"Ethereal ...."
[ANGELIC DEVIL: The Crown]
BRAKKH!
"LEBIH CEPAT!" bentak Apo kepada sopir taksi. Omega itu refleks menjauhi kantor polisi. Sebab traumanya terpancing. Dia takut melihat geraman monster Mile Phakphum. Bahkan jemarinya gemetar karena amarah lelaki itu. Namun, meski bulu kuduk Apo berdiri, dalam hati dia menerima kata-kata Mile dengan baik. Semuanya pantas. Semuanya murni. Dan mungkin Paing Takhon adalah satu-satunya Alpha yang membuatnya iri. Seolah-olah aku mencintaimu, dan ingin sekuat dirinya untuk menjagamu, tapi Mile tidak mampu.
Dari segala sisi, yang pasti. Tidak mampu menggenggam Apo sekuat Paing. Tidak mampu merawatnya sebaik Paing. Tidak mampu memperhatikannya sesering Paing. Tidak mampu menjaganya seaman Paing. Dan tidak mampu mencintainya seindah Paing.
"Tapi masih bagus, karena aku percaya kepada Takhon ... dan kau pintar juga mencari pengganti. Ha ha ha ha astaga ... Apoooooo! HARRRGGHH!"
BRAAKKHHHHHHH!!
Apo rasa, kepercayaan Mile kepada Paing sama besarnya dengan kepercayaan darinya kepada Mile. Tentang pemahaman, "Baiklah kau memang mencintaiku." Sehingga cincin-cincin ini diberikan kepada sang mate.
Mungkin, kemarin Mile masih berusaha. Tapi kini dia hanya ingin Paing paham. Bahwa Omega yang Paing klaim adalah sosok yang ingin Mile jaga sebaik mungkin, kalau bisa dengan tangannya sendiri. (Sayang, hasilnya makin tercecer).
Mile tetap tidak sanggup menjangkau Apo dengan benar. Karena tangannya adalah tipikal perusak. Dan sayapnya jenis yang ingin terbang sebebas mungkin. Pertemuannya dengan Apo di bandara mungkin sebuah rumah, tapi bukan berarti dia akan diam di sana.
"Menitipkan, hah?" gumam Apo. Dia tertawa-tawa, tapi menangis. Karena entah kenapa Mile seperti kejutan. Mulai dari kepergiannya di waktu kecil, kedatangannya kembali, lalu caranya melepaskan dia ... Apo masih merasakan sensasi keajaiban dari lelaki itu. "Tapi terima kasih juga untuk setahun ini," katanya. Lalu meletakkan kedua cincin dalam kotak perhiasan juga.
Mungkin, sebenarnya tak ada yang perlu disesali lagi. Sebab dulu Apo hanya memimpikan Mile, maka wajar jika dia datang untuk menjawab pertanyaan Apo. Mile bisa diinterpretasikan seperti roaller-coaster yang gila, agak menakutkan, punya sisi menyenangkan, tapi juga mengejutkan saat berhenti mendadak. Dia meninggalkan bayi-bayi lucu yang membuktikan kebersamaan mereka nyata. Tak peduli, meski waktunya singkat sekali.
"Ahh, kemari. Er, kau adalah yang pertama hari ini," kata Apo saat menjumpai Blau Er bangun. Baby itu kedip-kedip dari tidur siang. Tampak sibuk bergerak, tapi anehnya tidak mengoceh. Jari jemarinya meraih udara. Meremasnya. Lalu memeluk saat digendong sang ibu. "Emh, emh. Kau rasanya semakin berat, ya? Bobotmu berapa kilo untuk bulan ini?" lanjutnya sembari menepuki punggung Blau Er.
Apo takkan menyia-nyiakan hari liburnya, meski sehari. Sebab Mile percaya padanya untuk menangani mereka, maka berarti Apo benar-benar bisa. Dia janji akan merawat triplets dengan tangan sendiri, selama sempat. Meski pekerjaan sering mengganggu. Apo pun mendekap triplets satu per satu. Memeluknya, sehingga mereka mengenali detak jantung dia.
"Aa! Aau! Aaa!" oceh Er tiba-tiba. Baby itu mendadak vokal sekali. Sangat aktif, terutama saat Apo memasuki rumah sakit. Dia diikuti dua babysitter yang menggendong Kaylee dan Edsel, satunya lagi membawa tas berisi susu plus popok. Dan ini adalah pertama mereka menjenguk Paing setelah seminggu.
Alpha itu masih menggunakan banyak alat bantu napas yang rumit. Sepenuhnya tidur, dan mungkin takkan bangun terlalu lama. Dia bernapas anteng seperti pasien koma, tapi Apo tahu Paing baik-baik saja. Sanee benar soal Paing yang harus istirahat total. Toh dia dokter, maka wajar kalau paham kondisi Paing pasca pembedahan.
Ah, aku harus menunggunya 6 minggu lagi, batin Apo saat memandangi sang mate.
"Lihat, Sayang. Itu Uncle Paing lagi tidur ...." kata Apo sambil mendekatkan Blau Er. Namun, bukannya menyentuh saja. Er justru menampari Paing tidak sabaran.
"Aa! Ann!"
Pakh! Pakh! Pakh! Pakh! Pakh!
"E ... e ... e ... e ....! Jangan, hei. Ya ampun. Uncle kan harus tidur ...." kata Apo. Dia geleng-geleng karena Er tampak geram. Seolah-olah, bangun kau Papaku kan sedang berkunjung--tapi Apo gemas juga dengan perilaku Blau Er. Dia heran kenapa Er suka Paing, padahal kebersamaan mereka jarang sekali.
"Man! Man!" jerit Blau Er lagi. Entah apa maksud dari baby itu, yang pasti dia begitu geram. Er juga miring-miring saat dibaringkan di sebelah Paing. Mau mengamuk, tapi faktanya hanya mengoceh asal. Mungkin, kalau Er berbentuk orang dewasa. Bisa jadi si baby bermaksud memaki-maki. Dia tidak suka Paing tidur lama, apalagi Apo hamil adiknya. "Hmmh! Hrrmh!" katanya sambil meremas baju sang Alpha. Er juga menggigiti kainnya geregetan. Bahkan tengkurap tidak lama kemudian.
DEG
"WOAAAH! Tuan Natta! Lihat!"
"Ya ampun, Tuan Muda!"
Pipi Apo pun memerah karena Er naik-naik ke pinggang Paing. Dia seolah ingin menguasai dunia. Menimpa di sana. Biar Paing tahu rasa kalau dia benci diabaikan. "H-Hei, Er ....! Sungguhan?!" katanya sambil memegangi pinggang Blau Er. Si baby yang terlambat berkembang malahan meninju-ninju. Berontak parah. Lalu nyaris menggelinding jika tidak dipegangi Apo.
Brugh!
"ER! WOE!"
"TUAN MUDA!"
Er pun langsung merengek-rengek. "Mmnn ... nn, oeeeee!" Tapi tangisnya tak langsung kencang. Dia langsung tenang setelah digendong. Seolah tadi ingin merajuk saja. Baby itu tidak benar-benar rewel. Malahan diam, lalu berhenti menangis saat Paing membuka mata.
"Ssh, ssh ... ssh ... ssh .... cup-cup," kata Apo. Dia pun titip Er ke babysitter yang membawa tas. Karena ingin mengobrol berdua saja.
"Ah, iya, Tuan Natta," kata si babysitter. Dia pun meletakkan barang bawaan dahulu. Merentangkan tangan, lalu menyambut si baby tampan. "Sini, Er. Ayo ikut sama Nanny sebentar ...." ajaknya.
Er sendiri langsung memeluk erat.
"Mmnn! Nnn!" ocehnya tak kalah ribut dengan saudaranya. Hal yang membuat Apo tersenyum bangga. Sangat gemas, tapi dia tetap harus adil perhatian.
"Good. Cukup jangan jauh-jauh dari sini," kata Apo, lalu mengesun triplets satu per satu. "Tapi kalau mau beli jajan tidak masalah. Yang terpenting cepat kembali, oke? Ingat kalian tidak pernah sendiri."
Para babysitter itu tersenyum lembut. "Baik, Tuan." Mereka lantas keluar membawa susu, mengemong triplets, lalu berkeliling RS.
"Hmmh, selamat malam, Phi," sapa Apo begitu duduk. Dia mengambil tangan Paing untuk digenggam. Dan sang Alpha seketika melirik. Dia kelihatan masih kesakitan, tak bicara karena alat oksigen. Dan lidahnya pahit sekali. "Bagaimana kabarmu sekarang? Kangen aku tidak?" tanyanya.
"...."
Seketika Paing ingin tersenyum. Namun, rupanya dia terlalu lelah untuk melakukannya. Entah karena kelamaan baring, atau keseringan tidur. Yang pasti senang melihat Apo semangat. Wajah Omega itu dihias rona, sangat manis. Apalagi saat mengecup tangannya. Cup. "Oma bilang aku tidak boleh menjengukmu langsung. Jadi yah ... selamat sudah melewati operasinya. Aku tahu Phi akan baik-baik saja."
"...."
"Walau sebenarnya aku ingin marah, sih. Tapi tak masalah kok. Kuanggap kita gantian," kata Apo. "Dulu aku tidur lama karena knotting, sekarang Phi pun tidur lama karena sakit. Hehe ...." cengirnya. ".... pokoknya pasti kubuktikan aku bisa seperti Phi. Tahan banting! Hmph!" Omega itu menggebuk dada.
Paing pun makin sumeringah, walah hanya matanya yang berbicara. Dia berkedip-kedip karena rindu, dan Apo mendekat untuk mengesunnya. Di pipi, di kening. Lalu mengajaknya bicara banyak hal--atau lebih tepatnya disebut curhat--sehingga Paing tahu semua omongan Mile.
Alpha itu menyimak sebaik mungkin. Sangat telaten, padahal Kadang-kadang tampak ingin bertanya. "Ada yang dia pikirkan, ya?" batin Apo. "Apa ingin berbicara dengan Mile juga? Aku agak sulit membayangkannya."
Namun, bukan bonding jika tak mampu meraba. Apo paham kenapa Paing begitu, lalu berbisik di telinganya. "Hei, Phi tertarik main tebak-tebakan?" tawarnya.
"....??"
"Baby darimu nanti berapa?" kata Apo. Seringai kecil di wajahnya terlihat nakal. Sementara Paing tak mungkin bisa menjawab. ".... soalnya seminggu lagi USG--ehem. Cepat, ya? Phi harus ingat hamil Omega itu cuma 4,5 bulan."
DEG
"....!!"
Seketika bola mata Paing pun melebar. Sepertinya dia benar-benar lupa, sementara Apo tertawa riang. "Ha ha ha ha ... makanya cepat sembuh, Phi," katanya. "Semangat, oke? Kalau keterusan, Phi bisa di sini sampai aku melahirkan. Dasar ... jangan malas-malasan lah. Triplets kangen, tahu. Apalagi aku. Ha ha ha ha ha ...."
Namun, Apo tak menyangka apa yang Paing lakukan setelah itu. Tangannya bergerak pelan. Sangat lemah, tapi mati-matian membuka katup oksigen demi bicara. "Hhh ... hhh ... hhh ... hhh ...."
Prakh!
DEG
"PHI?!"
Dilemparnya benda tersebut. Cukup kasar. Lalu Paing beringsut untuk posisi yang lebih nyaman.
"Mile ... hhh ... hhh ... masih masa penyelidikan, kan?" tanyanya susah payah. Apo pun langsung membantunya duduk. Agak panik, karena napas Paing berisik sekali.
"I-Iya, Phi? Kenapa?" tanya Apo.
Paing pun memijit kening. Dia sudah memperkirakan seberapa lama Mile akan dipenjara. Karena masalah ini sedang genting-gentingnya. "Aku hanya--ah ... ingin mengatakan ini langsung padanya, tapi--hh ... hhh ...."
"Phi, bisa jangan memaksakan diri?!" omel Apo. "Istirahat saja kalau memang belum kuat. Er juga keterlaluan kok. Nanti kumarahi karena sudah mengganggumu. Kenapa--"
"Tidak, bukan ... tidak perlu," kata Paing sambil mengibaskan tangan.
Dia butuh waktu hingga bisa bernapas tanpa bantuan. Sangat kesal, apalagi tarikannya berat sekali. "... aku hanya--hhh ... kepikiran soal Nadech, Amaara dan lain-lain--uhuk! Tapi, mungkin ... saat ini hanya Mile yang bisa kupercaya untuk memberikan informasi--"
DEG
"Apa?" kaget Apo. Lalu memastikan maksud sang Alpha. ".... anu, jadi Phi mau kerja sama dengan Mile, begitu?"
"Ya, tapi bukan bisnis, Apo. Kau paham kan masalah itu belum selesai?" tegas Paing sambil meremas dada ngilunya. "Karena selain menyerangku, bisa jadi Mile pun digunakan Nadech selama ini ...."