan antek-anteknya memilih kamar manapun kecuali kamar utama, itu hak paten-nya.

"Bos, ini tas-nya mau ditaruh mana?". Ujar Jaerot sembari mengangkat tas ransel Unaya yang membuat Jeka menghentikan langkahnya sejenak.

"Taruh aja di kamar cewek o'on, gak mungkin juga kan Unaya tidur sama gue?".

"Hehe. Ya siapa tahu aja Bos. Bawa pengaman kan? Aman dong". Canda Jaerot.

"Fuck!". Sahut Jeka kemudian melanjutkan langkahnya sebelum mendengar Jaerot bicara yang aneh-aneh lagi. Jeka lantas menatap gadis yang tengah berada digedongannya. Mana mungkin ia berani menodai gadis polos seperti Unaya? Jeka cinta mati pada gadis ini, tidak mungkin ia tega menghancurkan masa depan yang telah ditata dengan rapi-nya oleh Unaya.

Jeka membaringkan Unaya diatas ranjang dengan hati-hati. Dilepaskannya sepatu gadis itu dan ia tutup tubuhnya dengan selimut. Jeka mengusap rambut Unaya kemudian mencubit kecil pipi gadis itu.

"Dibilangin ngeyel sih, capek kan". Gumam Jeka kemudian melepas kaos-nya begitu saja, hendak mandi. Unaya kan sedang tidur jadi tidak masalah jika ia buka-bukaan didepan gadis itu.

Drttt... drtttt...

Ponselnya bergetar, ada telepon dari Irene. Jeka langsung mengangkatnya lantaran tahu jika wanita itu pasti mengkhawatirkan keadaan Unaya.

"Halo, Tante". Sapa Jeka.

"....".

"Unaya-nya ketiduran Tan, hape-nya lowbat mungkin makannya gak aktif".

"....".

"Siap, nanti Jeka suruh Unaya hubungin Tante kalau udah bangun". Dan setelahnya Jeka masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Tiga puluh menit kemudian...

Hawa dingin yang menusuk kulitnya membuat Unaya terjaga. Hawa yang jauh berbeda dengan di Kota, gadis itu menggigil sambil menatap sekitar dengan bingung. Bertanya-tanya dimanakah Jeka berada? Dan yang dipertanyakan-pun muncul dari arah kamar mandi dengan hanya berbalut handuk dibagian bawah tubuhnya. Unaya sempat tertegun, bagaimana mungkin ia justru melihat Jeka shirtless versi dewasa?

Gadis itu mengucek lagi matanya dan Jeka versi remaja kembali di penglihatannya, hal itu membuat Unaya bernafas lega. Jangan-jangan bayangan asal-nya tadi adalah gambaran kehidupannya dengan  Jeka dimasa depan, saat pemuda itu selesai mandi dan tanpa malu shirtless didepan istrinya :3 ahhh... wajah Unaya merona karena pikiran ngawurnya.

"Kenapa? Terpesona ya sama tubuh gue?". Tanya Jeka dengan percaya dirinya sembari mengambil baju di dalam tas ransel.

"Gak juga, kan gue udah sering liat roti sobek punya oppa-oppa Korea. Roti sobek loe biasa aja". Sahut Unaya dengan santainya.

"Uhuk!". Jeka langsung tersedak ludahnya sendiri. Astaga gadis didepannya ini polos sekali. Mendadak tingkat kepercayaan dirinya menguap seketika, Jeka malah jadi malu sudah shirtless didepan Unaya.

"Y-ya kan beda. Kenapa harus dibanding-bandingin sama punya oppa-oppa Korea sih?". Kata Jeka dengan gugup.

"Sebenarnya sih gak ada beda, ah roti sobek loe lumayan juga ternyata setelah dilihat-lihat". Sahut Unaya sembari menunjuk-nunjuk abs Jeka. Lantas saja Jeka langsung menutup tubuhnya sendiri dengan tangan, pemuda itu malu karena tubuhnya ditatap oleh Unaya.

"Sana mandi dulu, terus kita cari makan". Tanpa protes Unaya langsung masuk ke dalam kamar mandi hingga Jeka bisa bernafas lega. Pemuda itu memakai bajunya secepat kilat. Bahaya jika ia sekamar dengan Unaya, hawa dingin begini mendukung lagi. Semoga janjinya dengan Mama Irene bisa ia tepati, tapi cium dikit boleh lah ya :3

--Bangsat Boys--