webnovel

BAB 5: Sarapan

"Ini, untukmu!"

"Terima kasih!"

Lina menyerahkan selembar kertas padaku dan aku pun berterimakasih padanya.

Hubungan kami hanya sebatas itu, jadi Lina langsung pergi setelah menyerahkannya.

"Oh, kau cantik juga. Siapa namamu? Kenapa kau bisa terlambat?"

"Apa warna rambut mu itu asli?"

"Kau punya pacar?"

"Hehe ... maaf, bisa kalian bertanya satu persatu?"

Saat sedang ingin membaca selembar kertas yang diberikan oleh Lina, aku mendengar suara beberapa teman sekelas ku yang sepertinya sedang berbicara dengan Fisa.

Aku mengetahuinya dari pertanyaan tentang penampilannya seperti wajah cantiknya dan warna rambutnya.

Aku pun menunda membaca selembar kertas ini dan menaruhnya di dalam laci mejaku.

Lagipula aku bisa membacanya kapan saja, pikirku.

Aku sedikit menoleh kebelakang dan melihat Fisa yang sedang dikerumuni oleh banyak orang, mungkin sekitar lima orang, dua lelaki dan tiga gadis.

"Jadi siapa namamu?"

"Apa kau punya pacar?"

"Hei, tunggu! Aku duluan yang bertanya padanya!"

"Kenapa? Apa ada masalah?"

Mereka mulai berdebat untuk memperebutkan jawaban dari Fisa.

"Sepertinya kau sedang kesulitan ya, Fisa," aku bergumam sendiri.

Aku tidak bisa melakukan apapun.

Aku hanya bisa menatapnya dari kejauhan.

Yah, memang seperti itu seharusnya.

Fisa harus bisa menghadapi mereka sendiri.

Tapi ...

"Kalian, jangan membuatnya merasa tidak nyaman!"

Lina mulai menyerahkan lembaran kertas pada Fisa dan beberapa orang di dekatnya.

Perhatian mereka pun teralihkan pada Lina dan tentu saja mereka menerima lembaran kertas itu.

Eh, ada apa?

Entah kenapa, aku bersyukur karena Lina membantu Fisa yang terlihat sedang kesulitan.

Kenapa aku begitu lega?

Ini tidak biasa.

Aku yang biasa sudah pasti akan mengabaikannya dan mungkin aku sudah ada di luar kelas sekarang.

Emosi dan perasaan, yang mana?

Aku masih tidak mengerti.

AGHH!!

Tidak, jangan sekarang.

Astaga, kepalaku sakit sekali.

Aku terlalu memikirkannya.

Aku harus mengganti suasana dan pergi keluar kelas sekarang, mungkin toilet adalah pilihan yang bagus.

"Ah!"

Aku sedikit meringis kesakitan.

Aku meringis dengan pelan agar mereka tidak mendengarnya.

Dengan memegang bagian kepala dengan kedua tanganku, secara perlahan aku berjalan ke luar kelas.

Untungnya sakit kepala yang kualami mulai menghilang.

Aku hanya perlu berpikiran jernih tanpa memikirkan apapun agar sakit kepalanya bisa menghilang.

Dengan ini aku bisa keluar kelas dan segera pergi ke toilet.

Sebenarnya panggilan alam ini sudah kutahan sejak awal masuk kelas tadi dan akhirnya aku merasa lega setelah membuangnya.

Selepas dari toilet awalnya aku berniat untuk menemui Rose, tapi saat keluar aku malah mendapati sepasang laki-laki dan perempuan memasuki toilet yang sama.

Bukankah toilet laki-laki dan perempuan seharusnya dipisah?

Kenapa gadis ini memasuki toilet laki-laki bersamanya?

Tentu ini membuatku bingung.

Aku tidak mengenal mereka, dan kupikir mereka juga siswa kelas satu yang baru masuk ke sekolah ini.

Sebenarnya aku tidak peduli dengan mereka berdua, tapi ternyata rasa penasaranku lebih tinggi dari ketidakpedulian ku, jadi pada akhirnya aku memutuskan untuk mengikutinya.

Niatan bertemu dengan Rose pun kuurungkan untuk sesaat, lalu aku kembali memasuki toilet untuk menjawab rasa penasaranku.

Aku lebih mendekat dengan sedikit berhati-hati agar bisa mendengar suara mereka.

"Ayolah, tidak ada orang disini!"

"Tidak, aku tidak mau!"

"Kumohon sebentar saja!"

"Tidak, jangan!"

Dari yang kudengar, mungkin mereka akan berbuat hal tidak senonoh.

Rasa penasaranku sudah terjawab sekarang, untuk itu aku kembali ke niat awal ku yaitu menemui Rose.

Ini sudah hal biasa bagiku, aku biasanya memilih untuk tidak ikut campur masalah orang lain.

Jika ada satu pihak yang meminta pertolongan dan satunya lagi terlihat seperti pelaku kejahatan, setelah mengetahui apa yang terjadi, aku akan membiarkannya.

Jika aku menolong mereka, itu hanya akan membuang waktuku.

Sungguh, aku hanya ingin lebih bebas dan bersantai, hanya itu.

Tapi ...

Ah, jangan dipikirkan lagi!

Berkeliling di sekolah yang begitu luas membuatku sedikit terpukau, aku berpikir kalau akan ada banyak siswa baru yang tersesat dan tidak bisa kembali ke asramanya, itu karena sekolah ini benar-benar luas.

Aku melihat ke layar perkiraan cuaca dan mendapati kalau hari ini cuacanya akan cerah berawan.

Aku tidak tahu apakah itu hal yang bagus atau tidak, tapi yang pasti aku tidak peduli.

"Kringgg!! Saatnya Sarapan!"

Oh, layarnya berubah tampilan dan suara bel terdengar entah dari mana.

Layarnya menampilkan tulisan "Saatnya Sarapan!".

Kupikir mereka menyuruh para siswa untuk berkumpul di ruang makan, sudah jelas ini waktunya untuk makan pagi atau biasa disebut sarapan.

Makanan sehari-hari sudah disiapkan oleh pihak sekolah dan mereka memanggil para siswa untuk makan dengan cara seperti ini.

Tidak memiliki pilihan lain, aku mendatangi ruang makan yang berada di samping kelas 1-A.

Ruang makan setiap kelas 1, 2, dan 3 itu berbeda, jadi saat waktu makan tiba para siswa kelas satu akan berkumpul di ruang makan samping kelas 1-A.

Begitu juga dengan kelas dua dan tiga, mereka akan berkumpul di ruang makan samping kelas 2-A dan 3-A.

Menurut ku kelas A mendapatkan keuntungan karena ruang makan berada tepat di sebelah kelas mereka.

Itu juga membuat mereka dapat menikmati makanannya lebih awal.

Sesampainya di ruang makan, aku diberikan kertas kecil bertuliskan angka oleh guru yang menjaga di depan, aku melihat kertasnya dan mendapati angka 84.

Saat hendak menanyakan maksud dari kertas ini, dia langsung menjelaskan secara singkat.

"Angka yang ada di kertas itu adalah nomor urut untuk mengambil makanan dan tempat dimana kau akan duduk."

"Baik."

Aku hanya bisa mengangguk agar dianggap mengerti olehnya, jadi setelah itu aku langsung masuk ke dalam dan melihat banyak siswa yang sedang duduk di meja makan menunggu sarapannya.

Aku agak terkejut karena semua meja dan kursi makan dipisah satu persatu.

Para siswa disuruh untuk fokus makan dengan benar tanpa melakukan apapun yang tidak diperlukan.

Walaupun begitu suasana bising di ruangan ini tetap ada karena beberapa hal, seperti siswa yang mengobrol secara berjauhan dan suara sendok dan garpu yang menyentuh piring.

Kondisinya hampir sama dengan ruang kelas, ini terlihat seperti makan secara mandiri.

Memang benar terdapat angka di kursi itu, dengan segera aku mencari kursi nomor 84 dan mendapatkannya di bagian tengah lalu duduk disana dan menunggu.

"Nomor 84?"

"Ya."

"Selamat menikmati!"

"Ya, terima kasih!"

Seorang pelayan lalu datang kearahku dengan menyajikan oatmeal pisang dan susu.

Dia menaruhnya di atas meja.

Sebelum pergi, aku pun berterimakasih padanya karena sudah membawakan makanannya padaku.

"Selamat makan!"

Dengan mengikuti kebiasaan ayahku sebelum makan, aku mulai menyantap makanannya.

Aku harus menyantap sarapanku dengan santai.

Seharusnya aku tidak perlu terburu-buru karena aku yakin Rose juga berada di ruang makan.

Makanan ini memang terasa enak, pisangnya sangat lembut saat dimakan, apalagi ditambah dengan susu sebagai minumannya.

Lalu setelah beberapa menit kemudian, tanpa sadar aku sudah menghabiskannya.

"Terima kasih atas makanannya!"

Tidak memiliki alasan lagi untuk berada disini, aku memutuskan untuk melanjutkan perjalananku menemui Rose.

Aku ingin membicarakan sesuatu dengannya.

Itu adalah sesuatu yang penting, dan kuharap dia mau berbicara denganku.

Chapitre suivant