webnovel

28. Siapa Yang Kamu Hamilin?

7 hari kemudian...

Wanita 35 tahun itu terlihat khawatir ditambah gemas melihat putranya yang begitu bebal di ajak ke rumah sakit. Pasalnya setelah hari dimana Rani menemukan anaknya itu di kamar, Sampai detik ini Rino masih terbaring lemah dengan kain basah menempel di dahinya, Tubuhnya yang putih menjadi semerah tomat matang.

Rani, "Sayang, Kita ke rumah sakit ya?" Bujuknya untuk yang ke 10 kalinya. Namun hanya gelengan kepala yang diterima oleh janda 3 anak itu.

Diseberang wanita itu, Randa nampak begitu sabar mengganti kompres dikepala kakaknya sambil sesekali membujuk.

Randa, "Mau sampai kapan Abang keras kepala begini? Gak perlu pusing masalah biayanya, Randa bakal bantu Bunda kok, Abang tenang aja" Ujarnya menasehati.

Rino diam, Nyaris tidak membuka matanya tetapi bukan berarti dia tidur. Semua yang dikatakan oleh Bunda dan adiknya dapat ia dengar jelas meski telinganya sedikit berdengung.

Juga bukan masalah biaya yang menjadi alasannya menolak ajakan keduanya untuk pergi ke rumah sakit. Rino tidak berani, Takut mereka akan kecewa apabila tau yang sebenarnya.

Untuk penyebab dia demam pun Rino tidak tahu. Yang diingatnya setelah pergumulan panas paksa dengan Arwin, Paginya Rino keluar dari vila tersebut dengan berjalan kaki. Bernasib baik ada seorang petani sayur yang berbaik hati mengantarkannya ke rumahnya ini.

Itulah sebab mengapa sang Bunda tau-tau sudah mendapatinya di kamarnya. Jelas Rino tidak menceritakan semua itu, Bunda bertanya pun tidak dijawabnya.

Rani, "Bunda cemas sama kamu nak, Tidak usah pusing soal biayanya, Bunda sanggup bayar kok!" Ucapnya bersemangat. Meski demikian, Gelengan kepala tetap diterima membuat mereka menghela nafas.

"Huek!" Rino menutup mulutnya kemudian dan berlari sambil menahan sakit kepalanya menuju kamar mandi.

"Hueeek...huuhhh...hueek!" Rino memuntahkan semua yang dimakannya siang tadi hingga tinggal tersisa cairan kuning yang keluar dan rasanya benar-benar pahit di mulutnya.

Remaja malang itu terduduk lemas dengan kedua tangan menumpu di bibir toilet. Sampai suara halus Bundanya dan wajah panik Randa menyapa telinga dan matanya.

***

Jasmine, "Ayo jujur sama mama, Anak siapa yang kamu hamilin!?" Bentaknya pada Arwin.

Keduanya sedang duduk berhadapan di sofa ruang khusus keluarga mereka ditemani oleh seluruh anggota kecuali istri Ridwan yang entah membawa anaknya kemana dan juga kakak kedua Arwin dan Lintang, Serta merupakan adik dari Ridwan.

Jangan tanya apa penyebab wanita itu terlihat marah seperti sekarang. Hal ini disebabkan oleh kecurigaannya ketika melihat putra yang tidak kalah nakal dari si bungsu itu ketahuan makan buah apel kering yang sengaja Jasmine simpan di kulkas untuk cemilannya.

Seingatnya Arwin sangat benci buah kering, Apapun jenisnya. Sering kali dia menawarkan tapi ditolak begitu saja olehnya. Jasmine heran mengapa selera suami dan anak ketiganya tersebut sama, Pasalnya waktu dia hamil Arwin, Sang ayah yaitu Yudi mengidam makan buah kering.

Dan kini dia menemukan itu pada putranya, Mana bisa wanita itu tidak uring-uringan seperti sekarang. Lintang, Ridwan dan juga Yudi saling melirik mata bergantian kemudian menatap Arwin dengan berbagai ekspresi di wajah ketiganya.

Lintang berucap, "Gue emang nakal, Tapi soal cewe gue setia, Lah elo? Pacaran sama RI...Sinta maksud gue, besok-besoknya udah nambah aja kek duit" Sarkasnya. Hampir remaja itu keceplosan mengucapkan 'Rino' di depan keluarganya.

Arwin diam, Dia memang playboy tapi masalah seks selalu aman-aman saja sampai sekarang. Kondom adalah barang yang selalu diselipkannya di saku celana kemanapun dia pergi. Kini remaja itu berusaha keras mengingat-ingat dengan siapa dia pernah melakukan hubungan seksual tanpa pengaman.

Rino.....

Tidak tahu kenapa nama itu selalu muncul ketika dia bertanya pada otaknya. Tidak, Arwin menggelengkan kepalanya. Mana mungkin remaja yang diperkosanya 9 hari yang lalu itu hamil, terlebih bagi seorang pria.

Ridwan akhirnya bersuara, "Ma, Jangan asal menuduh Arwin menghamili anak orang dulu, Kita harus cari buktinya supaya lebih akurat" Timpal pria yang duduk ditengah-tengah kedua adiknya tersebut.

Jasmine membuka matanya lebar, "Kamu pikir mama asal tuduh, Begitu? Sekarang mama mau tanya sama kamu karena sebentar lagi cucu ketiga mama akan lahir. Dari tiga anakmu itu mana saja dari mereka yang membuat menantu kesayanganku mengidam makan makanan aneh?"

Bungkam, Ridwan tidak bisa berkutik. Jawabannya jelas karena dia sendiri yang mengalami masa mengidam makan makanan aneh dari kedua anaknya bahkan untuk yang akan segera lahir pun dia juga yang merasakan mengidamnya. Istrinya itu hanya mengalami morning sick sebagaimana masa kehamilan pada umumnya.

Jasmine mengulas senyum kemenangan, "Ayo jawab darimananya mama asal menuduh adikmu?" Desak Jasmine.

Penuh kesabaran, Yudi menyudahi argumen istrinya, "Sudah cukup sayang, Kita cari jalan keluarnya bersama-sama" Bujuknya. Jasmine menutup matanya sejenak untuk mengistirahatkan otaknya.

Arwin, "Arwin gak hamilin siapa-siapa kok Ma, Pa. Arwin aja mainnya selalu pake pengaman kok" Elaknya kesal.

Refleks Ketiga pria di sana menepuk jidat mereka melihat mata Jasmine seakan hendak keluar dari tempatnya.

Jasmine, "Jadi kamu sering ngerusak anak orang ya?!" Dia bertanya gemas sekaligus geram.

Sadar dengan perkataannya Arwin langsung mengelak kembali, "Bu-bukan Arwin yang nakal, Tapi mereka sendiri yang nawarin diri sama aku, Rezeki mana boleh ditolak ma" Jawabnya enteng meski setiap nada bicaranya tidak karuan.

Jasmine, "Dasar! Semua laki-laki sama saja!" Gumanya.

Lintang, "Win, Lo beneran gak hamilin siapa-siapa gitu? Udah lo periksa tuh kondom baik-baik kan? Ya siapa tahu aja bocor dan Lo gak sadar udah keluar didalam" Terkanya.

Pemuda itu melirik adiknya, "Kalo gue segoblok itu, Dah dari dulu Lo punya ponakan lucu-lucu hasil bibit gue!" Dengan gemas menimpuk kepala Lintang menggunakan bantal sofa.

Lantas Lintang mencibir, "Dih, Narsis! Ntar Lo bakalan lihat anaknya siapa yang paling ganteng!" Tantang Lintang.

Jasmine, "iih...! Sudah ya ampun! Kok malah kalian yang berantem soal anak!" Greget wanita itu.

Berdengus, keduanya saling pandang sinis sebelum diam di tempat duduk masing-masing.

Yudi, "Mungkin benar kata Ridwan Ma, Siapa tahu kan memang kebetulan saja Arwin makan buah kering di kulkas itu" Tukasnya.

Jasmine sebal, "Kalian...! Oke, Mama akan diam kali ini, Tapi jangan menolak bila ada perempuan yang mengaku hamil ke rumah!" Usai berkata demikian, Jasmine melangkah keluar dari ruangan tersebut.

Seperginya wanita itu, Kini 3 pria itu balik menatapnya, "Kamu beneran gak hamilin anak orang Win?" Tanya Ridwan penasaran.

Arwin menggelengkan kepalanya, "Aku selalu hati-hati, Kalau nggak mungkin anakku udah duluan lahir daripada ponakanku Hamerina" Ulas Arwin jengah. Ridwan terkikik sembari menggaruk kepalanya.

Yudi, "Tapi papa masih bingung dengan tingkahmu akhir-akhir ini" Sela pria paruh baya yang masih terlihat tampan itu.

Lintang menyahut, "Soal makan buah kering itu ya?" Yudi menggangguk menanggapi.

Arwin, "Arwin juga gak tau pa, Intinya akhir-akhir ini Arwin suka banget makan buah kering cemilannya mama" Jelasnya kelimpungan.

Yudi, "Jelas mamamu akan mengira seperti itu karena tingkah anehmu sama dengan Papa waktu mama hamil kamu dulu" Ungkapnya membuat ketiga anaknya memfokuskan perhatian mereka kepada sang kepala keluarga.

Lintang, "Emang gimana pa?" Tanya si bungsu tidak sabar.

Tarik nafas, Yudi menjawab, "Pas mama kalian ngidam Arwin, Papa jadi suka makan buah kering... Sama seperti yang Arwin lakukan" Tutur Yudi.

Wiranto, "Cuma itu doang?"

Yudi menambahi, "Yang jelas bukan, Mamamu demam selama seminggu, Terus juga muntah-muntah, Pokoknya hamil Arwin mama kalian sangat tersiksa"

"HAHAHA!"

Mendadak Ridwan dan Lintang tertawa mengejek. Arwin berdengus kesal melihat kelakuan saudara-saudaranya.

Lalu selanjutnya kata-kata Yudi membuat mereka bungkam, "Kita tunggu saja sampai ada yang mengaku hamil ke rumah, Jika itu memang terjadi maka Papa tidak memiliki pilihan lain, Kamu mengerti Arwin?"

Menatap lantai yang menjadi pijakan kakinya sejenak, "Hmmm..." Gumam Arwin.

Chapitre suivant