Dendam Arwah Gadis Yang Diperkosa
Part 14
"Salsa!" gumamku.
Aku pun langsung bangkit hendak mendekatinya, sedikit-sedikit ku perhatikan langkah kakinya, tiba-tiba setelah aku dekat dan hendak meraih tangannya dia pun berbalik badan.
"Kenapa Mas?" tanyanya heran.
"Eeh maaf Mba, maaf. Saya fikir tadi teman saya." jawab ku.
"Ooh iya Mas, nggak papa."
"Permisi." dia pun berlalu meninggalkan ku lagi, sungguh tadi aku sama sekali tak salah lihat, tapi, ahh sudah mungkin perasaan ku saja karena sudah lama tak bertemu dengannya.
"Mas, kamu kenapa?" tanya Vita yang menghampiriku.
"Ooh tidak, a-aku tidak apa-apa!" dustaku.
Kami pun kembali ke meja dimana tadi aku meninggalkannya, setelah selesai aku dan Vita pun kembali keruangan dimana Dion dirawat.
Disana terlihat Mba Izma dan Mba Ajeng sedang duduk di kursi tunggu, dengan kegelisahan yang masih kami rasakan dalam diri masing-masing.
"Hen, Mba mau ke kantor dulu. Kalian disini aja ya, kerjaan kantor sudah menunggu dan Mba nggak bisa terlalu lama disini." ujar Mba Izma, yang hendak berlalu.
"Mba, nggak usah. Mba disini aja, biar aku yang ke kantor, Mba keliatan lelah lebih baik Mba istirahat dulu," ucapku menawarkan diri, yang langsung disetujui oleh Mba Ajeng dan Mba Izma.
"Baiklah, kamu benar Mba juga kurang enak badan dan terasa lelah, mungkin karena keadaan ini membuat Mba sedikit kurang baik." jawab Mba Izma.
"Ya sudah, kamu ke kantor aja biar Mba aku yang temenin." ujar Mba Ajeng.
"Baiklah, aku pamit," aku pun melangkah pergi namun belum jauh Vita kembali memanggil.
"Mas, aku ikut kamu," ucapnya sambil berlari mendekatiku.
"Nggak usah, kamu temani Mba Izma dan Mba Ajeng saja,"
"T-tapi."
"Sudah, aku berangkat dulu, kerjaan sudah menunggu ku." aku pun berlalu meninggalkan Vita yang masih berdiri mematung ditempatnya. Entahlah Vita sedikit membuatku risih dengan sifat manja dan kekanak-kanakanya.
Dulu saat masih baru pertama bertemu, aku tertarik karena dia terlihat sangat dewasa namun sekarang jauh sangat berbeda.
Aku pun masuk kedalam mobil dan langsung tancap gas tanpa menoleh ke belakang, dengan jalanan yang kosong membuat ku cepat sampai pada tempat tujuan.
****
Pov Dinda
Entah apa yang terjadi pada Salsa, dari penyelidikan polisi sama sekali belum menemukan titik terang, aku sudah melakukan segala usaha untuk menemukannya namun seakan Salsa hilang ditelan Bumi.
Sudah ku susuri semua teman, kerabat, dan teman-temannya namun mereka sudah lebih dari seminggu belum bertemu dengannya juga. Sama persis dengan hari kehilangannya.
"Din!" suara seseorang membangunkan ku dari dalamnya lamunan.
"Eeh ibu?" ucapku.
"Kamu ngapain bengong disini? Ntar kesambet loh,"
"Mm nggak kok bu, cuma masih mengkhawatirkan Salsa aja,"
"Iya Din, apa yang terjadi pada adik mu sebenarnya, hati Ibu merasa ada sesuatu yang sudah terjadi padanya." ucap Ibu dengan suara parau, kelopak matanya mengembun dan menjatuhkan bulir bening dipipinya.
"Ibu sabar ya, kita akan segera mengungkap kasus Salsa. Semoga Polisi secepatnya menemukan Salsa." ucapku berusaha menenangkan wanita yang sudah melahirkan ku itu.
"Din, apa kamu tidak pernah merasa ada yang janggal." ucap Ibu tiba-tiba.
"Janggal, maksudnya?"
"Sejak hilangnya Salsa, Ibu sering mimpi bertemu dia. Dan bahkan Salsa meminta tolong pada Ibu, namun Ibu tidak mengerti apa itu hanya bunga tidur apa suatu pertanda!" ujar Ibu menjelaskan.
"Iya bu, Ibu masih ingat 'kan saat malam pertama Salsa pergi. Ibu bilang aku ngobrol sendirian, padahal kenyataannya pada saat itu Dinda melihat, Salsa. Tapi-"
"Din, tidak terjadi apa-apa 'kan sama Salsa. Ibu sangat mengkhawatirkannya Din," ucap Ibu yang sesenggukan dalam pelukanku.
Aku sendiri bingung hendak berkata apa, karena ini baru kali pertama kami mengalami hal diluar nalar sehingga membuat keadaan Ibu lemah.
Sejak hilangnya Salsa, Ubu terlalu memikirkannya sehingga kondisinya berubah. Dulu Ibu sangat ceria dan selalu tersenyum, tapi sekarang dia sering sekali menangis hanya teringat Salsa.
Hari kian berlalu, waktu terus berjalan, ku datangi kantor Polisi untuk menanyakan hasil pencarian adikku. Namun kabar yang sangat mengagetkan membuat ku tak bisa berkata apa-apa.
"Mohon maaf Bu Dinda, sepertinya ini kasus berencana, dan bukan kami bermaksud menyinggung. Karena kami menemukan sebuah jasad di Hutan terlarang, Dan ciri-ciri yang sama persis seperti yang Ibu katakan." ujar pak Pilisi dengan menyerahkan semua identitas dan kartu kepemilikan, juga dompet yang sering di bawa Salsa.
"Lalu, apa maksud Bapak adik saya sudah meninggal?" tanyaku dengan sedikit rasa yang tak bisa ku gambarkan.
"Mungkin saja, lebih baik Ibu lihat sekarang kondisi jenazahnya,"
"Baik pak, aku ingin melihat dan menyaksikan sendiri."
Aku pun dibawa kesebuah rumah sakit dimana tempat jasad yang ditemukan Polisi, aku harus melihat benar atau tidak bahwa jasad yang ditemukan oleh mereka adalah Salsa.
Setelah sampai aku pun mengikuti langkah Polisi yang membawaku ke ruang mayat, disana terlihat beberapa mayat yang menunggu sang keluarga menjemputnya. Namun mataku seketika terbelalak melihat satu jasad wanita yang masih utuh, hanya seluruh tubuhnya dipenuhi luka dan memar.
Terlihat wajahnya yang tertutup rambut, ku coba mendekati dan hendak melihatnya. Seketika mataku membeliak sempurna tatkala melihat wajah yang tertutup rambut ku buka dengan perlahan.
"Salsaaaaaa!" seketika nafasku tersengal, tubuhku ambruk ke lantai. Polisi membantuku untuk tetap kuat berdiri.
"Sabar bu, sepertinya bu Salsa mengalami penyiksaan, pemerkosaan dan setelahnya korban di bunuh lalu dilempar ke jurang dimana tepatnya berada dihutan terlarang. Hutan itu sama sekali jarang terjamah manusia." terang Polisi yang seketika membuat tubuh dan ragaku seakan terlepas.
"Namun yang membuat kami heran, korban ini masih utuh dan belum sama sekali membusuk. Padahal perkiraan kami korban telah meninggal lebih dari seminggu ini." Polisi menerangkan kejanggalan yang mereka sendiri tak dapat memahami, ya jasad Salsa masih utuh, sama sekali tidak tercium bau busuk atau sebagainya.
Jasadnya masih seperti orang baru meninggal dalam waktu yang belum sama sekali memakan waktu berminggu-minggu. Padahal Salsa sudah menghilang hampir dua minggu.
"Din!" suara seseorang membutku terhenyak, aku tahu Ibu telah datang. Aku tak tahu bagai mana keadaan Ibu setelah mengetahui Salsa telah meninggal.
"Dinda, ini tidak benar 'kan sayang. Salsa belum meninggal, Salsa masih hidup. Ini bukan Salsa 'kan sayang." kata-kata ibu membuatku semakin sesak, aku pun tak percaya namun kenyataan begitu pahit di depan mata. Aku mengabarinya bahwa Salsa telah ditemukan, meski sulit aku meminta Ibu datang keruang Jenajah.
"Bu, sabar ya bu. Ibu tenang, Ibu nggak boleh kaya gini, kita harus ikhlaskan semuanya, bu." ucapku yang berusaha menguatkan orang yang paling berarti bagiku dan Salsa.
"Bu!" tiba-tiba ayah pun datang, dengan tergesa ayah melihat jasad Salsa, mungkin Ibu yang memberi tahu bahwa Polisi telah menemukan Salsa meski hanya sebuah nama.
"Tidak mungkin, ini bukan Salsa. Ini bukan anak saya, anak saya masih hidup."
Bruukkk
Ibu jatuh dan pingsan, Oolisi segera membantu. Terlihat ayah yang sangat terpukul, bulir bening membasahi kedua pipi dari orang-orang tercintaku.
"Kenapa bisa terjadi seperti ini Sa, ini ayah sayang, kamu bangun, Nak." ucap ayah dengan suara paraunya.
"Sudah yah, kita harus ikhlas ini sudah takdir yang kuasa." ucapku seraya memeluk erat dirinya.
"Tidaaak.. ini perbuatan manusia biadab, manusia tak berhati manusia licik." dengusnya dengan mengepalkan tangan.
"Akan ku cari mereka hingga ketemu, akan ku buat hukuman yang setimpal atas apa yang mereka lakukan pada anak ku." ucapnya seraya mengulas pipi yang telah membiru.
Terlihat wajahnya yang cantik kini menjadi pucat, bibirnya yang selalu membuat keramaian seisi rumah kini dia diam membisu tak bisa lagi mengeluarkan kata-kata, semua telah berubah meninggalkan sebuah luka yang sangat menganga di hati kami semua.
Akan aku cari ketiga laki-laki yang telah berbuat hina, dan membuat keluarga ku terluka.