webnovel

Bangsat Boys

Jeka pemuda badung ketua geng Bangsat Boys tengah mengalami patah hati akut. Pada suatu hari ia bertemu dengan gadis polos bernama Unaya. Kesepakatan yang tak terduga terjadi, terlibatlah mereka dalam sebuah hubungan pacaran kontrak. Hubungan yang mulanya hanya berlandaskan saling menguntungkan tiba-tiba berubah menjadi hubungan rumit dan menyesakkan. Dan disinilah titik balik leader Bangsat Boys bermula.

nyenyee_ · Urbain
Pas assez d’évaluations
69 Chs

Complicated

Percaya atau tidak namun kali ini Unaya yang mendominasi. Entah Jeka harus bersyukur atau malah merutuki dirinya sendiri karena telah membuat Unaya menjadi senakal ini. Jeka hendak melepas ciuman mereka namun dengan cepat Unaya menekan tengkuk pemuda itu dan memperdalam ciuman. Rasanya sulit sekali menahan hasrat jika sudah begini, Jeka menunggu Unaya menghentikan aksi bejatnya.

Namun bahkan saat tangan Jeka menelusup masuk ke dalam baju Unaya-pun gadis itu seakan memberi akses. Jeka menghentikan gerakan tangannya, ini tidak benar. Unaya dititipkan padanya bukan untuk dirusak. Dengan paksa Jeka melepas ciuman mereka dengan nafas memburu. Unaya dengan bibir bengkak dan sedikit terbuka menatap Jeka dengan tatapan sayu seakan bertanya; kenapa?

"Kok loe gak berhentiin gue?". Tanya Jeka dengan suara serak. Tak usah ditanya segugup apa pemuda itu, yang jelas ia bahkan sudah merasakan aneh dibeberapa titik tertentu hanya karena sentuhan Unaya.

"Gue gak masalah kok, asal sama loe". Jeka sontak membulatkan matanya. Apa gadis yang ada dibawahnya ini adalah Unaya? Gadis polos yang beberapa bulan lalu ia ajak pacaran kontrak? Jeka menyentuh dahi Unaya sebelum menjawab.

"Pasti loe masih pusing makannya linglung gini". Ujar Jeka yang hendak bangkit namun lagi-lagi Unaya menghentikannya. Apa Unaya itu tidak tahu jika Jeka mati-matian menahan diri untuk tidak menyerangnya saat ini juga? Kenapa gadis itu berani sekali bermain-main dengan hormon seorang lelaki?

"Please...". Rengek Unaya sembari menggapai tangan Jeka dan hendak ia arahkan ke dadanya, untung saja Jeka masih waras. Pemuda itu langsung menarik tangannya menjauh dan menatap Unaya tidak suka.

"Astaga apa yang ada dipikiran loe Na?! Gue itu sayang banget sama loe, dan gue gak mau ngerusak loe. Gue tulus sayangnya, bukan nafsu. Paham?". Dan karena perkataan Jeka, Unaya jadi malu sendiri. Astaga sepertinya ia linglung sekali sampai-sampai meminta hal gila pada Jeka seperti tadi. Alhasil gadis itu hanya bisa diam, tidak tahu harus melakukan apa.

"Jangan diulangi lagi, gue mau ngecek luar dulu". Kata Jeka dengan lembut sembari mencium dahi Unaya kemudian keluar dari kamar-- otw kamar mandi. Sementara Unaya, gadis itu langsung menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Malu, malu buuuuangeeeeetttt!!!

Meski mencoba untuk melupakan kejadian semalam, toh Unaya tetap saja tidak bisa. Gadis itu bungkam seribu bahasa setelahnya, bahkan saat Jeka telah menghentikan motornya tepat di depan rumahnya. Jeka tahu Unaya-nya malu, dan karena itulah pemuda itu bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun. Lagian ia juga merasa malu karena telah hampir melecehkan Unaya, ya meskipun gadis itu tidak keberatan sih.

"Kalau Bapak-nya tahu, bisa digampar gue". Batin Jeka yang mencoba untuk menguasai diri. Pemuda itu membuka helm-nya dan menatap Unaya serius.

"Na, maaf ya soal kejadian tadi malam. Gue kurang ajar sama loe". Kata Jeka sungguh-sungguh. Unaya sedikit kaget saat Jeka meminta maaf, bukankah seharusnya ia yang meminta maaf karena menyerang duluan?

"Eh? Loe gak salah kok. Gue yang harusnya minta maaf, gue...". Saking malunya, Unaya bahkan sampai tidak sanggup melanjutkan perkataannya. Jeka terkekeh kemudian mengacak-acak rambut Unaya dengan gemas.

"Haha. Gemesin banget sih, sampai pipinya merah gitu". Ledek Jeka sambil menunjuk-nunjuk pipi Unaya yang bersemu merah.

"Ihhh. Jeka apaan sih? Gak lucu tahu!". Sahut Unaya dengan salting-nya sambil menangkup pipi-nya sendiri.

"Una?". Jeka dan Unaya reflek menoleh setelah mendengar nama Unaya dipanggil. Unaya membulatkan matanya karena kaget melihat Papa-nya sudah pulang kerumah. Jeka langsung turun dari motornya dan menatap Papa Unaya dengan kaku. Suryo menatap Jeka dan Unaya dengan tatapan datar. Lelaki itu marah sekali lantaran Unaya pergi tanpa ijin dengan seorang pemuda. Irene yang ada dibelakang suaminya hanya bisa diam menunduk karena sudah pasti setelah ini dua muda-mudi itu akan kena marah.

"Papa? Kok Papa udah pulang?". Tanya Unaya yang mendadak gugup. Gadis itu gelisah sekali, bagaimana kalau Papa-nya marah besar? Ia sudah melanggar dua peraturan yang dibuat Suryo. Pertama; ia nekat pacaran dengan Jeka dan yang kedua; ia pergi jauh tanpa minta ijin.

"Dia siapa?". Tanya Suryo sembari menggedikan dagunya kearah Jeka. Lelaki itu sengaja mengabaikan pertanyaan Unaya, ia lebih tertarik dengan sosok pemuda yang telah merubah putrinya sangat jauh.

"Pagi Om, saya Jeka". Sapa Jeka sesopan mungkin sembari menyalami tangan Suryo, masih mending lelaki itu mau menerima jabatan tangannya. Begitulah batin Jeka.

"Pacarnya Una?". Tanya Suryo langsung, telak membuat Jeka bungkam. Pemuda itu masih ingat betul jika Unaya pernah menolaknya dengan alasan dilarang pacaran oleh Papa-nya. Jeka ragu hendak menjawab apa, alhasil pemuda itu menatap kearah Unaya seakan meminta persetujuan gadis itu untuk mengatakan yang sejujurnya pada Suryo. Unaya menggeleng kecil sebagai kode agar Jeka diam saja, namun pemuda itu merasa pengecut jika tidak berani menghadapi ayah dari gadis yang ia sayangi. Dan dengan mantap Jeka menjawab;

"Iya Om, saya pacarnya Unaya". Suryo cukup terkesan dengan jawaban lantang Jeka yang berani. Padahal jelas-jelas sedari tadi lelaki itu sudah memasang wajah tak sukanya pada Jeka.

"Beraninya kamu ngajak anak saya pacaran. Kamu pikir kamu siapa seenaknya begitu?! Gak minta ijin sama saya!". Omel Suryo yang benar-benar marah. Jeka menunduk merasa bersalah, memang seharusnya ia tidak boleh gegabah dengan memaksa Unaya menjadi pacarnya.

"Pa, jangan marahin Jeka. Unaya kok yang mau". Kata Unaya membela Jeka, dan hal itu sukses membuat Suryo semakin tidak menyukai pemuda itu.

"Beraninya kamu belain dia. Kamu jadi bandel pasti gara-gara dia kan?! Sampai-sampai kamu nekat pergi ke puncak tanpa bilang sama Papa dulu!". Unaya terlihat ketakutan karena dibentak Suryo, Jeka tentu saja tidak tega melihatnya. Apa jadinya kalau Suryo tahu Unaya sempat pingsan saat sampai di puncak? Mungkin ia akan dihajar sampai babak belur.

"Om, jangan marahin Unaya. Dia gak salah Om, saya yang maksa dia buat ikut". Kata Jeka berbohong. Unaya dan Irene bahkan sampai membulatkan mata, Jeka seakan menyiram minyak keatas kobaran api.

"Oh jadi memang kamu yang bikin anak saya jadi membangkang seperti ini?! Dari penampilan kamu saja saya sudah bisa menilai jika kamu bukan pemuda yang baik!". Jeka diam saja bahkan ikhlas menerima sumpah serapah Suryo yang tidak ada habisnya ketimbang melihat Unaya takut karena dimarahi.

"Mas, udah dong. Kamu jangan keterlaluan gitu, ini salah aku yang udah ijinin Una pergi". Irene mencoba untuk meredam emosi suaminya, kasihan Jeka dikata-katai begitu padahal Suryo tidak begitu mengenal siapa sosok Jeka yang sebenarnya.

"Kalian masuk kedalam!". Perintah Suryo.

"Gak! Una gak mau! Papa pasti mau marahin Jeka". Tolak Unaya.

"Una! Papa bilang masuk!". Bentak Suryo sekali lagi. Unaya menggelengkan kepalanya cepat, gadis itu tidak mau jika sampai Jeka dimarahi Papa-nya hanya karena membela dirinya yang sudah jelas menjadi penyebab utama masalah yang terjadi.

"Tapi Pa...".

"Gue gak apa-apa Na. Masuk gih, gue mau ngobrol sama Papa loe". Kata Jeka dengan senyum manis seakan baik-baik saja, padahal di dalam hatinya ia merasa khawatir jika hubungannya dengan Unaya ditentang. Tapi ia akan lebih merasa khawatir lagi jika Unaya dimarahi habis-habisan dan berakhir kepikiran hingga sakit.

"Tapi Papa pasti marahin loe deh". Cicit Unaya sembari melirik Suryo dengan takut-takut.

"Kan gue udah biasa dimarahin". Bisik Jeka lirih ditelinga Unaya, gadis itu mengulum senyum geli sebelum masuk kedalam rumah bersama Irene. Senyum Jeka pudar saat melihat punggung Unaya menghilang ditelan pintu, kini ekspresi pemuda itu sama kaku-nya dengan Suryo.

"Maaf kalau Om gak suka saya pacaran sama Unaya, maaf juga karena udah ngajak Unaya pergi tanpa ijin sama Om. Tapi saya sayang sama anak Om". Kata Jeka dengan berani. Terdengar tawa mengejek keluar dari mulut Suryo.

"Anak kemarin sore ngomongin sayang, usia kamu berapa?". Tanya Suryo sarkas.

"Enam belas Om".

"Ck! Datang menghadap saya beberapa tahun lagi. Saya gak nerima menantu bocah kemarin sore kayak kamu. Apalagi kamu ngerusak anak saya secara gak langsung, kamu tahu saya gak suka sama kamu?".

"Tahu Om". 

"Kenapa kamu masih berani ngadepin saya kayak gini, pulang sana!". Usir Suryo secara terang-terangan, namun Jeka masih saja tak gentar  menghadapi lelaki itu.

"Karena saya sayang sama anak Om". Suryo tertegun, kalimat yang keluar dari mulut Jeka begitu polos. Dari cara Jeka memandang Unaya saja Suryo tahu betul jika pemuda itu benar-benar menyayangi putrinya, karena mereka sama-sama lelaki.

"Sampai kapanpun saya gak akan ijinin anak saya pacaran sama kamu". Kata Suryo dengan jengkel sembari menutup pintu pagar hendak pergi.

"Sampai kapanpun saya gak akan nyerah buat dapetin restu dari Om". Teriak Jeka karena Suryo sudah hampir masuk kedalam rumah. Pemuda itu mengacak rambutnya frustrasi, tak pernah ia sangka jika Papa Unaya sekeras itu. Ya mungkin sama seperti Papa-papa pada umumnya yang mendadak jadi over-protektif saat anak gadisnya didekati seorang pemuda.

"Untung gue sayang sama anak-nya, pedes banget si Om omongannya. Sabar-sabar ini baru pertemuan pertama". Kata Jeka mencoba menyemangati dirinya sendiri, pemuda itu naik keatas motornya dan pergi meninggalkan rumah Unaya. Untung Jeka adalah tipe pemuda yang santai dan tidak menjadikan omelan Papa Unaya sebagai beban. Justru omelan Suryo akan ia jadikan cambukan agar terus maju demi mendapatkan restu.

--Bangsat Boys--

"Papa ngomong apa aja sama Jeka?". Tanya Unaya tak sabaran sesaat setelah Suryo masuk kedalam rumah.

"Papa khawatirin kamu sampai bela-belain pulang subuh tapi kamu malah khawatirin anak cowok gak jelas itu!". Marah Suryo.

"Namanya Jeka Pa, bukan anak cowok gak jelas". Sahut Unaya cepat. Suryo bahkan sampai menatap putrinya tidak percaya, baru kali ini Unaya berani bicara dengan nada kesal seperti itu padanya.

"Lihat! Gara-gara kebanyakan bergaul sama dia, kamu jadi lawan Papa. Sejak kapan Unaya anak Papa berani pergi diam-diam? ke puncak lagi sama cowok". Unaya bungkam dibuatnya karena memang merasa melakukan sebuah kesalahan. Tapi kalau-pun ia meminta ijin, Suryo juga pasti tidak akan mengijinkan padahal Unaya ingin sekali pergi.

"Udah dong Mas, jangan dimarahin terus. Toh Una-nya baik-baik aja keadaannya". Irene ikut buka suara. Suryo menatap istrinya dengan sebal, ia juga marah karena Irene seenaknya mengijinkan Unaya pergi.

"Kamu juga salah Ren! Kenapa kamu malah ijinin Una pergi?! Kamu tahu sendiri kalau dia itu gak sehat! Bahaya kalau sampai dia nekat pergi jauh kayak begitu!". Bentak Suryo.

"Aku kasihan sama Una. Dia juga butuh suasana baru Mas, dirumah belajar terus dia pasti sumpek. Lagian Jeka anaknya baik, dia bisa jagain Unaya". Sahut Irene dengan berani, Suryo lagi-lagi tersulut emosi gara-gara istrinya menyebut nama Jeka.

"Anak yang penampilannya awut-awutan kayak gitu apanya yang baik Irene?! Kamu itu gak tahu apa-apa! Kamu gak ngerti gimana takutnya aku karena Unaya bukan anak kandung kamu!". Teriak Suryo kalap hingga membuat Irene merasa tersinggung. Wanita itu tidak menyangka jika suaminya memiliki pikirkan sedangkal itu. Sekalipun Unaya dan Jeni bukan anak kandungnya, namun Irene sangat menyayangi keduanya selayaknya anak kandung.

"Justru karena aku sangat menyayangi Una selayaknya anak kandung, aku memahami apa yang dia rasakan". Kata Irene dengan lirih kemudian melangkah menuju lantai atas. Irene sedih sekali karena Suryo begitu rendah menilai dirinya. Sementara itu Unaya merasa bersalah karena telah membuat Papa dan Mama-nya bertengkar hebat.

"Pa, maaf gara-gara Una Papa sama Mama jadi berantem". Cicit Unaya. Suryo menghembuskan nafas berat sebelum menyugar rambutnya kebelakang.

"Besok kamu ijin gak sekolah, kita ke rumah sakit cek darah". Kata Suryo mutlak kemudian melangkah pergi hendak menyusul Irene.

Unaya terpaku ditempatnya kemudian menghembuskan nafas berat. Gadis itu hendak naik kelantai atas sebelum Helena menghadang langkahnya dengan wajah sinis. Gadis itu bersedekap dada sembari menyandarkan tubuhnya dipilar tangga.

"Udah puas bikin masalahnya? Dasar tukang bikin onar!". Kata Helena dengan sinisnya. Unaya menatap Helena dengan tatapan seakan bertanya-tanya, apa sih yang gadis itu inginkan? Kenapa mengusiknya terus-terusan?

"Maksud Kakak apa sih? Gue gak ngerti! Minggir!". Unaya memilih menghindar dari Helena ketimbang ribut tak jelas namun tetap saja gadis itu menghalanginya.

"Gak usah muna! Gue tahu loe itu sebenarnya gak suka kan gue sama Mama jadi bagian keluarga ini? Makannya loe sengaja bikin masalah terus bahkan sampai Mama sama Papa ribut kayak gini!". Tuduh Helena yang menurut Unaya sama sekali tak berdasar.

"Atas dasar apa Kakak bisa ngomong gitu?". Sahut Unaya yang mulai terpancing emosi.

"Pertama loe sengaja bikin gue cemburu dengan cara pacaran kontrak sama Jeka, loe mau bikin gue hancur kan? Dan yang kedua loe sengaja ngerengek ke Mama biar diijinin pergi ke puncak padahal loe tahu kalau Papa ngelarang loe pergi jauh, sekarang lihat! Papa sama Mama berantem gara-gara loe. Well, loe udah berhasil hancurin gue sama Mama! Besok apa lagi masalah yang mau loe buat! Dasar caper!". Omel Helena panjang lebar yang membuat Unaya terdiam, gadis itu langsung berlari ke kamarnya sambil menahan tangis. Sungguh Unaya sama sekali tidak bermaksud menjadi seperti apa yang Helena pikirkan, tapi mengapa ia seakan-akan menyebabkan masalah semacam itu?

--Bangsat Boys--

no.naa3097

Jadi complicated begini :(

Beberapa detik setelah Unaya mengupload foto dengan caption super galau, Jeka langsung meneleponnya. Karena memang sedang butuh teman cerita, maka Unaya langsung mengangkat panggilan dari pemuda itu.

"Sayang kenapa?". Tanya Jeka langsung bahkan Unaya belum bersuara.

"Hari ini gue bikin banyak masalah. Pertama loe jadi dimarahin Papa dan yang kedua Papa sama Mama jadi berantem. Mungkin Kak Helen bener kalau gue itu tukang bikin onar". Cerita Unaya dengan suara lemah. Sedih sekali pokoknya, gara-gara dirinya yang bandel semua jadi kena imbas-nya.

"Hidupin kamera loe". Perintah Jeka. Unaya menurut, panggilan telepon berubah menjadi Video Call. Jeka bisa melihat wajah sendu Unaya, tidak tega sekali.

"Berani-beraninya Helen ngataian loe kayak gitu. Loe itu bukan tukang bikin onar, tapi tukang bikin sayang". Kata Jeka yang niatnya menghibur Unaya tapi gadis itu justru dibuat merengut sebal.

"Gak lucu! Gue lagi galau, malah digombalin". Omel Unaya.

"Hehe. Ya maaf, intinya dijadiin pelajaran aja Na. Besok-besok jangan bandel lagi, sementara ini mending loe turutin kemauan Papa. Toh itu buat kebaikan loe juga". Nasehat Jeka sudah seperti orang benar saja, pemuda itu juga heran pada dirinya sendiri kenapa bisa mengatakan hal semacam itu. Bahkan Yeri yang sedang ada di kamar Jeka-pun sampai mau muntah mendengarnya, mereka tadi sedang duel PS sebelum Jeka pamit hendak menelepon sang kekasih. Aihhhh dasar bucin.

"Huft, iya deh. Btw tadi Papa ngomong apa aja sama loe?". Tanya Unaya kemudian karena tadi sempat meninggalkan Jeka dan Papa-nya berdua.

"Tadi Si Om cuma bilang suruh jagain loe gitu. Si Om bilang kalau dia sayang banget sama loe makannya jadi kalap marahin". Sahut Jeka berbohong karena tidak mau membuat Unaya kepikiran. Apa yang diucapkan Suryo padanya tadi biarlah hanya ia dan Tuhan yang tahu.

"Masa sih Papa ngomong begitu? Jelas-jelas tadi Papa bilang kalau loe itu cowok gak jelas. Gimana ceritanya Papa nyuruh loe buat jagain gue?". Jeka lantas meringis lebar karena ketahuan berbohong. 

"Yah, ketahuan deh". Sahut Jeka sembari memutar bola matanya gelisah.

"Hah! Rasanya berat banget kalau kayak gini. Gimana ini, Papa gak suka sama loe". Unaya memasang wajah sendunya. Kedepannya pasti akan lebih sulit untuk bisa berinteraksi dengan Jeka, apalagi dengan posisi Papa-nya yang sudah pulang ke rumah.

"Unaya loe tahu gak sih, kodratnya cowok itu yang berjuang buat datengin cewek ketempatnya? Apapun halangannya pasti gue hadepin, loe tahu kan gue cowok seperti apa? Jadi loe cukup diem ditempat loe, tunggu gue dateng. Gak ada yang perlu loe khawatirin, Heum". Kata Jeka lembut penuh keyakinan. Unaya mengulas senyum manis, manis sekali hingga membuat dirinya berasa di full charge.

"Selagi gue nunggu, apa yang bisa gue lakuin buat loe?". Tanya Unaya sembari menatap Jeka yang menatapnya tanpa kedip.

"Senyum kayak gini, liat senyum loe bikin gue tambah semangat buat bisa dapet restu dari Papa loe". Jawab Jeka tanpa ragu.

"Huek... Huek... kayaknya gue hamil anaknya Kak Mario deh". Kata Yeri dengan suara amat lirih setelah mendengar perkataan Abang-nya yang bucin.

--Bangsat Boys--