Hawa dingin di dalam mobil semakin terasa lebih dingin kala sepasang suami istri itu saling diam dengan fikiran masing-masing, baik Anna ataupun Sebastian tidak berniat untuk memulai komunikasi.
Anna yang masih terfikirkan apa yang terjadi padanya semalam enggan untuk bertanya pada Sebastian, ia tidak ingin Sebastian menganggap kehadirannya memiliki nilai di mata Anna.
Sebastian yang merasa Anna telah berangsur pulih pun hanya bisa menghela nafas lega di dalam hatinya tanpa mengeluarkan ekspresi dan bertanya keadaan istrinya secara langsung, karena ia tidak ingin Anna menganggap kehadirannya berpengaruh dalam hidup Sebastian.
Anna tidak menyadari bahwa mobil itu membawanya ketempat di mana orang terkasih dalam hidupnya telah beristirahat dengan damai, hingga suara Smith lagi-lagi mengintrupsinya dari lamunan panjang yang menjadi kebiasaan baru Anna selama beberapa bulan terakhir.
"Nyonya silahkan," ucap Smith sopan dengan membungkukan tubuh sambil membuka pintu mobil. Sementara Sebastian telah pergi tanpa berniat menyadarkan Anna apalagi mengajaknya.
Anna yang tersadar dari lamunannya mengedarkan pandangan untuk menormalkan diri namun alisnya berkerut saat melihat dimana ia saat ini.
"Nyonya ini," ucap Smith lagi saat menyerahkan satu keranjang bunga. Ia tidak mendapat perintah atau izin untuk masuk kedalam makam oleh Sebastian, jadi ia hanya bisa menunggu di parkiran makam.
"Aku tidak butuh," Ucap Anna dengan melirik Smith, setelah itu ia pun pergi.
Anna melihat punggung seorang pria yang berpakaian gelap berdiri dengan tegak penuh dengan kegagahan menatap nisan suaminya Anna cukup tau siapa sosok pria itu.
Anna mengakui kesempurnaan yang dimilik pria ini sungguh luar biasa, tapi baginya itu tidak mengubah cara pandangnya terhadap pria yang di anggapnya sebagai penyebab kematian Fateh.
"Apa dia memiliki hutang padamu sampai suamiku meninggalkan amanah segila ini?" Karena menurutnya amanah ini seperti bentuk pelunassn hutang yang di wariskan Fateh.
Anna memandang lirih nisan tersebut dan berkata lagi,"harusnya kamu yang berada disana bukan suamiku." Anna tau apa yang ia ucapkan sangat menyakitkan, namun ia tidak peduli karena baginya rasa sakitnya lah yang paling menyakitkan dari apapun.
Selama ini Sebastian tidak pernah merasa sakit atas setiap kalimat tajam Anna, tapi kali ini apa yang Anna ucapkan membuat sudut hatinya yang dingin dan tidak tersentuh tiba-tiba merasakan nyeri luar biasa, hingga membuat alisnya sedikit mengerut menahan sakit, tapi Sebastian mencoba tenang dan tidak bereaksi sama sekali, bahkan tidak berniat meresponnya.
Selesai berdo'a, dalam diamnya Sebastian mengenang banyak hal dengan pria yang telah tertidur damai ini.
Salah satu hal yang ia ingat pria itu pernah mengatakan, "Anna tidak mengenal bagaimana cara dunia berputar yang sebenarnya. Yang ia tau dunianya hanya ada aku dan keluarganya, kepergianku akan menjadi pukulan dan kehancuran terbesar dalam hidupnya, maka aku ingin kamu menjaga dan menawarkan rasa aman untuk dirinya, agar dia bisa belajar mengenal dunia dengan baik, hingga ia bisa menjalani takdirnya dengan ikhlas dan memiliki akhir yang bahagia," ucap Fateh dengan lirih kala itu yang mencoba tersenyum hangat.
Sebastian dapat melihat kehancuran dan putus asa yang sama dengan apa yang ia lihat dari wanita yang sekarang menjadi istrinya ini. Fikirannya menerawang cukup jauh tanpa ia sadari ia telah berdiri dalam diam seperti patung lebih dari setengah jam lamanya hingga ia tersadar saat mendengar ponselnya bergetar.
"Aku tegaskan padamu, aku pernah berjanji padanya untuk menjagamu dengan hidupku, itu sebagai kompensasi karena dia bersedia memberi jantungnya untukku, dan ingat ini dengan baik karena aku hanya mengatakannya sekali. Dimasa depan kamu hanya boleh kemakam ini dengan izinku." Dengan nada dingin dan dalam Sebastian mengatakan kalimat yang menyayat hati Anna setelah itu ia pun pergi meninggalkan Anna seorang diri.
Anna merasakan sekujur tubuhnya mendingin hingga menusuk tulang karena kalimat yang terdengar seperti bisikan iblis itu.
Anna mengakui sekuat apa ia mencoba bertahan dan membentengi diri terhadap pria itu tapi pada kenyataannya gagal, pria itu terlalu kuat untuk menjadi lawannya. Anna merasa telah terkurung dalam kandang binatang buas yang akan membuat hari-harinya tidak akan pernah cerah lagi.
"Kamu lihat, bahkan dia melarangku mengunjungimu di depanmu Fateh, tapi aku tidak akan pernah peduli apalagi menurutinya," ucap Anna mencoba tegar. Ia menggenggam erat cincin yang telah ia satukan dengan kalungnya.
"Selam aku tidak ada, mereka akan merawatmu dengan baik. Aku pergi dulu," Ujarnya lagi setelah itu ia mengelus dan mencium lama nisan tersebut. Dalam hening Anna menutup mata untuk berdo'a, setelah selesai Anna pun pergi meninggalkan makam dengan rasa sesak yang terus menggelayuti hatinya.
****
Bandara XXX yang ada dikota D tampak riuh dengan aktifvitas orang yang berlalu lalang dengan keperluan masing-masing. Saat ini Anna sudah tiba dibandara untuk kepergiannya ke kota Z. Anna sekarang hanya mengikuti langkah yang membawanya pergi seperti kapas yang terbang mengikuti arah angin.
Karena di manapun akhirnya ia berada, tidak akan mengubah apa yang telah tertanam dan terukir di hatinya. Anna percaya, ikut tanpa perlawanan adalah cara ia untuk mencoba berdamai dengan keadaan.
Smith menyadari jika Bos dan nyonyanya pasti terlibat pembicaraan yang saling menyakiti, itu terasa dari aura yang semakin tidak bersahabat dari keduanya, meski mereka mencoba meredam dan seoalah tidak terpengaruh oleh ucapan satu sama lain.
Smith kagum dengan sosok nyonyanya yang berusaha dengan keras untuk tidak terlihat lemah di depan Bosnya yang begitu mendominasi.
"Anna," panggil seseorang saat melihat Anna berjalan dengan dua orang pria tampan.
Anna menghentikan langkahnya saat indra pendengarannya menangkap suara yang begitu ia kenal, dan benar saja Anna melihat kakaknya Ammar berlari kecil mendekatinya lengkap dengan seragam pilotnya yang membalut tubuh atletis pria itu. Anna selalu beranggapan jika kakaknya ini semakin tampan dengan seragam pilotnya.
"Kakak fikir kamu udah pergi dek. Kemarinkan infonya kamu berangkat jam sembilan pagi," Ucap Ammar lembut sambil mengelus sayang kepala Anna, namun yang ia dapatkan hanya tatapan datar Anna tanpa senyuman cantik adiknya. Perlakuan Ammar membuat beberapa pengunjung serta pramugari yang berada di dekat mereka merasa iri pada Anna.
"Tuan, Bos mengundang anda untuk minum teh sejenak, apa anda ada waktu?," Ucap Smith menghampiri kakak dari nyonyanya yang memiliki ketampanan khas orang Asia Tenggara.
Ammar yang mendapat tawaran itu melihat kearah jam tangan mahal yang melingkar indah ditangan kekarnya, lalu dengan langkah besar ia menghampiri Sebastian yang telah tiba di waiting room, sambil menggandeng tangan Anna dengan erat namun lembut ia mengikuti langkah Smith.
****
Sebastian yang melihat kedatangan mereka sedikit terusik dengan tangan Ammar yang menggenggam tangan istrinya, tapi ia menyembunyikan hal itu dengan baik.
"Silahkan." Tawarnya sopan dengan tangan mempersilahkan Ammar duduk, meskipun mereka seumuran tapi secara tutur Ammar adalah kakak iparnya.
"Maaf aku tidak bisa lama, jadwal ku mepet, aku hanya ingin mengatakan secara pribadi sekali lagi, tolong beri Anna waktu untuk beradaptasi dengan hidup barunya jangan memaksanya untuk berbuat lebih dari ini," ucap Ammar dengan raut wajah khawatir sambil menatap Anna yang memilih duduk di kursi lain yang jauh dari mereka sambil membuka asal majalah.
Sebastian cukup paham tentang maksud dan arah pembicaraan Ammar, ia tidak menjawab apapun tapi tatapannya membuat Ammar cukup paham, ia tau Sebastian adalah pribadi yang sulit di tebak, tapi ia yakin Sebastian tidak akan bertindak seperti bajingan fikirnya.
Ammar percaya Sebastian bukanlah pria yang akan melewati batasnya untuk mendapatkan kepentingan pribadinya, Ammar menjadi lega untuk benar-benar melepas Anna sekarang. Bagaimanapun hati Anna saat ini sudah hancur remuk tak bersisa, ia tidak ingin pria ini semakin membuat Anna kehilangan hati untuk selamanya.
Setelah merasa cukup Ammar pamit pergi begitupun dengan Sebastian dan Anna yang juga beranjak setelah Smith kembali dan melaporkan jika jet pribadi yang akan membawa mereka terbang kekota Z telah siap untuk berangkat.
Anna menerima pelukan perpisahan dan kata-kata yang menguatkan dari sang kakak yang terlihat begitu berat melepas adik bungsunya.
"Hubungi kakak jika terjadi sesuatu, kakak sangat menyayangimu sayang," bisik Ammar di telinga Anna saat akan melepas pelukannya dan mencium lama kening Anna, tanpa mereka tau ada sepasang mata tajam yang menatap mereka sebelum melangkah masuk kedalam jet dengan tangan mengepal tanpa sebab.
Anna hanya mengangguk kecil sebagai jawaban, lalu matanya memandang jauh kelangit kota D yang akan segera ia tinggalkan, 'Tetaplah menjadi cerah agar bisa membantuku untuk membuat dia tetap hangat di pembaringannya,' ucapnya dalam hati lalu dengan segera ia menaiki tangga jet pribadi tanpa membalas pelukan atau memberi senyum pada kakaknya.
Ammar berlalu dari sana dengan hati yang sedih karena Anna terasa begitu asing, namun ia lega karena Anna berada bersama orang yang tepat untuk menjalani hidup kedepan yang pasti sulit dan penuh cobaan.
Ammar menghela nafas pelan setelah mengabari Alya jika ia bertemu dengan Anna tanpa mengatakan reaksi adiknya yang begitu acuh padanya, karena ia tidak ingin Alya selalu menyalahkan dirinya sendiri karena merasa terlibat atas perubahan sikap Anna yang tidak lagi hangat kepada mereka.