webnovel

Bangsat Boys

Jeka pemuda badung ketua geng Bangsat Boys tengah mengalami patah hati akut. Pada suatu hari ia bertemu dengan gadis polos bernama Unaya. Kesepakatan yang tak terduga terjadi, terlibatlah mereka dalam sebuah hubungan pacaran kontrak. Hubungan yang mulanya hanya berlandaskan saling menguntungkan tiba-tiba berubah menjadi hubungan rumit dan menyesakkan. Dan disinilah titik balik leader Bangsat Boys bermula.

nyenyee_ · Urbain
Pas assez d’évaluations
69 Chs

Bersyukur Memilikimu

"Na, masuk yuk. Bobo di dalam aja". Bisik Jeka ditelinga Unaya, gadis itu tidak bergeming. Jeka mencoba mengguncangkan bahu Unaya pelan namun tetap saja gadis itu hanya diam membisu, masih betah menutup matanya. Jeka lantas meraih wajah Unaya dan ia arahakan wajah gadis itu ke wajahnya. Mata Jeka membulat, Unaya pingsan! Bibir gadis itu membiru dan tubuh-nya amat dingin.

"Na, Unaya! Bangun! Hei, jangan bikin gue khawatir". Kata Jeka dengan suara tercekat sembari menepuk-nepuk pipi gadis itu. Jeka memeluk Unaya erat-erat, memberikan kehangatan di tubuh gadis itu sembari memutar matanya hendak mencari bantuan. Jeka panik setengah mati, ya bagaimana mungkin tidak panik jika Unaya pingsan-nya diatas pohon?

"Una ketinggalan mana kita gak nyadar lagi. Dia pasti ngambek nih". Jeka mendengar sayup-sayup suara dua orang muda-mudi yang tengah bercanda. Pemuda itu merasa lega lantaran melihat sosok Victor dan Ririn dari ujung jalan.

"Vi! Bantuin gue Vi!". Teriak Jeka hingga membuat kedua orang itu reflek menghentikan langkahnya. Semoga Jeka tidak salah meminta tolong pada duo alien itu.

"Lah ada suara-nya tapi gak ada wujudnya udah kayak kentut". Cicit Ririn yang sebenarnya ketakutan.

"Ada suara-nya tapi gak ada wujudnya itu setan bego! Eh tapi suaranya kayak familiar gitu". Sumpah Jeka rasanya ingin sekali memukul kepala Ririn dan Victor bergantian agar otak mereka terpasang dengan sempurna, kalau sedang tidak dalam keadaan mendesak seperti ini pemuda itu juga ogah minta tolong pada mereka.

"Woy! Vi! Nengok keatas! Bantuin gue!". Dan secara reflek Ririn dan Victor mendongakkan kepala mereka.

"Astaghfirullah Bos! Loe ngapain pacaran sama Kuntilanak?!". Pekik Victor yang membuat Ririn memukul kepala pemuda itu dengan tangannya.

"Bercanda mulu sih Vi! Itu loe gak liat Una lemes diatas pohon! Dia pingsan bego!". Omel Ririn yang langsung terlihat panik. Gadis itu jelas khawatir lantaran mengetahui riwayat penyakit Unaya.

"Buruan naik! Bantuin gue bawa Unaya turun!". Victor dengan sigap naik keatas pohon dan membantu Jeka menurunkan Unaya yang sedang dalam keadaan pingsan. Entah bagaimana caranya gadis itu berhasil diturunkan dan langsung dibopong oleh Jeka masuk kedalam Villa.

"Vi tolong loe telepon dokter atau minta bantuan sama Kang Bondan. Rin, loe bawain air panas sekalian lap. Buru!". Perintah Jeka yang langsung dipatuhi oleh keduanya. Sementara itu Jeka langsung membawa Unaya ke kamar utama dan membungkus tubuh gadis itu dengan selimut berlapis-lapis. Dugaan Jeka, Unaya terkena Hipotermia. Cuaca memang sangat dingin, tubuh gadis itu pasti belum beradaptasi dengan cuaca sedingin ini.

"Bandel banget sih dikasih tahu, harusnya loe itu gak usah ikut gue kesini. Bikin khawatir aja". Omel Jeka sembari menggenggam erat tangan Unaya dan dicium sesekali.

Ririn datang dengan tergopoh-gopoh sembari membawa sebaskom air dan lap diikuti antek-antek Jeka dari belakang. Mereka ikut khawatir saat mendengar Bu Bos pingsan.

"Bu Bos gak apa-apa kan Bos?". Tanya Jeka mewakili yang lain. Jeka hanya menghembuskan nafas berat kemudian kembali menatap wajah Unaya, tidak berniat menjawab pertanyaan Jimi.

"Kalian mending susulin Victor, kalau dokternya udah datang kasih tahu kita". Sahut Ririn yang paham jika Jeka saat ini sedang dalam keadaan kalut. Tanpa membantah, antek-antek Jeka memilih untuk keluar dari kamar dan menyusul Victor seperti apa kata Ririn.

"Jek mending loe duduk di sana aja, gue mau ngelap badan Una pakai air panas". Perintah Ririn sembari menggedikan dagunya kearah sofa yang ada di ujung kamar.

"Tapi Rin, gue gak bisa jauh...".

"Bisa stop dulu gak bucin-nya?!". Desis Ririn yang nampak serius kali ini. Jeka menghela nafas kemudian memilih menjauh, pemuda itu duduk di sofa sembari memperhatikan Ririn yang tengah mengelap leher, dahi, dan bagian tubuh lainnya agar suhu tubuh Unaya kembali normal.

Diam-diam Jeka merapalkan doa di dalam hati. Katakanlah Jeka merasa malu pada Tuhan karena baru mengingat-Nya saat kesusahan seperti ini. Namun kepada siapa lagi Jeka meminta pertolongan jika bukan pada Tuhan?

"Jika bisa, pindahkan sakitnya pada-ku saja...". Ujar Jeka diakhir doa-nya.

--Bangsat Boys--

Malam ini adalah malam minggu pertama bagi Yeri dan Mario sesaat setelah resmi pacaran. Alih-alih mengajak nonton atau shopping, Yeri justru meminta Mario menemaninya mengerjakan PR di sebuah cafe. Dan karena itulah sejak tigapuluh menit yang lalu Mario hanya diam memperhatikan Yeri mengerjakan PR. Gadis itu lucu sekali, kadang mengernyitkan dahinya untuk mengingat sesuatu, kadang menggembungkan pipinya karena sebal, dan juga bergumam sendiri mengucapkan rumus-rumus yang ia hafal.

Harusnya Mario merasa sebal kan? Atau justru menilai jika Yeri adalah gadis yang membosankan. Namun anehnya pemuda itu justru merasa terhibur, apapun yang Yeri lakukan selalu terlihat manis dimatanya hingga pemuda itu lupa jika motif mendekati gadis itu hanya karena mirip dengan mendiang adiknya. Jika dipikir-pikir menjalani hubungan serius dengan Yeri tidak ada salahnya, gadis itu polos dan wajib dilindungi.

"Kalau gak bisa, boleh lho minta diajarin". Celetuk Mario sembari menyeruput Americano-nya.

"Eh? Huft... iya nih Kak, aku tuh payah banget kalau soal Matematika". Keluh Yeri kemudian memendamkan kepalanya diatas meja. Mario terkekeh, pemuda itu mengacak rambut Yeri dengan gemas sebelum mengambil buku cetak dan pensil milik gadisnya.

"Pesan makan sana, biar Kakak yang kerjain sisanya". Kata Mario yang langsung membuat Yeri mengangkat kepalanya.

"Uwah... beneran nih?!...". Tanya Yeri memastikan. Mario hanya mengangguk sebagai jawabannya karena tengah sibuk mengerjakan soal Matematika di buku cetak Yeri.

"Yes! Makasih... makasih banget Kak Mario! Sayang pokoknya sama Kakak. Kalau gitu aku pesen makanan dulu". Kata Yeri dengan ceria sebelum berlari kecil untuk memesan makanan. Mario mengangkat wajahnya dan mengulas senyum tipis menatap punggung kecil Yeri yang mulai menjauh. Manisnya...

--Bangsat Boys--

Jeka dan Ririn sama-sama cemas menunggu dokter selesai memeriksa keadaan Unaya. Keduanya bungkam memperhatikan dokter sembari bergerak gelisah. Unaya juga masih betah saja memejamkan mata, tidak ada tanda-tanda gadis itu hendak terjaga. Tepat setelah dokter memasukkan stetoskop-nya kedalam tas, Jeka langsung bersuara.

"Dia baik-baik aja kan Dok?".

"Hipotermia, dia juga dehidrasi parah. Tubuhnya lemas sekali, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Sebentar lagi dia pasti sadar, jangan lupa minum obat setelah makan...". Setelah dokter memberikan penjelasan panjang lebar, beliau langsung pamit. Jeka kembali naik keatas ranjang dan menunggu Unaya-nya sadar.

"Pas sampai sini Una belum makan apa-apa. Mungkin karena itu juga dia pingsan Jek". Kata Ririn berniat menenangkan Jeka. Pemuda itu memang sedari tadi hanya diam, tapi Ririn tahu jika sebenarnya Jeka menyimpan rasa khawatir sendirian.

"Ini salah gue juga karena kurang perhatiin dia, sampai lupa kalau dia belum makan". Sahut Jeka yang terdengar menyalahkan dirinya sendiri. Kalau Irene tahu Unaya pingsan, tamatlah riwayatnya. Pemuda itu hanya kesal pada dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga Unaya dengan baik.

"Udahlah Jek, kan tadi dokter bilang kalau Unaya baik-baik aja". Hibur Ririn. Dalam hati takut juga karena tadi sempat meninggalkan Unaya saat hendak mengajak cari makan. Kalau Jeka tahu, tamatlah juga riwayat Ririn.

"Eunghhh...". Jeka dan Ririn reflek menoleh kearah Unaya yang mulai bergerak gelisah. Jeka langsung menggenggam erat tangan Unaya dan menunggu gadis itu membuka matanya. Sementara Ririn langsung melompat naik keatas kasur.

"Akhirnya bangun juga, ada yang sakit? Gimana perasaannya? Butuh apa? Bilang sama gue!". Kata Jeka bertubi-tubi sembari mencondongkan tubuhnya kearah Unaya. Sumpah Unaya malah semakin pusing, gadis itu mendorong wajah Jeka dengan telapak tangannya.

"Gue laper! Mau makan!". Kata Unaya dengan suara lemahnya. Jeka langsung mengambil ponselnya dan menghubungi antek-anteknya.

"Lagi dimana?".

"....".

"Cewek gue udah sadar, beliin makanan ya. Sekalian beli buat semuanya, gak pakai lama!". Kata Jeka kemudian mematikan telepon-nya. Bos mah bebas bertitah! Padahal yang disuruh lagi berak.

"Beneran gak ada yang sakit? Bilang aja gak apa-apa". Bujuk Jeka dengan suara selembut cotton candy, padahal beberapa detik yang lalu bertitah dengan suara tegas mengintimidasi.

"Perut gue yang sakit karena kelaparan". Sahut Unaya sembari mengeratkan selimutnya.

"Kok loe bisa pingsan diatas pohon sih Na? Masa iya cuma karena kelaparan terus loe pingsan gitu". Mata Unaya bergerak gelisah mencari-cari ide untuk menjawab pertanyaan Ririn. Pokoknya pas pulang nanti Unaya akan langsung kerumah sakit untuk cek darah dan memastikan jika apa yang ia khawatirkan itu salah.

"Ya karena dingin juga, ah loe bawel banget sih Rin. Gue baru aja siuman". Kata Unaya sok ngambek kemudian tidur membelakangi Ririn.

"Nah kan gara-gara kecerewetan loe, Unaya ngambek lagi. Udah mending loe keluar sono! Biar gue aja yang jagain Unaya". Kata Jeka dengan kurang ajarnya tanpa ingat jika Ririn berperan penting mengurus Unaya tadi. Ah bukan hanya Jeka saja yang kurang ajar, tapi Unaya juga.

"Dasar pasangan gak tahu diri!". Dengus Ririn kemudian keluar dari kamar. Unaya meringis lebar saat Ririn membanting pintu, gadis itu menggumamkan maaf di dalam hati. Ririn jadi korban amukan Jeka gara-gara ia hendak mengalihkan topik pembicaraan.

"Besok pagi langsung pulang aja ya, gak lagi-lagi ngajakin pergi jauh". Omel Jeka. Unaya memanyunkan bibirnya, ia tahu kok kalau dirinya lemah. Tapi melakukan perjalanan jauh seperti ini jarang ia lakukan, dan tak dipungkiri jika Unaya sangat bahagia. Unaya meraih tangan Jeka dan dimainkan jarinya.

"Maaf kalau gue nyusahin. Tapi tahu gak sih kalau gue selama ini kayak hidup di dalam sangkar. Hidup gue itu abu-abu dan gak seru. Papa selalu larang gue pergi jauh karena...". Unaya tercekat diakhir kalimatnya. Haruskah ia menceritakan penyakit yang pernah dideritanya pada Jeka?

"Karena?". Tanya Jeka sungguh ingin tahu. Pokoknya semenjak Unaya resmi menjadi miliknya, pemuda itu ingin tahu semua tentang Unaya.

"Jeka, kalau gue penyakitan apa loe masih tetep mau jadi pacar gue?". Tanya Unaya dengan sorot wajah sendu. Jeka tertegun seketika, tatapan mata Unaya menyiratkan kegundahan disana. Tak ingin membuat Unaya-nya menunggu lama, Jeka langsung membalas genggaman tangan gadis itu.

"Dari awal gue udah milih loe jadi pasangan gue, semua kekurangan yang ada di dalam diri loe udah seharusnya gue terima dengan ikhlas. Kelebihan loe itu cuma bonus, justru kita bisa saling mengisi kekurangan satu sama lain". Kata Jeka meyakinkan. Semua yang keluar dari mulut Jeka adalah kebenaran, dari apa yang ia rasakan dan apa yang ia pikirkan berkumpul menjadi sebuah kalimat manis.

"Tapi kekurangan gue yang ini beda Jek, gue pernah sakit. Sakit parah". Jeka mencoba untuk terlihat biasa saja meskipun hatinya bergejolak. Pemuda itu lebih ke khawatir ketimbang penasaran. Namun agaknya Unaya terlalu takut jika Jeka akan meninggalkannya setelah tahu ia mengidap penyakit yang sewaktu-waktu bisa kambuh. Siapa bilang Unaya tidak tahu banyak mengenai penyakitnya? Gadis itu bahkan tahu jika kemungkinan besar ia akan kembali sakit. Namun selama ini ia berakting menjadi bodoh, menganggap seolah-olah ia akan baik-baik saja dan menganggap jika penyakit bukanlah sebuah beban untuknya. Namun semenjak Jeka hadir, ia mulai ketakutan. Ia takut penyakit itu akan membuat jarak bagi mereka.

"Ya terus kenapa? Gue gak peduli, yang paling penting buat gue adalah fakta kalau Unaya milik Jeka....".

"LCH, gue sakit LCH". Kata Unaya cepat. Jeka terdiam, pemuda itu tidak tahu LCH penyakit semacam apa. Namun ia akan mencari tahu nanti, yang paling penting sekarang adalah membuat Unaya percaya jika ia tidak akan pernah pergi dari sisi gadis itu.

"Penyakit gak menghalangi sebuah hubungan. Memilih mencintai seseorang berarti harus siap mencintai semua yang ada di dalam diri orang itu, dan dalam kasus ini berarti gue juga harus mencintai keadaan loe. Entah itu sehat atau sakit, apa yang loe takutin Unaya? Gue disini, dan selamanya akan begitu". Jeka menarik tangan Unaya agar gadis itu bangkit kemudian membawa tubuh Unaya kedalam pelukannya menyalurkan kasih sayang dan cinta-nya melalui dekapan erat yang seakan tak ingin lepas. Unaya menahan air matanya, membalas pelukan Jeka dan diam-diam mengucapkan terimakasih pada Tuhan karena telah mengirimkan pemuda seperti ini.

"Makasih, gue bersyukur punya loe". Bisik Unaya.

"Harus-nya gue yang bilang gitu. Makasih udah sudi jadi pacar cowok berandal kayak gue". Bisik Jeka balik sembari mengecup lembut pelipis Unaya.

Kruk...kruuukk...

Suara perut Unaya menghancurkan moment lovey-dovey mereka. Unaya menggigit bibir bawahnya karena malu sementara Jeka terkikik kemudian menarik pelukannya untuk melihat wajah malu gadis itu.

"Cacing-nya lagi demo apa ya?". Ledek Jeka. Unaya mencubit perut Jeka lantaran sebal.

"Cacing kan juga makhluk hidup, mereka perlu asupan juga. Antek-antek loe lama banget sih?! Gue laper banget nih! Keburu pingsan lagi". Oceh Unaya. Jeka baru ingat jika tadi telah bertitah.

"Lah iya, ditunggu dari tadi kok gak datang-datang. Bentar gue cek kedepan". Kata Jeka yang hendak pergi namun Unaya langsung menarik tangan pemuda itu. Tubuh Jeka reflek terhuyung dan tanpa sengaja separuh tubuhnya menindih Unaya.

"Cuma mau bilang kalau gue bersyukur punya loe". Setelah mengatakan kalimat manis penuh racun yang mematikan sel syaraf Jeka, Unaya mengalungkan tangannya di leher pemuda itu. Diraihnya bibir tebal Jeka dan dilumatnya dengan berani, awalnya tentu saja Jeka terkejut. Namun you know lah, mana ada kucing yang nolak disodorin ikan asin. Dipancing begitu, ya langsung dimakan saja umpannya. Terlebih yang diberi umpan adalah pemuda berandal dan sialnya super tampan seperti Jeka. Lebih dari itu, di dalam otak mereka memikirkan hal yang sama; merasa bersyukur saling memiliki.

--Bangsat Boys--