webnovel

Panik

Diego menatap lekat seakan-akan bingung dengan sikap Natasha yang sepertinya menolak perhatian darinya. Namun, laki-laki itu terus berusaha mendekat.

"Saya mau mengambil Jordan dulu, Tuan. Sebaiknya, habiskan makanannya!" ujar Natasha mengalihkan situasi yang sedang membelenggunya saat ini. Ia begitu canggung berdekatan dengan Diego, setelah beberapa lamanya tidak begitu dekat dan saat ini nyaris tanpa jarak.

Diego lantas menuruti permintaan Natasha untuk segera menikmati makanan kesukaannya hingga tandas tak bersisa. Urung menjemput sang anak yang dititipkan sama pemilik kontrakan, Natasha justru menemani Diego makan. Batinnya merasa senang karena Diego menyukai masakannya dan ini pertama kalinya, ia memasak untuk laki-laki itu.

"Nyonya Natasha! Nyonya Natasha!" teriak seseorang dari halaman memanggil-manggil Natasha. Dia segera keluar rumah begitu mendengar namanya dipanggil.

"Iya, ada apa?" tanya Natasha kepada pemilik kedai di ujung jalan yang menjadi langganan laundrynya.

"Suami saya dalam keadaan mabuk, membawa lari anak Nyonya!" teriak wanita itu memberitahu Natasha.

"Apa?! Sekarang ada di mana anak saya, Nyonya?" tanya Natasha yang tampak panik.

Diego yang berdiri di pintu mendengarkan pembicaraan Natasha dengan wanita pemilik kedai. Mendengar darah dagingnya dibawa lari seseorang, tak urung membuat Diego mendekat.

"Saya hanya melihat dan mendengar Nyonya Gea teriak-teriak mengejar suami saya, Nyonya Natasha. Nyonya Gea yang tak mampu mengejar lantas datang ke kedai memberitahu saya," jelas wanita pemilik kedai yang ikut-ikutan panik.

Tanpa berkata-kata lagi, Natasha yang merasa nyawa anaknya terancam, segera mencari keberadaannya. Sementara, Diego juga melakukan hal yang sama, dengan mengikuti langkah Natasha.

Natasha dan Diego lantas berpencar mencari keberadaan buah hatinya. Natasha melewati pinggir-pinggir jembatan, lorong-lorong pasar sembari masih berteriak memanggil nama anaknya tersebut. Lagi-lagi Diego juga melakukan hal yang sama. Laki-laki itu bertanya pada siapa saja yang ditemuinya di jalan.

Natasha tidak menemukan keberadaan anaknya di taman, jembatan bahkan di pasar. Langkah kaki Natasha lantas menuju sebuah jalan setapak. Sesaat, indera pendengarannya samar mendengar rengekan suara anaknya. Natasha lantas menuju sumber suara. Wanita yang berpenampilan sederhana itu lalu menuju sebuah rumah kosong yang tampak sepi di ujung gang.

Natasha langsung menerjang pintu pagar yang terbuat dari kayu. Rupanya, Diego pun telah berada di tempat tersebut. Natasha membekap mulut dengan tangannya sendiri, lantas terbelalak begitu melihat pemandangan di depannya.

Jordan yang dalam dekapan laki-laki berperawakan tinggi besar, berambut gondrong itu dalam keadaan menangis. Natasha dan Diego tak tinggal diam, bergerak perlahan mendekati laki-laki yang sedang dalam pengaruh minuman alkohol tersebut. Beruntung, Diego segera melumpuhkan laki-laki tersebut dengan gerakan cepat hingga terkapar.

Natasha segera meraih sang buah hati dan mendekapnya erat. Nyonya Gea dan istri laki-laki bejat itu kemudian datang bersamaan di lokasi sembari memanggil dua orang polisi.

"Proses secara hukum saja, laki-laki itu, Tuan. Istrinya ini telah setuju, karena suaminya memang sangat meresahkan," ujar pemilik kontrakan kepada Diego.

"Benar ucapan Nyonya. Tolong amankan dia dan bawa ke kantor polisi segera, Pak. Saya sendiri yang akan membuat laporan," tegas Diego kemudian.

"Baik, Tuan." Salah satu dari polisi menjawab dengan tegas.

Natasha yang masih mendekap buah hatinya tampak menitikkan air mata. Dia tidak menyangka anaknya menjadi korban aksi seorang penjahat. Sementara, Diego memegang pundak Natasha agar wanita itu berangsur tenang.

Dua polisi segera menyeret laki-laki pemabuk tersebut untuk dinaikkan ke kendaraan patroli. Sesaat kemudian membawanya menuju kantor polisi.

"Natasha, bawalah pulang anak kita terlebih dahulu. Aku akan membuat laporan ke kantor polisi dengan menumpang taksi online," ujar Diego.

Natasha mengangguk, kemudian bersama Gea dan wanita pemilik kedai berjalan bersama-sama untuk pulang ke rumah. Pemilik kontrakan dan pemilik kedai berulangkali meminta maaf kepada Natasha.

"Tenanglah, Nyonya-nyonya! Asal Jordan selamat, saya sudah sangat bersyukur sekali," balas Natasha agar kedua wanita yang berjalan di sampingnya tidak merasa bersalah kepadanya.

"Apa sebaiknya, Jordan dibawa ke klinik dulu, Natasha?" ujar pemilik kontrakan.

"Tidak usah, Nyonya! Jordan tidak terluka. Dia hanya syok saja karena merasa tidak pernah mengenal wajah laki-laki itu tadi sebelumnya. Makanya, ia tidak segera berhenti menangis. Sampai di rumah, saya akan menenangkannya," ujar Natasha.

Natasha tampak menoleh ke arah wanita pemilik kedai yang tampak mengangguk, sepertinya setuju dengan keputusan Natasha.

Mereka lantas pulang menuju rumah masing-masing. Beruntung, jarak antara tempat kejadian dengan rumah kontrakan Natasha tidak terlalu jauh. Wanita pemilik kontrakan tak langsung menuju rumahnya, melainkan menuju rumah Natasha juga.

Natasha bercerita kepada Gea tentang sosok laki-laki yang membawa lari Jordan.

"Apa?! Dia menyukai kamu, Sha?" tanya Gea begitu selesai mendengar cerita Natasha.

"Iya, Nyonya. Istrinya yang cerita sendiri sama saya. Bahkan istrinya itu sering dihajar dan saya pernah tidak sengaja melihat memar-memar di kakinya," ujar Natasha menceritakan apa yang dilihatnya beberapa waktu yang lalu.

Gea tampak menggeleng pelan menanggapi cerita Natasha tersebut.

***

Malam beranjak naik, Jordan telah terlelap di sisi ranjang dengan kondisinya yang berangsur tenang. Natasha lantas keluar dari kamar menemui Diego yang duduk di ruang tamu. Laki-laki itu tidak menampakkan gelagat akan pulang ke rumahnya, usai membereskan insiden menjelang sore, tadi.

Dengan hati berdebar, Natasha duduk berhadapan dengan Diego yang hanya terpisah oleh meja.

"Tenanglah! Aku sudah mengurus semuanya di kantor polisi. Dia tidak akan berani mengganggumu dan anak kita lagi." Diego tampak tersenyum ke arah Natasha yang mencoba membenahi letak duduknya. Padahal wanita itu sudah dalam posisi yang benar. Hanya saja, Natasha merasa canggung sehingga ia tampak salah tingkah.

Rintik hujan mulai turun terdengar dari luar. Natasha beranjak dari duduk dan berlari menuju kamar untuk menyelimuti tubuh sang anak agar tidak kedinginan. Maklum, udara yang merangsek ke dalam rumah terasa begitu dingin.

Natasha yang masih duduk di sisi ranjang tersentak begitu melihat Diego menyusul ke kamar sang anak. Natasha tampak salah tingkah, saat lelaki yang menjadi orang nomor satu di perusahaan property itu terus menatapnya sedemikian rupa. Diego yang melipat kedua tangan di depan dada, berdiri tidak jauh dari Natasha.

"Jangan memandangi saya seperti itu, Tuan! Saya malu," ujar Natasha yang beranjak berdiri kemudian menghampiri lemari pakaian.

Diego tampak berjalan mendekati Natasha yang masih berdiri di sisi lemari kayu, di sudut ruangan. Wanita itu kemudian membalikkan badan dan batinnya gugup seketika. Raut wajah yang masih mengguratkan aura ayu dan sederhana itu menggenggam erat gagang pintu lemari.

Tubuh Natasha gemetar, dadanya pun berdebar tak keruan saat Diego hampir tak ada jarak, berdiri di depannya. Tangan kekar laki-laki itu menggenggam wajah Natasha, kemudian mencondongkan wajah. Seketika, Natasha memejamkan mata.

Chapitre suivant