webnovel

Annaya & Takdirnya

Annaya terlahir sebagai gadis yang berparas cantik dan menawan, dia tumbuh sebagai pribadi yang ceria dan penuh cinta kasih untuk orangtu dan kedua kakaknya. Kebahagiaannya kian sempurna saat di nikahi pria tampan, cinta pertama yang sedari remaja sudah menjadi kekasihnya. Pria itu menjadi suami yang begitu memujanya, seolah dia adalah ratu. Limpahan cinta dan kasih pria itu suguhkan untuk Anna. Hidup berkecukupan secara materi dan cinta membuatnya tidak mengenal airmata kesedihan, sesempurna itulah hidup seorang Anna. Namun ternyata hidup tidak seindah dan sebahagia yang dia rasakan selama ini. Semua kebahagiaan runtuh saat orang yang paling di cintainya pergi meninggalkan Dunia dan dirinya dengan cara yang paling tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Ya … sosok itu adalah suaminya. Dan almarhum suaminya meninggalkan wasiat yang mencengangkan. Dan wasiat itu harus di patuhinya. Bagaimana bisa Anna hidup tanpa suaminya? Serta bagaimana bisa Anna mematuhi wasiat terakhir suaminya? Ikuti kisah nya di novel "Annaya & takdirnya". Mohon dukungan nya ya ini tulisan pertama aku semoga kalian suka.

Ardhaharyani_9027 · Urbain
Pas assez d’évaluations
530 Chs

Dia Yang Menolak Kehadirannya

Sudah hampir seminggu semenjak hari pertama Brayn masuk sekolah, sejak hari itu juga Sebastian tidak pernah pulang kerumah, Anna yang awalnya tidak perduli kini ia merasa pria itu keterlaluan.

Brayn selalu menantikan kehadiran Ayahnya, anak itu ingin menyapa Sebastian, hal yang sama sekali belum pernah anak itu lakukan, bagaimanapun Brayn adalah seorang anak. Secerdas apapun dia, harapannya tetaplah polos.

Anna memutuskan untuk pergi kerumah sakit dan bertemu pria itu, meski hatinya enggan tapi demi Brayn ia akan melakukannya. Ia hanya ingin tau apa alasan pria itu tidak pernah pulang kerumah.

Setelah mengantar Brayn kesekolah, Anna meminta Rei untuk mengantarnya kerumah sakit tempat Sebastian bekerja. Pikirannya melayang sepanjang perjalanan karena ia yakin bahwa pembicaraan yang akan ia hadapi tidak akan berakhir dengan baik.

"Ada yang bisa saya bantu Nyonya?" ucap salah seorang receptionits yang bernama Dea.

"Saya ingin bertemu dengan Se--, maksud saya Dokter Sebastian," ucap Anna. Untuk pertama kalinya ia mengucapkan nama pria itu.

"Sudah buat janji temu sebelumnya?" tanya receptionist itu sambil menilai penampilan Anna. Ia sebenarnya terkejut bagaimana bisa wanita biasa yang ada di depannya ini ingin bertemu petinggi rumah sakit. Tapi ia akui Anna adalah wanita yang sangat cantik.

"Belum," jawab Anna datar.

"Kalau begitu maaf, Anda tidak bisa bertemu dengan Dokter Sebastian." Receptionist itu sudah menduga jika Anna tida memiliki janji dengan dokter pujaan hati sejuta umat manusia berjenis kelamin wanita itu.

"Sebutkan saja di lantai berapa ruangannya," ucap Anna lagi.

"Nyonya lebih baik Anda pergi, dan jangan cari keributan di sini, jika Anda memaksa, Saya akan panggilkan security untuk mengusir Anda." dengan cepat wanita itu menghubungi security, dan Anna menjadi pusat perhatian saat ini di loby rumah sakit.

Karena tidak ingin menimbulkan keributan, Anna memilih untuk pergi dan mengurungkan niatnya untuk bertemu Sebastian, saat ingin berbalik pergi suara seseorang menghentikan langkahnya.

"Anna." Daren mengejar lankah Anna saat melihat wanita itu ingin pergi.

"Apa yang Kamu lakukan di sini?" tanya Daren saat sudah berada di hadapan Anna.

"Dea, mana wanita gila yang Kamu katakan ingin membuat onar?" tanya seorang security yang datang mendekati meja receptionist.

"Siapa wanita gila yang Kalian maksud?" tanya Daren yang mendengar ucapan security itu.

"Wanita ini, ia mengatakan ingin bertemu Dokter Sebastian tapi belum membuat janji temu, dan memaksa ingin bertemu." Dengan percaya dirinya receptionist itu menjelaskannya pada Daren. Dokter tertampan setelah Sebastian.

"Wanita gila yang Anda maksud Dia?" Suara dingin Daren, membuat mereka ketakutan, tapi yang lebih parahnya mereka berpikir jika Daren mendukung mereka.

"Ya dok," jawabnya mantap. Ia yakin jika kali ini ia akan mendapat pujian dari dokter Daren.

"Kemasi barangmu dan buat surat pengunduran diri secara suka rela," ucap Daren dingin. Lalu ia beralih menatap Anna ramah.

"Anna akan Aku antarkan Kamu ke keruangan Sebastian," ucapnya yang di angguki Anna.

"Dok, apa salah Saya. Saya hanya menjalankan tugas dengan baik," ucap receptionist itu panik. Bahkan ia keluar dari balik mejanya dan mengejar langkah Daren.

"Salahmu? Masih bertanya apa salahmu?" tanya Daren dingin. Ia dan Sebastian punya kesamaan. Sama-sama benci terhadap orang yang berpura-pura tidak menyadari kesalahannya.

"Maafkan Saya Dok," ucapnya lagi sambil memohon, "tolong jangan pecat Saya." sambil menangis dan memohon.

"Nyonya, maaf Saya lama. Saya mencari tempat parkir tadi," ucap Rei sambil terengah-engah karena habis berlari.

"Lain kali, utamakan Nyonyamu Rei," ucap Daren. Rei baru menyadari jika mereka jadi pusat perhatian dan juga ia melihat seorang wanita yang memakai seragam receptionist sedang bersimpuh sambil menangis di hadapan sepupu Bosnya.

"Baik Tuan," jawabnya sambil tertunduk.

"Sekarang urus wanita ini. Dia telah menghina nyonyamu." Rei yang mendengar itu langsung menatap tajam receptionist itu. Beraninya Dia menghina nyonyanya. Wah, wanita ini cari mati pikirnya.

"Serahkan pada Saya, Tuan." Tanpa menunggu jawaban Daren. Rei langsung menyeret wanita itu seperti karung beras, ia tidak peduli jika wanita itu terus meronta minta di lepaskan. Niatnya membuat malu Anna malah Dia yang di permalukan dengan hina.

Security dan yang lainnya kembali pada pekerjaan masing-masing, tanpa berniat menolong atau membela, saat berurusan dengan atasan mereka tidak akan berani melawan, apalagi memang receptionist tersebutlah yang bersalah.

"Receptionist itu salah paham padaku," ucap Anna pada akhirnya saat mereka sudah berada dalam lift.

"Jangan merasa bersalah Ann, Dia layak mendapatkannya, dan itu bukan karena adia memperlakukanmu dengan tidak baik."

Tidak ada lagi pembicaraan setelah itu, Anna merasa ini bukanlah urusannya, apalagi Daren juga mengatakan itu bukan karena dirinya, jadi tidak ada alasan bagi Anna untuk membuka suara.

Daren semakin kagum pada istri sepupunya ini, jika wanita lain pasti akan dengan bangga mengatakan jika ia adalah istri pemilik rumah sakit, tapi Anna malah memilih pergi. Yang Daren tidak tau, Anna memang tidak menganggap Sebastian adalah suaminya.

"Bagaimana kabar keponakanku?" tanya Daren memecah kecanggungan.

"Baik," jawab Anna.

"Dan sekolah barunya, apa Dia suka?" tanyanya lagi.

"Ya," jawab Anna seadanya. Daren hanya tersenyum maklum dengan Anna yang begitu dingin.

Anna yang berdiri di belakang Daren melirik kearah tombol lift yang akan membawa mereka. Rasanya lift ini sangat lambat, ia tidak nyaman berdua bersama Daren yang asing baginya.

"Ruangan Ibas ada di lantai 25." Suara lembut Daren mengalihkan perhatian Anna. Daren paham atas ketidak nyamanan Anna.

Ting

"Lantai ini hanya ada ruangan Sebastian yang berada di ujung , Kamu akan menjumpai meja Smith terlebih dahulu." Anna keluar dari lift dan mengucapkan terima kasih pada Daren, dan Daren kembali menekan tombol lift untuk kembali ke lobi.

Saat ini memang jadwalnya bertugas di bangsal kelas bawah, dan karena itu ia bisa melihat Anna di lobi. Untung Anna tidak mendapat kekerasan fisik, dengan begitu tidak akan ada masalah yang serius yang akan di dapatkan mantan receptionist itu karena berani menghina istri pemilik rumah sakit.

Anna menyusuri sepanjang lorong untuk sampai di ujung ruangan ini, lantai ini tidak tampak seperti bangunan rumah sakit. Karena lagi-lagi semuanya di dominasi warna gelap.

Anna melihat meja kerja Smith, namun ia tidak melihat ada orang yang duduk di sana, Anna memilih duduk di kursi tunggu untuk menunggu Smith.

'Ceklek'

Tidak lama Anna duduk, ia mendengar pintu ruangan Sebastian terbuka. dan melihat Smith yang keluar dari ruangan itu dengan wajah lesu.

"Nyonya!" Seru Smith. Ia terkejut karena orang yang mustahil untuk datang ke sini sekarang ada di hadapannya.

"Aku ingin bertemu dengan Bosmu," ucap Anna yang mengabaikan wajah terkejut Smith.

"Bos sedang tidak bisa di temui," ucap Smith sopan.

"aku tidak akan lama," ucap Anna lagi.

"Maaf Nyonya, saat ini Bos memang tidak bisa di temui."

Anna pergi dari rumah sakit dengan hasil yang sia-sia. Anna berpikir mungkin pria itu sudah tau ia datang kerumah sakit, sehingga ia menolak langsung kehadirannya.

dapat salam dari Anna dan Family :)

Ardhaharyani_9027creators' thoughts