webnovel

Gejolak dalam Batin

Natasha tak dapat menghindar walau sejengkal. Tubuhnya telah terkungkung oleh genggaman erat tangan Diego. Sejurus kemudian embusan napas laki-laki itu menyapu leher Natasha.

"Aku begitu merindukanmu, Natasha," ucap Diego sembari kedua tangannya turun dari lengan menuju pinggang Natasha.

"Tuan berbohong," balas lirih Natasha sembari melirik ke arah sang anak yang terlelap di ranjang.

"Kenapa kamu bilang begitu?"

"Sorot mata Tuan saat saya datang ke rumah beberapa waktu yang lalu buktinya. Tuan begitu cuek pada saya. Apa Tuan takut dengan istri Tuan?" desak Natasha yang memang merasa cemburu saat itu.

"Aku hanya ingin tidak memperpanjang keributan saat itu. Percayalah, aku saat itu menahan gejolak dalam dada, antara syok, senang dan haru bisa bertemu denganmu lagi. Selama ini, sebenarnya aku tak tinggal diam, Natasha. Aku selalu mencari dirimu sejak menghilang. Tapi, dunia seakan sangat luas saat pikiranku kalut dan tak dapat menemukanmu," jelas Diego.

"Lepaskan dulu! Saya lupa belum mengecek pintu dan takut Jordan terbangun," pinta Natasha sambil menahan getaran halus yang mulai menjalar di tubuhnya.

Diego lantas melepaskan kedua tangannya dan membiarkan wanita itu melangkah keluar kamar. Namun, lelaki yang telah mengisi relung hati Natasha itu ikut berjalan keluar kamar, tetap memerhatikan gerak-gerik Natasha yang mengecek satu per satu jendela dan pintu. Natasha juga tak lupa menguncinya.

"Udah saya kunci semuanya," ujar Natasha begitu membalikkan tubuh kemudian berjalan mendekat ke arah Diego.

"Bagus!" puji lelaki itu atas tindakan teliti wanita yang telah mencuri hatinya tersebut.

Diego kembali memperpendek jarak dengan Natasha, kemudian memeluknya erat. Namun, wanita itu malah menyingkirkan perlahan tangan Diego.

"Jangan di sini, takut Jordan terbangun," bisik Natasha sembari tersenyum, meskipun debaran dalam dadanya telah jumpalitan tak tentu arah.

Diego tak memberi kesempatan pada Natasha untuk menghindar lagi. Laki-laki itu kemudian membopong tubuh Natasha dan membawanya ke kamar pribadi milik wanita itu. Diego memutar badan, mendorong pintu kamar dengan punggung saat ia masih dalam keadaan membopong Natasha.

Tubuh ramping Natasha dibaringkan di ranjang, kemudian Diego pun kembali memangkas jarak.

"Aku merindukanmu, sejak lama aku telah mencari keberadaan dirimu dan anak kita," ucap Diego begitu tubuhnya berada di atas Natasha. Sejenak, Natasha memalingkan wajah karena tak berdaya oleh pesona tatapan manik hitam milik Diego.

Natasha juga berusaha menyingkirkan tangan kekar lelaki itu, kemudian dirinya membalikkan badan dalam posisi miring. Buliran bening tak terasa tiba-tiba keluar dari kelopak matanya dan Natasha berusaha menyembunyikannya.

"Hei, kamu menangis? Katakan padaku, apa yang membuatmu menangis. Apa karena merasakan rindu yang sama?" tanya Diego bertubi-tubi.

Natasha menoleh, memberanikan diri menatap wajah Diego. Air matanya masih meleleh membasahi pipi.

"Saya selalu merindukan Tuan. Hampir tiap malam melewati malam-malam yang sepi dan dingin sendirian," balas Natasha dengan bibir bergetar.

"Maafkan aku! Selama ini, aku tidak bermaksud menelantarkan dirimu. Aku telah mati-matian mencari dirimu. Bahkan, secara diam-diam aku menyuruh kerabatku yang justru mengkhianati diriku. Dia berbohong atas keberadaan dirimu," terang Diego kemudian.

"Apa yang Tuan maksud, kerabat itu adalah Tuan Jimmy, Tuan?" tanya Natasha dengan mimik serius.

"Kenapa kamu bisa tau kalau itu dia?"

Natasha seketika terdiam dengan batin bertanya-tanya. 'Apa Tuan tau kalau istrimu bermain belakang dengan Jimmy, Tuan?' batin Natasha.

"Tuan Jimmy pernah bertemu dengan saya saat saya masih mengandung Jordan, Tuan. Bahkan dia sering mengancam saya." Natasha berusaha mengadu pada Diego, semua yang ia alami selama berinteraksi dengan Jimmy.

Diego tampak berang mendengar aduan dari Natasha. Namun, wanita itu bergegas menenangkan Diego.

"Mulai saat ini, aku berjanji akan sering menjenguk dirimu. Jangan menghilang lagi!" Diego berkata lirih, kemudian memeluk erat tubuh Natasha lagi.

Natasha membenamkan wajah di dada bidang laki-laki yang dicintainya itu sembari menumpahkan tangis yang membuncah. Sejenak, Diego memintanya untuk membantu membuka kancing kemeja yang dipakainya, dengan alasan tidak membawa baju ganti.

Meskipun masih menangis, Natasha sigap membuka kancing kemeja yang melekat di tubuh Diego. Bagian depan kemeja laki-laki itu tampak basah oleh buliran bening milik Natasha.

"Maaf, rupanya kemeja Tuan, basah," ujar Natasha.

"Iya. Tapi, ini tidak apa-apa. Kamu tidak usah khawatir!" tukas Diego kemudian.

Natasha lantas turun dari ranjang untuk menyimpan kemeja milik lelaki itu. Tak berapa lama ia pun kembali naik ke ranjang dan disambut dada bidang lelaki itu, yang siap menampung derai tangis kerinduan Natasha.

Malam semakin larut. Embusan angin di luar begitu kencang terdengar. Bahkan rintik hujan mulai turun, membuat suasana dalam kamar semakin terasa melankolis. Diego dan Natasha menyimpan hasrat yang sama, ingin memanfaatkan kesempatan yang telah lama dirindukan.

Natasha yang tadi membenamkan wajah di dada bidang lelaki yang dicintainya itu, kini mendongak dan menatap dengan kelembutan. Demikian juga dengan Diego yang membalas menatap wajah ayu Natasha di balik cahaya lampu kamar yang temaram.

Natasha menghirup aroma mint dan sitrus yang bercampur dengan bau rokok dari tubuh laki-laki itu. Anehnya tubuh Natasha seketika bereaksi hebat. Detak jantungnya berdebar keras tak terkendali. Suhu tubuhnya seperti melonjak tinggi. Panas dan sesak. Bahkan, sesuatu seperti sengatan listrik menjalar di tubuhnya.

"Ah, untuk yang pertama kali sejak beberapa tahun yang lalu, kita akan melakukannya di sini," ujar Diego tersenyum hangat dan tangannya mengelus lembut pucuk kepala Natasha.

Natasha menahan napas hingga sesak semakin memenuhi dada. Dia tidak menyangka jika malam ini kerinduannya akan kehangatan Diego akan segera terpenuhi. Wajar, jika Natasha merasakan hal itu setelah bertahun-tahun lamanya tanpa sentuhan lelaki yang telah memberinya satu anak tersebut.

"Aku matikan lampunya, ya?" bisik Diego meminta persetujuan Natasha.

Natasha mengangguk, sesaat kemudian Diego turun dari ranjang dan mematikan lampu. Kini, kamar benar-benar dalam keadaan temaram.

Diego tersenyum menikmati pemandangan di depannya yang hanya terlihat oleh bias cahaya dari luar kamar. Natasha yang banjir air mata, batinnya kini merasa tenang. Dekapan hangat tubuh Diego seolah-olah menjadi pelindungnya malam ini.

"Pandanglah aku, Natasha," bisik Diego sembari tak berhenti mengelus lembut kepala, membuat Natasha seakan-akan kesetrum aliran listrik.

Natasha menuruti permintaan Diego. Wanita itu langsung menatap manik hitam Diego yang seakan-akan menukik tajam ke jantungnya hingga ia terpaku begitu saja.

Pesona milik Diego membuat Natasha terpasung. Dia selalu tak dapat menghindar atau melepaskan diri dari lelaki itu. Natasha benar-benar jatuh cinta. Sebelum pikirannya melayang jauh, tiba-tiba ia tersentak saat tangan kekar milik Diego menyentuh lengannya dengan gerakan naik turun. Tangan dingin itu menghantarkan gejolak panas di sekujur tubuh Natasha. Gejolak yang ia tahu persis namanya.

Natasha tanpa sadar sudah menggigit bibir bawahnya dengan kuat, saat Diego mendaratkan kecupan di bagian lehernya. Saking tidak sabarnya, tanpa malu Natasha memeluk erat lelaki itu. Dia pun tak sadar jika sedang mendesah.

Chapitre suivant